Proyek reklamasi selalu menuai kontroversi. Dan menimbulkan banyak tanya. Tidak di Indonesia tidak di Malaysia.
Di Malaysia, di kota Johor, di pantai yang menghadap Singapura, sebuah kota pulau sedang dibangun sangat ambisius senilai US $ 100 miliar. Investornya dari Tiongkok.
Forest City. Itu nama proyeknya. Dibangun di empat pulau buatan di Johor Bahru dan bertema "kampung halaman kedua".
Saya pernah beberapa kali ke Johor Bahru, Malaysia. Kota itu memang sangat dekat dengan Singapura. Saking dekatnya kawan saya yang bekerja di Singapura lebih memilih tinggal di Johor Bahru. Ia harus pulang pergi Singapura-Johor Bahru setiap hari. Menghemat ongkos tempat tinggal, katanya. Biaya tinggal di Singapura memang diketahui sangat mahal.
Forest City yang disebut bakal akan dihuni oleh 700.000 orang setelah selesai pada 2035. Memang di-desain sangat luar biasa, dengan fasilitas sekolah internasional, pusat perbelanjaan, hotel dan bahkan pusat imigrasi, kota pulau ini dibuat begitu modern. Arsitektur bangunannya pun sangat mengejutkan.
Namun, seperti saya tulis di bagian paling atas; proyek reklamasi ini menuai kontroversi. Mahathir pernah menjadikan proyek reklamasi ini salah satu isu utama untuk menggoyang Najib Razak. Agar Najib turun dari tahta.
Dan ternyata, seperti diketahui, Najib Razak kalah. Mahathir bin Mohamad dinyatakan menang pada Pemilu Raya bulan Mei kemarin. Kejadian selanjutnya pun mudah ditebak; Forest City seperti terpanggang. Mahatir harus merealisasikan janjinya.
Beberapa pekan lalu, Mahatir membuat beberapa komentar tentang Forest City. Ia mengatakan keberatan dengan proyek itu karena "dibangun untuk orang asing, bukan dibangun untuk orang Malaysia. Kebanyakan orang Malaysia tidak dapat membelinya."
"Kami tidak akan memberikan visa bagi orang-orang untuk datang dan tinggal di sana," kata Mahatir.
Pemerintah pun sudah mengumumkan membentuk komite untuk meninjau kembali ketentuan-ketentuan yang disepakati untuk mengatur pengembangan dan kepemilikan asing di Forest City.
Namun, seperti dinilai banyak kalangan, retorika nasionalisnya itu sebenarnya tidak sejalan dengan hukum Malaysia yang membolehkan orang asing membeli rumah dan apartemen di Malaysia.