Bahkan, Sandi sendiri juga sudah menguatkan informasi di atas dengan menyebutkan bahwa skema pembiayaan nanti akan disinergikan dengan program pemerintah pusat yang sudah ada yakni program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dilaksanakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2015.
Yang ketiga adalah soal bunga pinjaman. Seperti lazimnya kredit pemilikan rumah, di program DP 0 rupiah ini juga sebenarnya ada bunga pinjaman.
Namun masyarakat Jakarta tidak dikenakan kewajiban membayar bunga pinjaman itu, karena bunga itu akan dibayar oleh Pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta.
Masyarakat seperti diuntungkan. Tetapi, ini tampaknya akan rawan menjadi perdebatan.
Jika kita cermat melihat dan menganalisa ketiga hal tersebut di atas, maka tidak mengherankan bila masyarakat beranggapan (silakan melihat/membaca kalimat di kolom-kolom komentar) bahwa sebenarnya tidak ada hal yang baru dengan program rumah DP 0% nya Anies.
Anies hanya meneruskan program yang sudah ada dan sudah berjalan sebelumnya.
Jadi, groundbreaking yang baru saja dilakulan Anies itu pada Kamis 18 Januari 2018 lalu, kata beberapa pakar, tampak seperti dipaksakan.
Seperti yang sudah pernah saya tulis sebelumnya, Anies benar-benar kesulitan untuk mewujudkan janjinya membangun rumah. Saya pribadi pun sudah sejak awal sangsi bahwa Anies Sandi bakal sanggup mewujudkannya karena mustahil orang bisa menemukan ratusan hektar tanah nganggur dengan harga murah, katakanlah 2 juta per meter persegi di Jakarta. Maka, jalan keluar satu-satunya ya harus membangun "rumah lapis" itu.
Sejujurnya, pada saat istilah "rumah lapis" pertama kali disebut, saya sebenarnya sedikit tersenyum mendengarnya. Sebutan Anies dan kisah tentang "rumah lapis untuk menggantikan istilah rusun" itu sama menariknya dengan istilah "menggeser untuk menggantikan kata menggusur".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H