Acara Koteka Trip ke 28 kali ini berlangsung di Kawasan Ciracas Jakarta Timur. Acaranya selalu menarik dan mencerahkan sekaligus memberikan cakrawala serta pengalaman baru buat saya.
Dengan naik LRT jurusan Harjamukti, saya meluncur ke Ciracas. Di stasiun Cikoko yang merupakan stasiun transfer ke KRL jurusan Bogor, ikut bergabung Mbak Muthiah yang datang dari Citayam sehingga saya ada teman menuju Ciracas. Sesuai arahan, kami turun di Stasiun Kampung rambutan dan kemudian ganti dengan Jaklingko no72. Â Tidak sampai 8 menit sudah sampai di depan Kecamatan Ciracas dan langsung menuju tempat acara.Â
Di sini sudah menunggu Mbak Nathalia, sang Nyonya rumah ditemani juga oleh Mbak Palupi dan Mbak Etha. Â Jadi saya dan Mbak Muthiah merupakan peserta ketiga dan keempat yang hadir. Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 9.20 WIB.Â
Sambil menunggu peserta lainnya, kami mulai ngobrol ngalor ngidul mengenai Batik, khususnya Batik Betawi yang digeluti oleh Mbak Nathalie sejak hampir 8 tahun lelah setelah berhenti dari pekerjaan kantoran. Â Diawali dari keinginan untuk sekedar mengisi waltu luang dan mendapatkan penghasilan tambahan, pengetahuan dan keterampilan membatik Mbak Nathalia didapat dari pelatihan yang diadakan oleh pemerintah dan kemudian dimulai dari garasi di rumah sampai kemudian diperluas dengan workshop dan ruang pamer di Seberang rumah, tempat kami berkumpul saat ini. Â Konon, dari beberapa puluh peserta pelatihan, hanya Mbak Nathalia yang tetap eksis dengan usaha batik yang lumayan terkenal.
Di tempat dengan suasana yang nyaman dengan pepohonan yang rindang seperti pohon mangga, rambutan ini kami terus mengobrol mengenai Batik Betawi dan beberapa coraknya. Â Salah satu ciri khas Batik Betawi adalah banyak motif yang khas Betawi misalnya bergambar ondel-ondel, Monas, atau bahkan Bajaj, Ada juga yang bergambar motif gigi balang. Batik Betawi lebih bersifat kontemporer dan bebas serta tidak terikat dengan pakem tertentu seperti Batik Yogya atau Solo. Â Warnanya pun lebih ngejreng dengan ceria.
Kami kemudian diperkenalkan dengan dasar-dasar membatik, canting dan juga malam, lilin khusus untuk membatik. Ada beberapa macam canting serta nama-nama bagiannya yang khas yaitu gagang, camplung (mangkuk untuk menampung lilin yang masih panas) serta juga cucuk yang akan menjadi tempat mengalirnya malam ke katun atau kain batik yang akan dibuat polanya, Â Cantik juga ada berbagai ukuran yang dibedakan dengan angka 0 hingga 10. Makin besar nomor, makin besar ukuran canting dan yang paling umum dipakai adalah canting nomor 2. Sementara cantik no. 0 dan 1 digunakan untuk membuat arsiran dan titik-titik kecil.
Demikian juga dengan malam atau lilin khusus untuk membatik yang ada dua macam, Malam yang halus untuk klowong (pola atau draft batik tulis), sementara batik yang getas digunakan untuk batik cetak. Â Kami juga ditunjukkan berbagai macam alat pencetak baik yang terbuat dari tembaga, kayu dan bahkan kertas atau kardus.Â
Secara singkat, Mbak Nathalia juga menerangkan proses pembuatan batik tulis yang bisa memakan waktu sekitar 1 sampai 2 minggu tergantung besarnya kain, pola dan motif serta jumlah warna. Â Harga jual sepotong kain batik berkisar antara beberapa ratus ribu hingga bisa di atas jutaan rupiah. Â Namun di Rumah Batik Ciracas, harga dipatok masih di bawah jutaan karena disesuaikan dengan pasarnya. Â
Setelah jumlah peserta makin banyak, kami mulai dengan praktik membatik, yaitu menggunakan canting untuk menggambar pola. Ada berbagai macam pola bergambar bunga matahari, kembang Sepatu, kupu-kupu dan juga Monas, Mbak Etha memili pola bergambar kupu, kupu, Mbak Palupi bergambar Monas dan saya memilih bunga Matahari.
Kami diajarkan untuk mulai mengambil malam panas ke dalam canting, meniriskannya dan kemudian meniup-niup agar malam tidak memblobor di kain. Â Asyik juga membuat pola gambar bunga matahari ini. Walau mula-mula terasa kaku, tetapi makin lama makin lancar dan membuat ketagihan. Â Walau hasilnya jauh dari sempurna, tetapi, rata-rata kami dapat menyelesaikan tugas masing0masing dalam waktu sekitar 30-40 menit saja.
Yang penting adalah hasilnya tembus pandang alias kalau kain dibalik, pola malamnya terlihat sama tebal sehingga kalau diproses lebih lanjut tidak ada warna yang bocor. Â Demikian kira-kira pesan dari Mbak Nathalia.Â
Setelah semua selesai dengan canting dan malam, proses dilanjutkan dengan memberi warna. Â Palet palet kecil dengan berbagai warna telah siap di atas meja, lengkap dengan kuas berbagai ukuran. Â Masing-masing bebas berkreasi dengan warna seperti anak-anak TK belajar mewarnai. Â Saya pun mulai mewarnai bunga matahari dengan warna kuning, namun kemudian menjadi lebih luar dengan warna hijau, ungu, biru, pink dan berbagai jenis warna yang lain sehingga lebih mirip lukisan dibandingkan kain batik. Â Sekitar setengah jam mewarnai, proses dilanjut dengan beberapa langkah supaya kain batik buatan kita selesai. Â Makan siang pun disajikan dengan sebelumnya memesan berbagai menu di warung di dekat Lokasi.
Sekitar pukul 2 siang, saya dan Mbak Muthiah pamit terlebih dahulu karena ada acara lain.  Namun pengalaman membatik di Rumah Barik Ciracas telah memberikan pengalaman yang mengesankan.  Selain itu kami juga jadi sedikit lebih mengerti mengenai alat membatik seperti canting serta beberapa istilah membatik seperti  isin-isin, menembok, klowong, melorod dan sebagainya.
Dengan ikut serta belajar membatik, rasanya kita sudah ikut melestarikan budaya warisan nenek moyang yang sudah diakui dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H