Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Tunjangan Hari Raya di Ranah Politik

6 Juni 2018   13:56 Diperbarui: 6 Juni 2018   14:17 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat saya masih kecil, seminggu sebelum hari raya Iedul Fitri adalah saat paling menyenangkan. Setiap bulan Ramadan akan berakhir itu, Ayah saya biasa membelikan anak-anaknya baju baru. Meski baju yang dibelikan Ayah itu hanya sekali dalam setahun, tetapi saya  senang bukan main.

Uang THR yang Ayah dapatkan dari tempatnya bekerja dibelikan rupa-rupa kebutuhan Hari Raya. Meski saya tak pernah tahu jumlah pastinya, tetapi, saya yakin uang THR yang ayah terima pasti tak banyak. Di kota Kudus, kota yang dijuluki sebagai kota wali itu, masih banyak gaji buruh, penjaga toko dan pekerja pabrik yang dihargai tak sampai separo UMR Jakarta.

Selain mendapatkan THR, kadang-kadang Ayah saya mendapatkan beberapa bingkisan berupa sirup, gula dan biskuit.

Menjelang Hari Raya, THR memang merupakan salah satu hal yang paling dinanti-nantikan oleh hampir semua pekerja. Dengan THR, ada rupa-rupa kebutuhan yang bisa dibeli atau kadang-kadang THR dapat digunakan sebagai biaya berlibur bersama dengan keluarga.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2018 tentang Pemberian THR dan gaji ke-13 sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Kabar ini pasti menjadi kabar gembira untuk pegawai negeri, pensiunan PNS, TNI, dan Polri. Apalagi pada tahun ini, gaji ke-13 juga diberikan untuk mereka.

Namun, kemarin, saya sedikit kaget membaca beberapa artikel dan postingan tentang tunjangan hari raya. Ada apa? Rupanya, kata berita itu, ternyata Presiden Jokowi mengaku tidak tahu-menahu tentang THR dan gaji ke-13 tersebut.

Beberapa artikel dan postingan juga menyebutkan bahwa Sri Mulyani mengatakan pemberian THR dan gaji ke-13 di daerah menjadi tanggungjawab APBD. Yang lantas menjadi persoalan, ternyata, ada Kepala Daerah yang mengaku tidak tahu menahu ketentuan tersebut. Bukan itu saja, ada Kepala Daerah menyatakan tidak tahu harus mengambil dari pos mana di APBD mereka untuk membayar THR itu.

Berita diatas agak membingungkan karena seperti disebutkan di beberapa berita lainnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan formulasi dana alokasi umum (DAU) untuk daerah yang disusun pada 2017 sudah memperhitungkan pembayaran tunjangan hari raya dan gaji ke-13 pada 2018.

Menkeu menyebutkan bahwa pemberian THR dan gaji ke-13 kepada PNS, anggota TNI/Polri, pensiun-an PNS, dan PNS daerah bukan sesuatu yang ditetapkan secara tiba-tiba.

Perkara THR ini kian menjadi rumit setelah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ikut membantu dengan memberikan arahan. Melalui surat bernomor 903/3387/SJ, Tjahjo melimpahkan pembayaran THR dan gaji 13 kepada APBD.

Sebelumnya, Tjahjo memang mengeluarkan surat edaran kepada Kepala Daerah agar membayarkan THR Idul Fitri dan gaji ke 13 PNS menggunakan dana APBD.

Namun sayangnya, niat Tjahjo untuk membantu Menkeu justru menuai kritikan. Malahan, disebutkan (oleh berita itu), kesimpangsiuran THR ini, setidaknya, menunjukkan betapa Anggaran Negara disusun dan dikelola dengan ngawur.

Yahhhhh... pada akhirnya, THR yang dinanti-nantikan banyak orang itu pun, sama seperti isu-isu lainnya yang sudah lebih dahulu ramai diperbincangkan dan membuat riuh perdebatan di linimasa. Ohhhh, THR pada akhirnya menjadi subjek narasi dalam perdebatan politik nasional dan perbincangan elitis kelas menengah atas.

Akankah munculnya isu THR ini bakal benar-benar seperti isu-isu lainnya seperti isu keturunan komunis, kemiskinan, LGBT, atau isu anti-Islam?  

Apakah isu THR yang kemudian merembet ke isu tata kelola Anggaran Negara yang dikatakan ngawur itu sengaja diembuskan hanya untuk mengetes gelombang ketegangan politik?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun