Saya adalah anak atau bahkan dapat disebut Bapak  kereta karena sepanjang ingatan saya, perjalanan pertama saya dengan kereta jarak jauh adalah dari Stasiun Gambir ke Stasiun  Tugu Yogyakarta  pada 1976. Ongkosnya pada saat itu sekitar Rp. 2,200 saja.
Sejak saat itu hingga kini, berbagai jenis kereta dari yang paling sederhana dan pelan, hingga  mewah dan cepat sudah pernah saya coba di berbagai negara.
Namun kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman naik kereta yang ongkosnya sangat terjangkau yaitu kereta Begawan.
Kereta  yang melayani rute Pasar Senen  Purwosari  ternyata menjadi pilihan yang sangat populer, terbukti dengan tiketnya yang harus dipesan jauh hari. Walau, pun begitu, dengan  tarif yang terjangkau, suasana merakyat, dan ketepatan waktu yang handal, terbukti  kereta ini menghadirkan pengalaman perjalanan yang menyenangkan bagi banyak orang.
Harga Murah, Pelayanan Tidak Murahan
Saat membandingkan harga tiket Kereta Api Bengawan dengan moda transportasi lainnya, Anda akan langsung menyadari bahwa pilihan ini sangat bersahabat bagi kantong rakyat kecil. Dengan harga yang sangat terjangkau, hanya sekitar Rp74.000 untuk perjalanan jauh, kereta ini benar-benar dirancang untuk menjangkau masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi. Ini menjadi salah satu upaya nyata PT Kereta Api Indonesia (KAI) dalam menyediakan transportasi massal yang dapat diakses oleh seluruh rakyat Indonesia. Bagi mereka yang telah mencatat usia lebih 60 tahun, dapat menikmati harga reduksi, yaitu cukup Rp. 60.000 saja. Â
Kereta Api Bengawan menjadi solusi yang bukan hanya menawarkan harga terjangkau, melainkan juga cukup nyaman untuk perjalanan jarak jauh. Bahkan dengan harga tiket yang rendah, kualitas pelayanan tetap diprioritaskan. Meski fasilitas di dalam kereta sederhana, kebersihannya tetap terjaga. Penumpang dapat menikmati perjalanan yang aman dan menyenangkan tanpa harus mengorbankan kenyamanan.
Bahkan kehadiran teknologi mutakhir juga kian memudahkan pelanggan, seperti Face Recognition yang sudah hadir di beberapa stasiun termasuk Bekasi dan Lempuyangan.
Suasana Merakyat: Obrolan Hangat di Sepanjang Perjalanan
Salah satu hal yang paling menyenangkan dari naik kereta Bengawan adalah suasana merakyat yang terasa begitu kental. Di dalam gerbong, penumpang yang datang dari berbagai kalangan, mulai dari pekerja, pelajar, mahasiswa, hingga petani dan pedagang, berbaur satu sama lain. Perjalanan yang cukup panjang memberikan kesempatan untuk terlibat dalam percakapan hangat dengan sesama penumpang.
Menariknya lagi adalah sekelompok lelaki usia lanjut yang duduk tidak jauh dari saya. Semuanya berusia lebih dari tujuh puluh tahun dan berbicara dalam bahasa Jawa. Â Ketika menegur saya pun salah seorang lelaki tua itu menggunakan bahasa Jawa Kromo Inggil menanyakan stasiun tujuan saya. Saya langsung menjawab dengan mantap: Lempuyangan.
Penumpang lainnya, seorang lelaki berusia sekitar 55 tahunan juga bercerita tentang putrinya yang baru saja gagal sidang ujian akhir di salah satu universitas di Cikarang.  Alasannya karena mengalami patah hati dengan kekasihnya.  Dia bercerita hal ini sambil mentraktir saya segelas teh hangat yang dipesan melalui  pramugari yang lewat menawarkan makanan dan minuman. Â
Masih di tempat duduk di seberang, sekelompok pemuda tampak asyik berbicara. Rupanya mereka akan turun di Purwokerto dan kemudian melanjutkan perjalanan untuk mendaki gunung. Â
Naik kereta yang tempat duduknya saling berhadapan ini memang jauh lebih mengasyikkan dibandingkan kereta yang duduknya satu arah.
Banyak cerita yang bisa didengar dari mereka yang melakukan perjalanan jauh ini. Beberapa mungkin menceritakan kehidupan sehari-hari mereka, atau sekadar berbagi cerita ringan tentang pengalaman bepergian. Kereta ini tidak hanya menjadi alat transportasi, tetapi juga ruang sosial di mana masyarakat dengan berbagai latar belakang bisa saling mengenal. Suasana akrab ini membuat perjalanan terasa lebih singkat, meskipun jarak antara Bekasi dan Lempuyangan bisa memakan waktu hampir  delapan jam, alias 7 jam 57 menit.
Menurut pendapat saya, inilah Indonesia yang sebenarnya.  Sekilas pengalaman ini mengingatkan saya  perjalanan  naik kereta antara Tashkent dan Almaty yang melintas garis batas selama lebih 17 jam. Perjalanan  yang penuh dengan  keramahan dan kehangatan rakyat Uzbekistan dan Kazakhstan.
Tepat Waktu dan Stasiun-Stasiun yang Dilewati
Kereta Bengawan memiliki reputasi sebagai salah satu kereta yang cukup tepat waktu. Waktu tempuh rata-rata dari Bekasi menuju Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta sekitar 8-9 jam, tergantung kondisi di jalur. Meskipun menempuh jarak yang cukup panjang, kereta ini tetap menjaga ketepatan waktu tiba di setiap stasiun pemberhentian.
Rute awal dan akhir Keretav
 Bengawan ini  adalah Pasar Senen Purwosari, walau saya sendiri naik dari Bekasi dan turun di Lempuyangan, Yogyakarta. Â
Selama perjalanan dari Bekasi ke Lempuyangan, Â kereta Bengawan melewati sejumlah stasiun seperti Cikarang, Karawang ,Cirebon Prujakan, Purwokerto, Kebumen, Kutoarjo, dan Wates sebelum akhirnya sampai di Lempuyangan. Â Lelaki yang mentraktir teh hangat itu kebetulan turun di Stasiun Kroya.
Walau beberapa kali sempat disusul oleh kereta api eksekutif kelas Argo, Kerta Bengawan termasuk cepat dan yang penting adalah tepat waktu.
Ketepatan waktu dan daftar stasiun yang dilewati menjadi nilai tambah bagi penumpang yang ingin menjangkau berbagai daerah di sepanjang Pulau Jawa dengan harga yang ramah di kantong.
Di tengah tantangan yang dihadapi sektor transportasi, PT KAI berhasil menjaga standar pelayanan yang baik sambil memastikan harga tiket tetap terjangkau. Ini adalah bentuk kepedulian terhadap rakyat kecil yang sangat mengandalkan transportasi umum untuk kegiatan sehari-hari, baik itu untuk bekerja, bersekolah, atau bepergian ke kampung halaman.
Harapan Akan Penambahan Frekuensi dan Rute
Meskipun kereta Bengawan sangat diminati, salah satu tantangan yang sering dihadapi penumpang adalah sulitnya mendapatkan tiket. Permintaan yang tinggi sering kali membuat tiket habis terjual jauh sebelum hari keberangkatan. Oleh karena itu, harapan besar disematkan kepada PT KAI untuk menambah frekuensi kereta seperti Bengawan, agar semakin banyak masyarakat yang dapat menikmati perjalanan murah dan nyaman ini.
Tidak hanya itu, penumpang juga berharap agar rute-rute serupa bisa diperluas ke kota-kota lain di Jawa maupun luar Jawa. Misalnya, rute ke kota seperti Banyuwangi yang memiliki potensi wisata besar, namun masih belum terjangkau oleh kereta murah seperti Bengawan. Dengan memperluas jangkauan rute, kereta api dapat menjadi sarana yang semakin efektif dalam menghubungkan berbagai wilayah di Indonesia.
Masa Depan Kereta Api di Pulau Lain: Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua
Di luar Pulau Jawa, potensi perkembangan transportasi kereta api sangatlah besar. Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan bahkan Papua, memiliki potensi ekonomi dan pariwisata yang dapat didorong dengan adanya infrastruktur kereta api yang lebih baik. Saat ini, jaringan kereta api di luar Jawa masih sangat terbatas, namun harapan besar ada pada pengembangan jalur-jalur baru di masa depan.
Pulau Sumatra sudah memiliki beberapa jalur kereta api, seperti jalur dari Palembang ke Lampung, namun masih ada ruang untuk pengembangan lebih lanjut, terutama dalam meningkatkan konektivitas antarprovinsi. Sementara itu, Kalimantan dan Sulawesi masih sangat membutuhkan pengembangan jalur kereta untuk mendukung mobilitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di sana.
Di Papua, dengan kondisi geografis yang menantang, pembangunan jalur kereta api mungkin memerlukan investasi dan perencanaan yang lebih matang.
Kereta Bengawan adalah contoh nyata bagaimana transportasi murah dapat tetap memberikan pengalaman perjalanan yang menyenangkan. Dengan suasana merakyat, ketepatan waktu, dan harga yang sangat terjangkau, kereta ini telah menjadi andalan bagi masyarakat kecil. Di bawah kepemimpinan Direktur Utama KAI, kereta api Indonesia terus berkembang, dan harapan besar ada pada pengembangan rute serta frekuensi kereta api, tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi juga di seluruh Nusantara.
Singkatnya walau banyak yang bilang naik kereta Bengawan akan membuat punggung pegal, namun kenyataannya tetap cukup nyaman karena suasananya yang hangat dan menyenangkan serta terasa lebih merakyat dibandingkan kereta api yang mewah dan mahal ongkosnya.
Kisah di atas adalah bukti nyata  transformasi  PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang dimulai dengan langkah besar di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan, yang menjabat sebagai Direktur Utama KAI dari tahun 2009 hingga 2014.
Setelah Jonan, transformasi KAI dilanjutkan oleh direksi berikutnya. Saat ini, Direktur Utama KAI adalah Didiek Hartantyo, yang mulai menjabat pada tahun 2020. Didiek fokus melanjutkan transformasi KAI dengan inovasi teknologi dan digitalisasi. Di bawah kepemimpinannya, KAI memperkenalkan sistem tiket online yang lebih terintegrasi, pengembangan aplikasi KAI Access, serta peningkatan layanan untuk kereta jarak jauh dan komuter.
Transformasi yang dimulai oleh Jonan dan dilanjutkan oleh Didiek Hartantyo telah menjadikan KAI sebagai salah satu perusahaan BUMN yang paling berhasil dalam meningkatkan pelayanan transportasi publik di Indonesia.
Demikian sekilas kisah dan pengalaman naik kereta Bengawan yang mengingatkan saya akan perjalanan dari Tashkent kw Almaty.
Bagaimana dengan pembaca?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H