Banyak sebab yang membuat Tiongkok menjadi "pemberani" di depan Amerika. Selain karena pertumbuhan ekonominya yang mengangumkan yang meskipun tahun lalu hanya tumbuh sebesar 6,9 persen, kepemilikan surat hutang Amerika sekitar US$ 1,1 triliun dan devaluasi Yuan banyak disebut-sebut menjadi senjata Tiongkok menghadapi Amerika. Tiongkok juga disebut-sebut memiliki banyak sekali uang.
Sore hari ini, di kantor tempat saya bekerja, ketika saya mendengarkan paparan tentang teknologi solar power panel termasuk sistem dan prosesnya, kami secara tak sengaja juga mendengarkan cerita tentang betapa duit mereka itu begitu banyaknya, termasuk ambisi mereka membangun PLTS untuk mensuplai lebih dari 110 gigawatt. Ini luar biasa besar sekali, batin saya.
"Kalau bapak memiliki informasi ada gas power plant yang mau dijual, tolong beritahu kami. Kami siap membeli," terang tamu kami itu, direktur salah satu perusahaan solar panel di Tiongkok.
"Tidak hanya membeli, kami juga siap membantu. Kami menawarkan konsep EPCF," kata mereka.
EPCF? Ini baru pertama kali saya mendengarnya. "What does "F" stand for?"
"Financial," jawab mereka.
Tiongkok memang kaya raya. Tulisan saya sebelumnya yang berjudul "Forest City, Proyek Ambisius yang Tersandera karena Politik" benar-benar membuktikan itu. Sebuah kota pulau di Malaysia, di kota Johor, di pantai yang menghadap Singapura, sedang dibangun sangat ambisius, senilai US $ 100 miliar. Investornya dari Tiongkok.
Tawaran Presiden Xi Jinping yang disampaikan dalam konferensi tingkat tinggi (KTT), Senin (3/9), yang dihadiri para pemimpin Afrika yang diselenggarakan di Beijing itu juga menjadi bukti. Di KTT itu, Presiden Xi Jinping menawarkan dana senilai 60 miliar dolar AS (900 trilyun) untuk pembiayaan di Afrika. Tidak hanya itu malah, Xi juga menghapus utang sejumlah negara miskin Afrika.
Sekali lagi, bukan main besarnya duit yang dipunyai Tiongkok saat ini. Ahhh... jadi pantas saja mereka berani di depan Trump.
Karena duit, Tiongkok sekarang bisa berjalan dengan kepala tegak.