Bisa jadi, Trump sebenarnya lebih takut kekuatan ekonomi China dibandingkan kekuatan militernya.
Di China, dalam banyak kasus dan kejadian, faktanya, media memang menjadi perangkat dan pendukung hampir semua kebijakan pemerintah.
Lalu, bagaimana dengan Amerika sendiri?
Bagi Amerika, mengontrol media itu susah susah gampang, kalah tidak mau disebut pekerjaan sulit. Penyebabnya adalah karena Amerika termasuk negara dengan kebebasan pers cukup longgar.
''AS masih dianggap sebagai negara paling bebas kehidupan persnya di dunia,'' sebut laporan Freedom House. ''Pers AS menikmati pemberitaan agresif dan saling berbeda, malah banyak di antara laporan dan tulisannya tentang berita luar negeri dan dunia, mendapat perlindungan hukum."
Bahkan, Trump, pun pernah melontarkan statement seperti ini "media adalah partai oposisi dalam banyak cara."
Sejak pemilihan presiden AS pada 2016, Trump juga diketahui sering menyerang kelompok media utama AS terutama New York Times dan CNN.
Lalu, bagaimana dengan kontrol media di Indonesia sendiri? Apakah kontrol ala China itu cocok ditanam di bumi ini? Atau kebebasan ala Amerika?
Banyak yang menyebutkan bahwa Indonesia mengenal media yang bermartabat, media yang bertanggung jawab. Media harus menjadi perangkat untuk menyuarakan informasi sacara benar dan bertanggung jawab.
Media yang bertanggung jawab! Kedengarannya sangat menarik dan ideal. Namun, kadang-kadang, kita masih kerap menjumpai kejadian sebaliknya hari ini.
Di Indonesia, media kadang masih gemar mengeksploitasi sisi seksi dari setiap peristiwa yang remeh-remeh. Kadang-kadang narasi biasa pun menjadi viral karena diberi judul dengan kalimat sangat emosional.