Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PPN 11 jadi 12 Persen Bukan Naik 1 Persen Loh!

23 Desember 2024   14:51 Diperbarui: 23 Desember 2024   14:51 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika pemerintah mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, banyak masyarakat mungkin menganggap bahwa ini hanya kenaikan kecil sebesar 1%. 

Namun, pandangan ini kurang tepat. Faktanya, kenaikan ini berdampak signifikan terhadap jumlah pajak yang kita bayarkan, yang sebenarnya hampir meningkat 10%. Mari kita kupas bagaimana perhitungan ini terjadi dan mengapa kebijakan ini bisa menjadi kontra produktif, terutama saat daya beli masyarakat sedang melemah.

Mengapa Naik 1% Itu Tidak Sama dengan Kenaikan 1%?

Dengan sedikit perhitungan matematika kita bisa mendapatkan angka kenaikan yang sebenarnya. Ini lah contohnya ; Untuk memahami dampaknya, kita perlu melihat lebih dalam ke perhitungan sederhana:

1.PPN 11%
Jika harga barang sebelum pajak adalah Rp100.000, maka pajak yang dikenakan dengan PPN 11% adalah:
100.000 x 11% = Rp11.000
Total yang harus dibayar konsumen: Rp111.000

2.PPN 12%
Dengan kenaikan PPN menjadi 12%, pajak yang dikenakan adalah:
100.000 x 12% = Rp12.000
Total yang harus dibayar konsumen: Rp112.000

Selisih antara PPN 11% dan 12% adalah Rp1.000. Jika kita bandingkan dari jumlah pajak yang dibayarkan:
((12.000 - 11.000) / 11.000) x 100% = 9,09%

Jadi, sebenarnya kenaikan dari 11% ke 12% bukan hanya 1%, melainkan hampir 10% dari total pajak yang dibayarkan konsumen! Hal ini berarti masyarakat harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk barang yang sama.

Dampak Kenaikan PPN terhadap Masyarakat dan Ekonomi

Kenaikan PPN selalu memengaruhi daya beli masyarakat karena pajak ini langsung membebani konsumen. Ketika harga barang dan jasa naik akibat pajak yang lebih tinggi, masyarakat dengan pendapatan rendah dan menengah akan merasakan dampaknya secara signifikan. Beberapa dampak yang bisa terjadi adalah:

1.Penurunan Konsumsi
Kenaikan harga akibat pajak menyebabkan konsumen mengurangi pembelian barang dan jasa, terutama barang non-esensial. Penurunan konsumsi ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi karena konsumsi rumah tangga merupakan salah satu komponen utama dalam Produk Domestik Bruto (PDB).

2.Inflasi
PPN yang lebih tinggi akan meningkatkan harga barang dan jasa, yang dapat mendorong inflasi. Dengan daya beli masyarakat yang sudah lemah, kenaikan inflasi hanya akan memperburuk situasi.

3.Beban untuk Bisnis Kecil
Bisnis kecil yang bergantung pada konsumsi domestik akan mengalami kesulitan karena pelanggan mungkin mengurangi pengeluaran. Ini bisa menyebabkan penurunan pendapatan, PHK, atau bahkan penutupan usaha.

Belajar dari Negara Lain: Menurunkan PPN untuk Mendukung Ekonomi
Kebijakan menaikkan PPN di saat daya beli masyarakat sedang lemah ini bertolak belakang dengan apa yang dilakukan beberapa negara lain. Beberapa negara justru memilih menurunkan PPN sebagai langkah untuk mendukung perekonomian.

Jerman
Selama pandemi COVID-19, pemerintah Jerman menurunkan PPN dari 19% menjadi 16% untuk barang umum, dan dari 7% menjadi 5% untuk barang kebutuhan pokok. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban konsumen dan mendorong konsumsi, sehingga roda ekonomi tetap berputar.

Inggris
Pada periode yang sama, Inggris juga menurunkan PPN untuk sektor perhotelan dan pariwisata dari 20% menjadi 5%. Langkah ini dilakukan untuk mendukung industri yang terkena dampak pandemi dan mendorong konsumsi di sektor tersebut.

Turki
Turki mengambil langkah proaktif dengan menurunkan PPN pada barang-barang tertentu seperti kebutuhan rumah tangga untuk mendorong daya beli masyarakat.

Vietnam :  
Pemerintah Vietnam telah menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 8%. Kebijakan ini pertama kali diterapkan pada tahun 2022 untuk mendukung produksi dan mendorong konsumsi masyarakat pasca-pandemi Covid-19. Baru-baru ini, Majelis Nasional Vietnam menyetujui perpanjangan pengurangan tarif PPN ini hingga akhir Juni 2025.
Kementerian Keuangan Vietnam memperkirakan bahwa penurunan tarif PPN ini akan mengurangi pendapatan anggaran negara sekitar 26,1 triliun dong Vietnam (setara dengan sekitar Rp16,38 triliun) pada paruh pertama 2025. Meskipun demikian, kebijakan ini diharapkan dapat mendorong produksi dan bisnis, yang pada akhirnya akan menciptakan pendapatan bagi negara.
Kebijakan penurunan tarif PPN di Vietnam telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian. Pada tahun 2022, penurunan PPN mencapai 51,4 triliun dong Vietnam, yang berkontribusi pada peningkatan konsumsi domestik. Total penjualan eceran barang dan jasa meningkat sebesar 19,8 persen pada tahun tersebut dibandingkan tahun 2021. Sementara itu, penurunan tarif PPN pada paruh kedua 2023 mencapai 23,4 triliun dong Vietnam, dengan total penjualan eceran barang dan jasa meningkat sebesar 9,6 persen pada 2023.

Pakar ekonomi Dinh Trong Thinh menyatakan bahwa perpanjangan tarif PPN 8 persen hingga pertengahan 2025 diharapkan dapat mendukung produksi dan bisnis dengan menurunkan biaya barang dan jasa di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi.

Selain itu, Vietnam diprediksi akan mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara negara-negara berkembang di Asia Tenggara. Prediksi terbaru dari Bank Dunia menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Vietnam akan mencapai 6,1 persen pada akhir 2024 dan 6,5 persen pada 2025, meningkat dari 5 persen pada 2023.

Dengan menurunkan tarif PPN, Vietnam berharap dapat merangsang konsumsi domestik, mendukung produksi dan bisnis, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Mengapa Kenaikan PPN Saat Ini Tidak Tepat?

1.Daya Beli Lemah
Indonesia sedang menghadapi tantangan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi. Kenaikan PPN hanya akan memperburuk situasi ini, terutama bagi golongan masyarakat berpendapatan rendah yang sebagian besar penghasilannya digunakan untuk konsumsi.

2.Ketimpangan Ekonomi
Kenaikan PPN lebih berdampak pada masyarakat bawah karena mereka menghabiskan proporsi pendapatan yang lebih besar untuk konsumsi dibandingkan golongan masyarakat atas. Dengan demikian, kebijakan ini bisa memperlebar ketimpangan ekonomi.

3.Kurangnya Fokus pada Optimalisasi Pajak Lain
Daripada menaikkan PPN, pemerintah seharusnya fokus pada optimalisasi penerimaan dari sektor pajak lain, seperti pajak penghasilan atau pajak perusahaan, terutama pada kelompok yang belum taat pajak.

Apa Alternatifnya?
Alih-alih menaikkan PPN, beberapa langkah lain yang bisa diambil pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat :

Penerapan Pajak Progresif
Mengoptimalkan penerapan pajak progresif yang lebih adil untuk masyarakat berpenghasilan tinggi atau korporasi besar.
Seharusnya golongan pendapat tinggi mendapatkan prosesnya di pajak yang lebih besar lagi dibandingkan yang sekarang ini. Hal seperti ini terjadi di negara negara yang sudah maju dan baik pemerataan sosialnya.

Subsidi Terarah
Menyediakan subsidi langsung untuk kelompok rentan agar daya beli mereka tetap terjaga, terutama pada kebutuhan pokok seperti makanan, kesehatan, dan pendidikan.

Kesimpulan: Menimbang Ulang Kebijakan PPN
Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mungkin terlihat kecil, tetapi dampaknya sangat besar. Ini adalah kenaikan hampir 10% dari pajak yang kita bayarkan, dan akan memberatkan masyarakat serta melemahkan konsumsi domestik.

Melihat pengalaman negara lain yang justru menurunkan PPN untuk merangsang perekonomian, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan kembali kebijakan ini. Saat daya beli masyarakat melemah, langkah yang lebih bijaksana adalah meringankan beban mereka, bukan menambahnya. Jika kebijakan ini tidak dikaji ulang, kita berisiko menghadapi pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dan ketimpangan sosial yang semakin besar.
Akhirnya, pertanyaan yang perlu dijawab adalah: Apakah benar menaikkan PPN merupakan solusi terbaik untuk meningkatkan pendapatan negara, atau justru hanya menjadi beban tambahan bagi masyarakat yang sedang berjuang?  
Alih alih menaikkan PPN bukankah lebih baik menuakan penghasilan tidak kena pajak? Sudah pasti banyak masyarakat berpenghasilan kecil yang tertolong .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun