Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pesan Moral Berbahasa Jawa di Museum Piramida

2 Januari 2025   20:01 Diperbarui: 2 Januari 2025   20:01 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Museum History of Java, yang berlokasi di Jalan Parangtritis KM 5.5, Bantul, Yogyakarta, adalah destinasi wisata sejarah yang menawarkan pengalaman unik yang menggabungkan  teknologi modern dengan sentuhan sejarah dan  budaya Jawa yang mendalam. Yuk kita ikuti kisahnya.

Perjalanan saya ke museum ini dimulai dengan menaiki ojol dari pusat kota Yogyakarta. Ketika tiba, saya langsung terpesona oleh arsitekturnya yang unik, sebuah bangunan megah berbentuk piramida yang sekilas mirip versi piramida Giza dalam bentuk mini.  Di depan kaki piramida ini, terpampang gagah tulisan "Museum History of Java."

Punakawan: dokpri
Punakawan: dokpri

Keunikan Awal: Nama Museum dan Empat Punakawan
Melewati halamannya yang luas, saya sampai ke museum ini sekitar pukul 9.15 pagi.  Suasana masih sepi, saya hanya melihat dua pengunjung lain yang sedang duduk menunggu museum dibuka.   Sambil menunggu, saya sekedar berjalan-jalan sambil melihat-lihat suasana sekitar.
Di dinding museum di dekat pintu masuk, ada nama museum berhiaskan gambar empat punakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Sosok Punakawan ini seakan menyambut para pengunjung dan mengisyaratkan nilai-nilai kebijaksanaan dan kearifan lokal terkandung dalam budaya Jawa.

AR dan museum : dokpri
AR dan museum : dokpri

Saya merasa bahwa museum ini tidak hanya menawarkan sejarah, tetapi juga menggambarkan filosofi kehidupan Jawa.  
Di sebelahnya ada lagi papan informasi berisi teknis dan langkah langkah menggunakan teknologi AR untuk menghadirkan pengalaman yang lebih realistis ketika berkunjung. "The First indonesian modern museum with IT support," demikian tertulis di dinding itu.
Informasi ini menjelaskan adanya gambar Candi Prambanan dan nekara yang dapat dibuat seakan-akan hidup melalui teknologi ini, membuat sejarah terasa lebih hidup dan nyata. Melalui AR, pengunjung dapat melihat bagaimana candi dibangun atau mendalami fungsi nekara dalam kehidupan masa lampau.

Pesan bahasa Jawa: dokpri
Pesan bahasa Jawa: dokpri

Pesan Moral dalam Tulisan berbahasa Jawa
Masih di dinding ini,  saya menemukan sebuah papan dengan tulisan berbahasa Jawa yang penuh makna. Tulisan ini memberikan pesan moral mendalam, mengingatkan pengunjung untuk menjalani hidup dengan nilai-nilai luhur.
"Ayo padha diwaca, luur apik banget.
Manungsa kuwi dititah padha,
nanging yen masalah banda, dijatah beda.
mula manungsa iku, wajibe mung upaya karo ndonga.
Entuk rejeki sepira, atine sing nrima. ora usah meri, karo kanca.
sa padha-padha. akeh wong stres, mergo uripe ora beres.
rina wengi mung mburu donya, njur lali karo agama.
aja padha nggresula, mundhak gelis tuwa.
Wong yen nrima, uripe dawa. wong sulaya, uripe rekasa.
wong sing sabar, rejekine bakal jamber.
wong yen ngalah, uripe bakal barokah.
sapa sing jujur, uripe bakal makmur.
Sapa sing tlaten, tembe mburi bakal panen.
wong sing sombong, amale bakal kobong.
zamane wis zaman tuwa, aja mbalela marang agama.
wis angel ditata tuntunan agama.
Senenenge malah padha gawa dosa, tumindake nista
saben dina padha ora krasa.
Suwung, sitik-sitik ora ketara, suwe-suwe dadi cetha.
saben wayahe wong tumindak dosa, dilakoni saben dina.
dosa kadang-kadang ora krasa.
Kesalahan wis kulina, sing padha ati-ati lan waspada.
menawa sirna, ngobrol karo kanca.
rasani langga, ngeloni kang duwe lya.
kadang ra rumangsa, awake gawe dosa.
Mumpung durung telat, enggal-enggal padha tobat.
mumpung ning akherat, sirah mbesok nampak azab.
mumpung dosa sepele kang ora dirasakake,
ning akhire kabeh akibat marang awake dhewe.
Mumpung isih urip, ngibadhaha kanthi tertib.
elinga yen wes mati, ora bakal isa bali.
mumpung isih waras, ibadhaha kanthi ikhlas.
mumpung isih longgar, ibadhaha kanthi sabar.
Ngelingana yen wes lara, ora bisa apa-apa.
ngelingana yen wes mati, ora bakal isa ambal bali."

Di bagian bawah ada tulisan Ngayogyakarto, 8 Juli 2019 dan juga tanda tangan lengkap dengan nama Koh Hwat.   Saya sendiri sempat bertanya dalam hati siapakah sosok Koh Hwat ini?

Awal Perjalanan: Menonton Film Dokumenter Prasejarah

Kunjungan dimulai dengan menyaksikan sebuah film dokumenter yang membawa pengunjung kembali ke zaman prasejarah Pulau Jawa. Film ini menggambarkan bagaimana daratan Jawa terbentuk jutaan tahun lalu, evolusi flora dan fauna, serta kehidupan manusia purba. Dengan penjelasan yang mudah dipahami dan visual yang memukau, film ini memberikan konteks sejarah yang kuat sebelum menjelajahi pameran lainnya.

Nonton film: dokpri
Nonton film: dokpri

Eksibisi Sejarah dan Budaya Jawa
Setelah menonton film, saya  diajak menjelajahi berbagai eksibisi yang menampilkan beragam aspek sejarah dan budaya Jawa.
Saya mengembara dalam lorong-lorong yang berisi arti gak dna penjelasan singkat namun jelas dan mendalam mengenali perjalanan sejarah pulau Jawa sejak dahulu hingga kini.

Lintasan sejarah Jawa: dokpri
Lintasan sejarah Jawa: dokpri

Ada beberapa yang menarik perhatian saya seperti penjelasan mengenai agama Kapitayan yang dianut penduduk pulau Jawa sebelum datangnya agama-agama baik Hindu, Buddha, hingga Islam.
Berbagai lintasan sejarah dapat dibaca kembali sejak berbagai dinasti hingga  era Majapahit dan juga Mataram Islam.  

Gamelan: dokpri
Gamelan: dokpri

Yang sangat jelas dan  runtun  disajikan adalah proses terbentuknya kesultanan Yogyakarta dan Surakarta serta pecahan yaitu Mangkunegaran dan Pakualaman.
Selain itu juga ada penjelasan yang cukup mendalam mengenai wayang, topeng dan batik yang merupakan warisan budaya.  Bahkan juga ada ruangan khusus mengenai Kraton dan juga tokoh-tokohnya.
Salah satu penjelasan yang menarik adalah tentang tarian klasik Jawa seperti perubahan jumlah penari Bedhaya dari 7 menjadi 9 sehubungan dengan datang nya Islam.

Tari Bedhaya: dokpri
Tari Bedhaya: dokpri

Bahkan saya juga sempat berfoto dengan latar belakang deretan tokoh tokoh wayang di dekat pameran tentang Kraton.  

Diorama: dokpri
Diorama: dokpri

Perjalanan selanjutnya di museum ini adalah menyaksikan sebuah film 3 D tentang dinosaurus. Walau kadang agak sulit ditarik benang merah antara dinosaurus dan sejarah pulau Jawa, tetapi tetap saja sangat menarik.
Acara terakhir di museum adalah mampir ke ruang diorama yang juga sangat cantik menampilkan diorama dengan tema Matraman.
Di sini kita bisa berfoto dan bahkan juga ada busana tradisional yang bisa dipinjam.

Replika Malioboro: dokpri
Replika Malioboro: dokpri

Dari ruang diorama ini, kunjungan  resmi di museum berakhir, namun ketika diantar melewati pintu keluar, saya disajikan dengan replika jalan Malioboro yang cantik.  
Tidak terasa, sah-sah satu setengah jam lebih saya berada di museum ini.  
Mengakhiri Kunjungan dengan Refleksi

Mengunjungi Museum History of Java adalah perjalanan lintas waktu yang mengesankan. Dengan kombinasi teknologi modern dan pameran budaya, museum ini berhasil menyajikan sejarah Pulau Jawa secara menarik dan menyeluruh.

Museum ini sangat cocok untuk wisata keluarga, pelajar, atau siapa pun yang ingin lebih memahami kekayaan sejarah dan budaya Jawa. Jangan lupa untuk menyempatkan waktu berfoto di luar bangunan museum yang berbentuk piramida unik, bahkan ada yang bilang kalau piramida ini juga simbol gunungan dalam wayang?

Namun saya masih penasaran dengan makna tulisan berbahasa Jawa yang ada di pintu masuk.

Ternyata ini adalah maknanya dalam bahasa Indonesia :

"Ayo baca, sangat bagus.
Manusia itu sama derajatnya, tetapi jika membahas harta benda, pasti berbeda. Oleh karena itu, manusia harus berusaha dan berdoa.
Untuk rejeki yang sedikit, hati harus menerima. Jangan iri pada orang lain.
Sesama manusia itu sama. Jika hati tenang, hidup akan beres.
Jangan hanya mengejar dunia, tetapi jangan lupa akhirat.
Jangan suka marah-marah, nanti cepat tua.
Orang yang menerima, hidupnya damai, akan selamat.
Orang yang sabar, rejekinya akan melimpah.
Orang yang mengalah, hidupnya penuh berkah.
Siapa yang jujur, hidupnya akan makmur.
Siapa yang rajin, nanti akan memanen hasilnya.
Siapa yang sombong, amalnya akan hangus.
Zaman itu berubah-ubah, tetapi amal baik tetaplah dijaga.
Yang buruk akan selalu diingat dalam agama.
Kesenangan dunia kadang membawa dosa, melakukan dosa pasti akan terasa.
Kesalahan itu biasa, manusia itu tak luput dari dosa.
Maka saling mengingatkanlah, jangan hanya diam.
Kadang lupa diri, justru merugikan orang lain.
Maka, lebih baik sadar sebelum terlambat dan bertobat.
Siapa yang lalai, akan menyesal di kemudian hari.
Siapa yang sombong, akan celaka.
Manfaatkan waktu hidupmu untuk ibadah yang teratur.
Jika ingat mati, jangan hanya takut, tetapi siap.
Jika sakit, jangan mengeluh, tetapi bersabar.
Akhirnya, siapa pun dan apa pun dirimu, jangan merasa lebih dari orang lain."

Tulisan ini berisi pesan moral yang penuh makna, menekankan pentingnya hidup yang bersahaja, sabar, jujur, dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dengan menjiwai makna tulisan ini, Saya merasa museum ini adalah jendela untuk memahami warisan budaya Jawa yang lengkap dan sarat dengan pesan moral yang mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun