Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Apakah Bohong itu Pidana?

4 Februari 2019   10:43 Diperbarui: 4 Februari 2019   12:58 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atiqah tampak seperti "beruntung" atau "diuntungkan" dengan pertanyaan itu. Ia, entah disadarinya atau tidak, telah membuka ruang-ruang perdebatan yang lebar.

Bahkan, saya pikir, oleh orang-orang sangat pintar, "apakah bohong itu pidana" pun bisa dikemas menjadi amunisi baru untuk menyerang kepolisian dan jaksa.

Bohong "mungkin" memang bukan tindak pidana, saya pikir. Tapi, seperti apa yang saya lihat dan sangat yakini, seperti yang sudah pernah terjadi, seperti yang sejarah sudah kisahkan, dampak dari "bohong" itu bisa melebihi dampak yang diakibatkan oleh tindak kejahatan melakukan pidana.

Bohong, atau hoax, (termasuk produk turunannya seperti ujaran kebencian), saya gambarkan seperti peluru-peluru sangat tajam.

Seorang mahasiswa di India pun terpaksa harus menghabiskan lima bulan hidupnya di jeruji besi gara-gara pesan bohong di WhatsApp. Mahasiswa itu, menurut berita lokal, terpaksa harus ditahan karena pesan yang beredar di grup WhatsApp dimana ia adalah salah satu anggotanya. Padahal, akunya, ia tidak mengirim pesan itu.

Di Indonesia, seperti dilansir dari banyak media, nasib yang serupa juga terjadi. Salah seorang warga Pontianak asal Kota Bandung, menjadi korban hoax isu penculikan anak. Massa yang kalap dan beringas memukulinya hingga nyawanya tidak bisa diselamatkan.

Di negara-negara Timur Tengah, akibat dari hasutan hoax jauh lebih mengerikan. Di negara-negara kawasan Timur Tengah, kelompok-kelompok yang tidak suka dengan Pemerintahan yang sah diketahui menggunakan media sosial sebagai alat perang. 

Mereka merekrut, melatih dan menggunakan organisasi-organisasi yang dibentuk dan dibayar untuk menyebarkan berita bohong dan hasutan di media sosial. Cara-cara mereka pun sangat rapi dan profesional.

Di Turki, pemerintahan yang sah juga menghadapi rupa-rupa hasutan. Agar rakyat membenci pemerintah.

Dengan memanfaatkan media sosial, baik itu twitter, facebook, instagram dll, mereka melancarkan kudeta. Pada bulan Mei 2016. Hasutan-hasutan gencar disebarkan melalui media sosial. 

Sialnya, rakyat Turki yang sedang dihasut, tidak menyadari. Mereka melahap setiap berita dan informasi yang sebar di media sosial tanpa mencerna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun