Di sepanjang perjalanan, kendaraan sesekali berhenti di tepian sungai Panj. Airnya jernih, mengalir deras di antara tebing-tebing curam. Di sisi lain sungai, Afghanistan terlihat begitu dekat, dengan desa-desa kecil dan jalan setapak yang sederhana. Rasanya seperti menengok dunia lain dari balik jendela.
Setelah pukul 18.00, kami tiba di Vanch, sebuah wilayah di mana proyek pembangunan jalan  sedang berlangsung. Jalan yang masih dalam tahap pengerjaan dipenuhi alat-alat berat, debu, dan kerumunan kendaraan yang menunggu giliran untuk lewat. Rupanya, ada pembatasan lalu lintas berdasarkan jadwal tertentu, yang membuat kami harus berhenti cukup lama.
Selama menunggu, suasana tetap hidup dengan suara mesin alat berat dan aktivitas pekerja yang terlihat sibuk. Proyek ini adalah bagian dari upaya Tajikistan untuk meningkatkan infrastruktur, terutama di wilayah terpencil seperti GBAO.
Perjalanan berlanjut melewati jalan yang sempit, berliku, dan penuh debu. Setiap tikungan membawa tantangan tersendiri, mulai dari jalan yang longsor hingga lubang besar yang harus dilalui dengan hati-hati.
Pada salah satu tikungan, kami melihat sebuah terowongan besar yang sedang dibangun. Ada petunjuk  bertuliskan aksara kanji menunjukkan bahwa proyek ini dikerjakan oleh perusahaan Tiongkok sebagai bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (OBOR). Kehadiran Tiongkok di Tajikistan terlihat jelas melalui proyek-proyek infrastruktur besar seperti ini.
Supir kami, Ibrahim, dengan percaya diri memutuskan untuk memasuki terowongan tersebut, meskipun terdapat tanda larangan masuk. Menurutnya, terowongan ini sudah cukup aman dan dapat mempersingkat waktu perjalanan kami.
Awalnya, jalan di dalam terowongan cukup baik, dengan penerangan yang memadai. Namun, setelah menempuh sekitar 2--3 kilometer, kami mulai menghadapi tantangan. Jalan  yang belum selesai dikerjakan menjadi semakin buruk, dengan alat berat yang terparkir di sepanjang jalan dan lubang besar yang hanya dapat dilewati kendaraan roda tinggi.
Ketika kami sampai di ujung terowongan, ternyata jalur tersebut buntu. Meskipun di peta terlihat jarak ke jalan utama sangat dekat, kenyataannya terowongan ini belum tembus alis belum selesai dibangun.
Dengan hati-hati, Ibrahim memutar balik mobil dan membawa kami kembali melalui jalur lama. Pengalaman ini menegangkan, tetapi menjadi cerita seru untuk dikenang.