Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjadi Orang Aceh di Museum Nasional

18 Januari 2025   20:35 Diperbarui: 18 Januari 2025   20:35 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Museum Nasional, atau yang sering disebut Museum Gajah, adalah salah satu destinasi wisata edukasi terbaik di Jakarta. Berkunjung ke sini menawarkan pengalaman yang mengesankan, dengan berbagai koleksi yang menggambarkan kekayaan budaya Indonesia. Lokasi yang strategis dan fasilitas memadai, seperti parkir bawah tanah, membuat kunjungan semakin nyaman.

Setelah dibuka kembali pada Oktober 2024 lalu, harga tiket mengalami penyesuaian walau masih  terjangkau, hanya Rp25.000 untuk dewasa, Rp15.000 untuk anak-anak, dan untungnya gratis bagi lansia di atas 60 tahun.
Taman Arca : Kembali ke Kejayaan Hindu Buddha

Beranda museum: dokpri 
Beranda museum: dokpri 

Setelah membeli tiket, kami disambut oleh Indra, seorang pemandu ramah yang dengan antusias membawa kami ke ruang terbuka yang dikelilingi tiang dan pilar megah bak istana dari zaman Yunani.  

Arca Bhairawa: dokpri
Arca Bhairawa: dokpri

Di beranda depan taman ini ada sebuah arca besar yang paling menakjubkan. Mas Indra menjelaskan jika ini adalah Arca  Bhairawa yang besar dan megah di ruang tengah. Arca ini adalah representasi dewa dari aliran Tantra, mencerminkan sinkretisme Hindu dan Buddha. Bhairawa digambarkan berdiri di atas mayat dan tengkorak manusia, memegang mangkuk serta pisau bergaya Arab. Ikat pinggangnya dihiasi dengan motif kala dan lonceng khas aliran Tantra. Rambutnya yang dikuncir juga mencirikan ajaran Buddha. Bhairawa memadukan unsur Siwa dalam wujud menyeramkan (ugra) dan simbol Buddha, memberikan gambaran mendalam tentang spiritualitas di masa lalu.

Tinggi nya lebih dari 4 meter dan konon hanya ada dua di dunia. Satu lagi dalam ukuran lebih kecil dapat dilihat nanti di ruangan lain di museum ini.

Kami berjalan melewati lorong di tepian taman arca. Sambil mengagumi arca besar berbentuk lembu di tengah taman, saya melihat deretan ratusan arca besar dan  kecil yang berasal dari zaman Hindu Budha di Nusantara.
Indra juga menjelaskan bahwa arca biasanya terkait dengan fungsi religius atau spiritual, sedangkan patung lebih sering digunakan untuk ekspresi seni atau memperingati tokoh tertentu. Singkatnya di sini kita jadi lebih mengetahui perbedaan antara arca dan patung.

Pameran keris : dokpri 
Pameran keris : dokpri 


Ruang Keris: Menelisik Senjata Tradisional

Selanjutnya, kami mengunjungi ruang keris, tempat tersimpannya koleksi keris dari seluruh nusantara. 

Salah satunya adalah pameran koleksi  keris milik Presiden  Prabowo yang baru saja dipamerkan di museum ini semenjak beliau menjabat Indra juga berbagi cerita tentang keberadaan keris legendaris karya Mpu Gandring , yang disimpan dengan sangat rahasia demi keamanannya. Aura mistis terasa kental di ruangan ini, membawa kami pada suasana adat yang mendalam.  

Gajah raksasa: dokpri 
Gajah raksasa: dokpri 

Ruang Manusia Purba dan Repatriasi

Ruang manusia purba menjadi destinasi berikutnya, menghadirkan koleksi fosil dan artefak yang memberikan gambaran tentang kehidupan manusia di masa prasejarah.
Bahkan dengan kecanggihan AI, kita dapat sejenak berfoto dengan tampilan sebagian makhluk purba di layar besar yang menarik sekaligus menghibur.  
Saya juga sangat tertarik dengan tampilan hewan purba raksasa yang merupakan memo loyang gajah yang ada di Nusantara dengan bekali dna gading yang cantik.

Ruang Repatriasi: dokpri
Ruang Repatriasi: dokpri

Kami kemudian melanjutkan ke ruang repatriasi, yang menyimpan benda-benda bersejarah yang pernah berada di Belanda dan kini telah dikembalikan ke Indonesia. Koleksi ini mencakup keris, pelana dan tongkat Pangeran Diponegoro, simbol perjuangan melawan kolonialisme.

Ganesha: dokpri 
Ganesha: dokpri 

Sayangnya, meski sudah ada larangan, beberapa pengunjung masih diam-diam mengambil foto di ruangan ini, menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat.

Paras Wajah Nusantara: Hiburan Menebak Suku

Paras wajah: dokpri 
Paras wajah: dokpri 

Salah satu atraksi unik di museum ini adalah "Paras Wajah Nusantara." Pengunjung dapat difoto, lalu wajah mereka akan dianalisis untuk menebak asal suku mereka. Saat menunggu antrean yang cukup panjang, saya memperhatikan mayoritas peserta yang mencoba berasal dari etnis Minang atau Bali, sesekali ada pula orang Yogyakarta. Beruntung, di lantai bawah dekat kantin, atraksi ini tersedia lagi dengan antrean lebih singkat. 

Orang Aceh: dokpri 
Orang Aceh: dokpri 

Rasa penasaran membuat saya ikut mencoba, dan hasilnya... saya "ditebak" sebagai orang Aceh! Ha-ha, meskipun ini lebih sebagai hiburan, namun tetap menyenangkan dan membuat pengunjung tersenyum. Dari sini kalau kita naik menyusuri jalan menanjak ke atas kita akan kembali ke jembatan cinta yang menghubungkan gedung- gedung di museum ini.

Asal usul : dokpri
Asal usul : dokpri

Sementara di sudut lain juga ada pameran mengenai tes DNA yang merujuk kepada asal usul orang Indonesia.  Nah tentu saja kalah dengan tes DNA kita akan dapat mengetahui asal usul masing masing dengan lebih tepat dan ilmiah , bukan hanya dengan menebak berdasarkan paras.

Imersiva : dokpri
Imersiva : dokpri

Pertunjukan Imersiva: Budaya dalam 3D

Sekitar pukul 6  sore, kami menonton pertunjukan imersiva, sebuah tayangan budaya nusantara dalam format tiga dimensi. Tiketnya hanya Rp35.000, dan pertunjukan selama 20 menit ini sangat menghibur. Visual yang menarik dipadukan dengan musik tradisional membuat kami seolah terhanyut dalam perjalanan melintasi keindahan budaya Indonesia.

Wajah Baru Museum Nasional

Sayangnya, masih banyak ruang pamer yang belum dibuka akibat kebakaran yang terjadi beberapa waktu lalu. Meski demikian, wajah baru Museum Nasional tetap memancarkan daya tarik yang memukau. Koleksi patung-patung ikonis, seperti Patung Nandi (lembu kendaraan Dewa Siwa), serta berbagai arca Buddha dari abad ke-8 hingga ke-12, menjadi daya tarik utama. Ditambah lagi, Museum Nasional kini semakin ramah pengunjung dengan tiket gratis bagi lansia di atas 60 tahun.

Museum Nasional bukan hanya tempat belajar sejarah, tetapi juga ruang hiburan yang mendidik. Dengan koleksi yang beragam dan aktivitas menarik, tempat ini menjadi pilihan yang sangat direkomendasikan bagi siapa saja yang ingin menyelami kekayaan budaya Indonesia. Jangan lupa, sempatkan mencoba "Paras Wajah Nusantara" dan nikmati suasana santai di kantin lantai bawah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun