Mohon tunggu...
Taufikurrohman
Taufikurrohman Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Uang dalam Persepektif Ekonomi Islam

21 Desember 2016   01:42 Diperbarui: 21 Desember 2016   02:24 5708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama  : Taufiqurrahman

Nim     : E20151194

Kelas   : Ps5

                       Uang dalam perspektif Ekonomi Islam

Pengertian Uang

Sebelum membahas mengenai pandangan Islam terhadap uang, terlebih dahulu dikemukakan pengertian uang. Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.

Uang dalam Ekonomi Islam

Mata uang yang direkomendasikan dalam Ekonomi Islam adalah dinar (Emas) dan dirham (Perak). Dinar emas adalah koin emas berkadar 22 karat (91,70%) dengan berat 4,25 gram. Sedangkan Dirham perak adalah koin perak murni (99.95%) dengan berat 2.975 gram. Standar Dinar dan Dirham ini telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, pada tahun 1 Hijriyah, dan kemudian ditegakkan oleh Khalifah Umar ibn Khattab pada tahun 18 Hijriyah. Pada saat itu untuk pertama kalinya Khalifah Umar ibn Khattab mencetak koin Dirham. Sedangkan orang yang pertama kali mencetak Dinar emas Islam adalah Khalifah Malik ibn Marwan pada tahun 70 Hijriah, dengan tetap mengacu kepada ketentuan dari Rasulullah Saw. maupun Umar ibn Khattab ra., yaitu dalam rasio berat 7/10 (7 Dinar berbanding 10 Dirham).1

1Tim Wakala, Dinar Dirham, [online], (tersedia)

Bagi negara-negara mayoritas muslim, fenomena mempopulerkan penggunaan dinar dan dirham sebagai alat tukar pembayaran dan kegiatan transaksi ekonomi dilandasi oleh beberapa hal berikut:2

2Pujiyono, Arif, Dinar dan Sistem Standar Tunggal Emas,

Pertama

dalam Alquran dan al-Sunnah banyak menyebutkan harta dan kekayaan dengan istilah emas dan perak (dinar dan dirham). Keyakinan ini semakin mendorong penggunaan atas keduanya meski tidak ada keharusan. Dalam sejarah Islam, terdapat dua kelompok yang mendefinisikan uang. Kelompok pertama adalah yang membatasi uang hanya pada emas dan perak saja, diantaranya Mujahid, AbuHanifah, An-Nakha'i, Abu Yusuf, An-Nabhani dan Baqir Sadr. Sedang yang tidak membatasi uang hanya pada emas dan perak saja adalah Laith ibn Sa' ad, Ibnu Taymiyah, As-Syaibani, Ibn Hazm, dan Az-Zuhri.

Kedua

adalah dalam upaya menegakkan rukun Islam yaitu membayar zakat dan menegakkan hukum Islam yaitu hukuman bagi pencuri yang ukuran standarnya adalah dinar dan dirham. Seorang muslim yang memiliki harta emas, uang dan kekayaan lainnyayang telah mencapai nishob (ukuran berat) senilai emas 20 dinar wajib membayar zakat. Bagi pencuri yang senilai Vs dinar, maka padanya wajib dikenakan hukuman

had (potong tangan), meski dalam tatanan implementasi sangat sulit untuk diterapkan

Ketiga

bahwa uang emas bersifat universal dan dapat diterima oleh setiap manusia karena bahannya adalah emas dan relatif lebih sulit untuk dipalsukan. Uang emas memiliki warna, kadar dan kekuatan tertentu yang tidak bisa dibuat dari bahan logam lain. Berbeda dengan uang kertas yang tidak jarang sulit untuk diterima oleh manusia dannegara lain, apakah alasan politis maupun alasan lain. Pemalsuan terhadap uang kertasjuga lebih mudah untuk dilakukan.

Keempat

uang emas dapat digunakan sebagai alat simpanan yang nilainya relatif stabil. Dengan uang emas, nilainya tidak mengalami fluktuasi yang tajam, kerena nilai uang nominal sama dengan nilai intrinsiknya. Hal ini berbeda dengan uang kertas yang nilainya sangat fluktuatif dan berbeda antara nilai nominal dengan nilai intrinsik uang. Stabilitas uang kertas sebagai alat pembayaran juga tidak terjamin, akibat digunakannya konsep

time value of money

dan kesalahan dalam memfungsikan uang. Efek samping yang dirasakan dalam aktifitas ekonomi adalah bahwa nilai uang (kertas) akan berubah setiap kurun waktu karena nilainya mengalami penyusutan. Hal inilah yang membuat uang kertas dapat dipergunakan sebagai alat komoditi perdagangan dan spekulasi, bukan sebagai alat tukar pembayaran. Dampak digunakannya uang sebagai komoditi perdagangan adalah kehancuran nilai mata uang yang dijadikan sebagai sarana spekulasi, sehingga menyebabkan nilai mata uang jatuh. Jatuhnya nilai mata uang inilah yang banyak disimpulkan para ekonom sebagai penyebab kehancuran dan krisis ekonomi suatu negara. Paparan di atas mengisyaratkan bahwa di dalam ekonomi Islam uang yang direkomendasikan adalah emas dan perak atau biasa disebut dengan dinar dan dirham. Dipilihnya mata uang emas dan perak paling tidak karena empat alasan, yaitu

Pertama

dalam Al-Quran dan As Sunnah banyak menyebutkan harta dan kekayaan dengan istilah emas dan perak (dinar dan dirham). Keyakinan ini semakin mendorong penggunaan atas keduanya meski tidak ada keharusan.

Kedua

adalah dalam upaya menegakkan rukun Islam yaitu membayar zakat dan menegakkan hukum Islam yaitu hukuman bagi pencuri yang ukuran standarnya adalah dinar dan dirham.

Ketiga

bahwa uang emas bersifat universal dan dapat diterima oleh setiap manusia karena bahannya adalah emas dan relatif lebih sulit untuk dipalsukan.

Keempat

uang emas dapat digunakan sebagai alat simpanan yang nilainya relatif stabil.

Fungsi Uang Menurut Islam

Dalam ekonomi Islam, fungsi uang yang diakui hanya sebagai alat tukar, medium of exchange, unit of account.

Uang itu sendiri tidak memberikan kegunaan/manfaat, akan tetapi fungsi uanglah yang memberikan kegunaan. Uang menjadi berguna jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu uang tidak bisa menjadi komoditi/barang yang dapat diperdagangkan.3

3Muhaimin, Fungsi Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam

Senada dengan pendapat sebelumnya, Mahbubi Ali menyatakan bahwa dalam Islam uang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Jadi uang adalah sesuatu yang terus mengalir dalam perekonomian, atau lebih dikenal sebagai flow concept

Konsep ini berbeda dengan sistem perekonomian kapitalis, di mana uang dipandang tidak saja sebagai alat tukar yang sah (legal tender ) melainkan juga dipandang sebagai komoditas.4

4Ali, Mahbubi, Konsep Uang dalam Islam,

Menurut al-Ghazali dalam Gamal, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna, yang maksudnya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua barang, atau dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.5

5Gamal, Merza, Fungsi Uang dalam Islam

Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is public goods ). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Di samping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan / penimbunan harta, memonopoli kekayaan. Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali dalam Gamal berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang sementara dari peredaran.Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham, karena mencuri adalah suatu perbuatan dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu yang lebih panjang.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat dinyatakan bahwa dalam perspektif Islam fungsi uang hanya terbatas pada uang sebagai alat tukar barang dan jasa. Islam melarang penumpukan uang dan menjadikan uang sebagai sebuah komuditas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun