Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Qurutob, Cabai Raksasa dan Ambuyat

23 Januari 2025   08:24 Diperbarui: 23 Januari 2025   08:24 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompot Mas Kasan dan Bu Liliek: dokpri

Petualangan kami di  Dushanbe hari itu benar-benar penuh warna. Setelah mampir ke Museum Nasional , tiba waktunya  untuk mengisi energi dengan mencicipi kuliner tradisional Tajikistan. Tentu saya ini sesuai dengan janji yang disampaikan Nasar pagi tadi, ketika kami memulai petualangan ini.
Dalam perjalanan menuju restoran, kami melihat banyak bendera merah putih hijau menghias tepian jalan. 

Bendera Tajikistan: dokpri
Bendera Tajikistan: dokpri

Tidak lama, kami  tiba di sebuah restoran besar dan cukup terkenal di Dushanbe. Restoran ini menawarkan suasana tradisional Tajik yang autentik, dengan hiasan dinding bermotif khas, lampu gantung besar yang berkilauan, dan babut   indah warna merah putih hijau   yang terhampar di area lesehan.

Kebetulan Pak Iskandar, Bu Mirna, dan Sodiq, memilih duduk satu meja dengan saya. Sementara Mas Kasan, Bu dokter Lilek, Bu dokter Ida dan Maya di meja sebelah serta Mas Agus, Mbak Retha,Pak Eddy dan Pak Yudhi di meja  yang lain.
Nasar, Ibrahim dan para pengemudi duduk di lesehan tidak jauh dari deretan meja.

Kami duduk santai menikmati kebersamaan sambil bersendagurau dan bercengkerama. Setelah lebih sebelas baru bersama-sama, kami sudah sangat akrab dan rasa sungkan mulai terkikis habis.

"Restoran ini besar sekali, ya. Suasananya hangat dan sangat tradisional," ujar Bu Mirna sambil melihat-lihat ke sekeliling.
Tidak lama kemudian, pelayan datang membawa minuman warna kuning keemasan dalam pitcher besar.  Sedangkan masing masing mendapat mangkuk untuk minum.  Ini adalah kompot, minuman  tradisional yang dibuat dari rebusan buah-buahan. Saya langsung mencobanya, rasanya segar dan sangat cocok menghilangkan dahaga. Apalagi setelah sejak pagi banyak berjalan kaki menjelajah kota.  Ternyata Kompot hadir dengan  bermacam rasa dan warna. Namun yang menjadi favorit saya adalah rasa aprikot yang asam-asam manis.

Kompot Mas Kasan dan Bu Liliek: dokpri
Kompot Mas Kasan dan Bu Liliek: dokpri

"Wah, ini rasanya ringan tapi menyegarkan, cocok diminum sebelum makan dan menghilangkan dahaga," kata Pak Iskandar.
Nazar tiba-tiba menghampiri meja dokter Liliek dengan . senyum khas sambil membawa  qurutob, hidangan nasional Tajikistan menjadi bintang utama makan siang kali ini. Saya langsung saja mendekat dan membuat beberapa foto.

Nazar menghidangkan Qurutob: dokpri 
Nazar menghidangkan Qurutob: dokpri 

"Qurutob adalah hidangan yang tidak hanya lezat, tetapi juga mencerminkan kebersamaan dalam budaya kami," jelas Nazar dengan semangat.
Setelah itu, Nasar kembali datang membawa  qurutob ke meja kami.  Sebuah pinggan besar dari kayu warna cokelat bundar diletakkan di tengah meja. Aroma  yogurt asin yang khas segera memenuhi udara. Melihat porsinya yang besar, rasanya kami berempat tidak akan sanggup menuntaskan pinggan ini. Mungkin ini porsi untuk enam atau delapan orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun