Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Apa di Balik Sayembara 8 Milyar Harun Masiku

29 November 2024   23:59 Diperbarui: 30 November 2024   06:44 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langkah Maruarar Sirait untuk menawarkan hadiah Rp 8 miliar demi menemukan Harun Masiku, buron kasus korupsi yang telah menghilang sejak 2020, menarik perhatian publik. Selain unik, langkah ini juga menjadi kritik terhadap lemahnya penegakan hukum, khususnya dalam kasus korupsi di Indonesia. Tapi, apakah cara ini benar-benar efektif? Atau justru menunjukkan betapa rapuhnya sistem hukum kita?

Harun Masiku: Simbol Masalah Lama

Harun Masiku bukan sekadar buronan biasa. Kasusnya mencuat saat ia diduga terlibat dalam suap pergantian antarwaktu anggota DPR dari PDIP. Meski sudah dinyatakan buron sejak Januari 2020, keberadaannya tetap misterius hingga hari ini. Banyak yang bertanya-tanya, bagaimana seorang tokoh dalam kasus besar bisa lolos dari radar penegak hukum selama bertahun-tahun?

Kasus ini menjadi semacam simbol bagaimana sistem penegakan hukum kita sering kali "melempem" di depan kasus-kasus besar yang melibatkan tokoh politik. Kritik terhadap aparat hukum, termasuk KPK, pun tak terhindarkan. Apalagi, KPK yang dulunya dianggap sebagai lembaga paling bersih kini kerap diterpa isu pelemahan institusi.

Sayembara Maruarar: Langkah Positif atau Sindiran?
Sayembara Rp 8 miliar yang digagas Maruarar Sirait jelas mencuri perhatian. Selain menunjukkan komitmen pribadi dalam mendukung penegakan hukum, ini juga bisa dibaca sebagai sindiran keras terhadap sistem yang selama ini gagal menemukan Harun Masiku. Dalam sebuah pernyataan, Maruarar bahkan menanyakan, "Kenapa sih Harun Masiku bisa menghilang? 

Siapa yang menghilangkan?"

Langkah ini punya dua sisi. Di satu sisi, ini bisa menjadi dorongan moral, baik untuk masyarakat maupun aparat hukum. Namun, di sisi lain, langkah seperti ini juga membuka ruang diskusi tentang kenapa aparat negara harus dibantu dengan inisiatif seperti ini. Haruskah kita menggantungkan harapan pada sayembara, alih-alih memperbaiki sistem penegakan hukum?

Korupsi di Indonesia: Sebuah Fenomena Sistemik

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi yang masih tinggi. Data dari Transparency International menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan, skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia masih jauh dari ideal. Korupsi telah menjadi persoalan sistemik yang melibatkan berbagai kalangan, mulai dari pejabat daerah hingga elite nasional.

Kasus seperti Harun Masiku hanyalah puncak gunung es. Di baliknya, ada banyak kasus lain yang menunjukkan pola serupa: buronan sulit ditangkap, proses hukum yang berlarut-larut, hingga hukuman yang dianggap terlalu ringan. Semua ini membuat publik semakin skeptis terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.

Apa yang Harus Dibenahi?

1.Penguatan Aparat Penegak Hukum:
Lembaga seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan harus diperkuat, baik secara wewenang maupun sumber daya. Pelemahan KPK lewat revisi undang-undang beberapa tahun lalu, misalnya, dianggap sebagai langkah mundur dalam pemberantasan korupsi.

2.Kerja Sama Internasional:
Mengingat Harun Masiku diduga kabur ke luar negeri, kerja sama internasional menjadi kunci. Indonesia harus lebih aktif dalam menggunakan instrumen seperti Interpol untuk menangkap buronan.

3.Peningkatan Transparansi:

Publik sering kali merasa penegakan hukum di Indonesia kurang transparan. Memberikan akses lebih besar kepada masyarakat untuk memantau kasus-kasus besar bisa menjadi salah satu solusi.

4.Penegakan Hukum yang Adil dan Konsisten:
Tidak boleh ada tebang pilih dalam menangani kasus korupsi. Selama ini, banyak kritik bahwa hanya "koruptor kecil" yang dihukum berat, sementara tokoh besar sering kali lolos.

Sayembara sebagai Pencetus Diskusi
Sayembara Maruarar Sirait mungkin tidak langsung membuahkan hasil, tetapi langkah ini berhasil membuka diskusi lebih luas tentang penegakan hukum di Indonesia. Publik mulai bertanya: apa sebenarnya yang salah dengan sistem kita?

 Kenapa kasus sebesar Harun Masiku seperti jalan di tempat?

Dalam konteks ini, Maruarar tampaknya ingin mengingatkan bahwa politik seharusnya "suci" dan berfungsi untuk membela kebenaran serta membongkar kebobrokan sistem. Meski terkesan idealis, pesan ini penting di tengah krisis kepercayaan terhadap penegakan hukum.

Kesimpulan: Harapan di Tengah Pesimisme

Sayembara Rp 8 miliar dari Maruarar Sirait adalah langkah berani yang mengundang berbagai tanggapan. Di satu sisi, ini menunjukkan kepedulian individu terhadap keadilan. Namun di sisi lain, langkah ini juga menjadi pengingat bahwa ada banyak hal yang perlu diperbaiki dalam sistem hukum kita.

Korupsi di Indonesia adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi menyeluruh, dari penguatan lembaga hukum hingga peningkatan partisipasi publik. Jika sayembara ini bisa memicu diskusi dan mendorong perubahan positif, maka itu adalah langkah kecil menuju perbaikan besar. 

Semoga kasus Harun Masiku, dan kasus-kasus serupa lainnya, bisa menjadi pelajaran penting untuk mewujudkan sistem hukum yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun