Mohon tunggu...
Taufikur Rohman
Taufikur Rohman Mohon Tunggu... Lainnya - Dunia tak lagi sama tak selamanya memihak kita, di saat kita mau berusaha disitulah kebahagiaan akan indah pada waktunya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelajar dan santri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Bisnis yang Diharamkan

17 November 2020   23:50 Diperbarui: 18 November 2020   00:30 4473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Praktik Bisnis yang Terlarang

Bisnis yang dilarang adalah binis yang tidak memenuhi salah satu atau semua syarat- syarat yang ada didalam bisnis yang dibenarkan. Secara umum islam melarang semua bentuk transaksi yang akan menimbulkan kesulitan atau masalah. Dari bisnis yang tidak dihalalkan adalah suatu bisnis yang didalamnya mengandung carakonsumsiyangtidakhalal,melanggarataumerampashakdankekayaanorang lain.Praktek- pratek bisnis yang seharusnya dilakukan setiap manusia, menurut ajaran islam, telah ditentukan batasan batasannya. Oleh karena itu, islam memberikan kategorisasi bisnis yang diperbolehkan (halal) dan bisnis yang dilarang (Haram).

Dalam melakukan transaksi bisnis, seringkali terjadi penyimpangan dari etika bisnis islam, sebagai umat muslim seharusnya itu tidak terjadi dan tidak diperbolehkan.Islam telah membuat kebijakan yang mendorong mengalirnya tabungan ke arah investasi sekaligus untuk mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan tabungan pada hal-hal yang tidak di inginkan dan sia- sia dengan batasan-batasanyangada.Beberapabatasanituantaralainmenimbunuang,riba, dan larangan transaksi kali-bi-kali, gharar(penipuan).
Contoh praktik bisnis yang dilarang,diantaranya yaitu:

1. Penimbunan uang ( money hoarding)

Menurut al- ghazali alasan dasar pelarangan menimbun uang karena tindakan tersebut akan menghilangkan fungsi yang melekat pada uang itu. Sebagaimana disebutkannnya, tujuan dibuat uang adalah agar beredar di

masyarakat sebagai sarana transaksi dan bukan untuk dimonopoli oleh golongan tertentu. Bahkan , dampak terburuk dari praktik menimbun uang adalah inflasi. Menimbun uang sangat tidak dianjurkan dalam alquran. Sebab jelas bahwa kanz sangat merugikan karena mempengaruhi perputaran uang. Dengan dilarangnya penimbunan harta ini ,nilai uang akan lebih stabil dan daya beli masyarakat dapatdipertahankan.

2. Riba

Sebelum kedatangan islam, hal yang paling bias dilakukan dalam pengunaan uang, tabungan yang disimpan masyarakat adalah riba (usury loan) baik untuk perdangangan atau pun konsumsi. Riba pada saat itu, perdangangan sangat membutuhkan modal sehingga menciptakan permintaan akan pinjaman. Pada saat terjadinya utang piutang, kreditur menginginkan pada saat pelunasan uang yang diterima lebih besar dari yang diutangkan.

Hal ini dilakukan pedagang dengan menukarkan barangnya dengan barang yang sama dalam jumlah yang lebih sedikit. Dari sudut pandang kaum quraisy,riba adalah jalan terbaik untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari tabungan yang mereka miliki karena debitur pada saat itu tidak harus berjalan jauh untuk melakukan transaksi sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk itu. 

Mereka akan mendaptakan keuntungan yang lebih besar dari transaksi riba tersebut. Karena modal yang ada hanya terbatas pada kaum Hijaz yang hidupnya nomaden, sementara perdangangan menimbulkan permintaan modal yang tinggi, keuntungan yang mereka peroleh dari transaksi riba inisangat besar. 

Mereka tidak perlu menanggung risiko ketika terjadi kerugian dari perdangangan yang dilakukan debitur. Sekalipun debitur (pedagang) tidak dapat mengembalikan modal yang dipinjamnya, uang kreditur tetap aman karena mereka dapat menjadikanbudak.
Keuntungan lain kreditur, ia tidak perlu mengkhawatirkan keberhasilan atau kegagalan perdangangan yang dijalankan debitur, dan tidakada

kepentingan untuk menangani para debitur. Ia tidak perlu mengaudit pemasukan dan pengeluaran untuk menghitung keuntungan dan bagiannya. Kreditur juga tidak perlu memberikan pelatihan kepada pedagang tentang bagaimana mengelola dan memasarkan produknya. Dengan keuntungan dan kemudahan inilah banyak pemilik modal lebih memilih transaksi dengan riba dalam kerjasamaperdangangannya.
Rasulullah SAW sudah mengutuk riba sejak awal perjalanan dakwahnya dan melarang kaum muslim mengatasi keuntungan dari kegiatan riba ini. 

Selama mengajarkan etika ekonomi dan mengutuk riba, secara perlahan – lahan Rasulullah membatasi penerapan pribadi masyrakat. Rasulullah melarang compound usury ( riba yang diterima secara keseluruhan, biasanya pada waktu jatuh tempo) dan pada akhir tahun hijrahnya rasul, seluruh bentuk riba dan transaksi yang ribawi dilarang. Rasulullah menekankan kepada masyarakat bahwa keuntungan yang didapat dari riba adalah sebuah dosa besar. Akhirnya, riba dihilangkan dari kegiatan ekonomi pada awal periode keislaman.

3. Kali –bi-kali

Dalam hukum islam, transaksi tunai dan kredit dibolehkan. Dalam transaksi tunai , uang dan barang diperuntukan secara silmutan ; sementara dalam transaksi kredit barang diserahkan terlebih dahulu yang diikuti dengan uang pada saat jatuh tempo atau sebaliknya, uang diserahkan terlebih dahulu kemudian barang diserahkan selang beberapa waktu berikutnya. Yang tidak dibolehkan dalam islam adalah uang dan barang diperuntukan selang beberapa waktu setelah kontrak ditandatangani. Praktek ini yang dinamakan kali-bi-kali.

Jika transaksi semacam ini dibenarakan akan timbul pasar emas, perak dan asset berharga lainnya dan sebagai tabungan yang dimilki akan dialokasikan untuk transaksi spekulatif ini dalam hal ini tidak ada nilai tambah untuk perekonomian secara keseluruhan. Pendapatan hanya dinikmati oleh pemilik modal sehingga menciptakan ketidakseimbangan arus uang dan barang.Larangan transaksi ini dengan sendirinya akan mencegah terjadinya

penyimpangan penggunaan tabungan untuk hal- hal selain produksi barang dan jasa. Yaitu mencegah terciptanya pasar uang, seperti halnya mencegah terciptanya loan market dengan menghapuskan riba.

4. Gharar(Penipuan)

Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Menurut bahasa arab, makna al - gharar adalah ,al- khathr (pertaruhan). Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al –gharar adalahyangtidakjelashasilnya,sedangkanmenurutSyaikhAs-sa’di,al–gharar adalah al- mukhatharah (pertaruhan) dan al- jahalah ( ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori perjudian. Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara batil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun