1.Penurunan Konsumsi
Kenaikan harga akibat pajak menyebabkan konsumen mengurangi pembelian barang dan jasa, terutama barang non-esensial. Penurunan konsumsi ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi karena konsumsi rumah tangga merupakan salah satu komponen utama dalam Produk Domestik Bruto (PDB).
2.Inflasi
PPN yang lebih tinggi akan meningkatkan harga barang dan jasa, yang dapat mendorong inflasi. Dengan daya beli masyarakat yang sudah lemah, kenaikan inflasi hanya akan memperburuk situasi.
3.Beban untuk Bisnis Kecil
Bisnis kecil yang bergantung pada konsumsi domestik akan mengalami kesulitan karena pelanggan mungkin mengurangi pengeluaran. Ini bisa menyebabkan penurunan pendapatan, PHK, atau bahkan penutupan usaha.
Belajar dari Negara Lain: Menurunkan PPN untuk Mendukung Ekonomi
Kebijakan menaikkan PPN di saat daya beli masyarakat sedang lemah ini bertolak belakang dengan apa yang dilakukan beberapa negara lain. Beberapa negara justru memilih menurunkan PPN sebagai langkah untuk mendukung perekonomian.
Jerman
Selama pandemi COVID-19, pemerintah Jerman menurunkan PPN dari 19% menjadi 16% untuk barang umum, dan dari 7% menjadi 5% untuk barang kebutuhan pokok. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban konsumen dan mendorong konsumsi, sehingga roda ekonomi tetap berputar.
Inggris
Pada periode yang sama, Inggris juga menurunkan PPN untuk sektor perhotelan dan pariwisata dari 20% menjadi 5%. Langkah ini dilakukan untuk mendukung industri yang terkena dampak pandemi dan mendorong konsumsi di sektor tersebut.
Turki
Turki mengambil langkah proaktif dengan menurunkan PPN pada barang-barang tertentu seperti kebutuhan rumah tangga untuk mendorong daya beli masyarakat.
Vietnam : Â
Pemerintah Vietnam telah menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 8%. Kebijakan ini pertama kali diterapkan pada tahun 2022 untuk mendukung produksi dan mendorong konsumsi masyarakat pasca-pandemi Covid-19. Baru-baru ini, Majelis Nasional Vietnam menyetujui perpanjangan pengurangan tarif PPN ini hingga akhir Juni 2025.
Kementerian Keuangan Vietnam memperkirakan bahwa penurunan tarif PPN ini akan mengurangi pendapatan anggaran negara sekitar 26,1 triliun dong Vietnam (setara dengan sekitar Rp16,38 triliun) pada paruh pertama 2025. Meskipun demikian, kebijakan ini diharapkan dapat mendorong produksi dan bisnis, yang pada akhirnya akan menciptakan pendapatan bagi negara.
Kebijakan penurunan tarif PPN di Vietnam telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian. Pada tahun 2022, penurunan PPN mencapai 51,4 triliun dong Vietnam, yang berkontribusi pada peningkatan konsumsi domestik. Total penjualan eceran barang dan jasa meningkat sebesar 19,8 persen pada tahun tersebut dibandingkan tahun 2021. Sementara itu, penurunan tarif PPN pada paruh kedua 2023 mencapai 23,4 triliun dong Vietnam, dengan total penjualan eceran barang dan jasa meningkat sebesar 9,6 persen pada 2023.
Pakar ekonomi Dinh Trong Thinh menyatakan bahwa perpanjangan tarif PPN 8 persen hingga pertengahan 2025 diharapkan dapat mendukung produksi dan bisnis dengan menurunkan biaya barang dan jasa di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi.
Selain itu, Vietnam diprediksi akan mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara negara-negara berkembang di Asia Tenggara. Prediksi terbaru dari Bank Dunia menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Vietnam akan mencapai 6,1 persen pada akhir 2024 dan 6,5 persen pada 2025, meningkat dari 5 persen pada 2023.
Dengan menurunkan tarif PPN, Vietnam berharap dapat merangsang konsumsi domestik, mendukung produksi dan bisnis, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.