Keabsurdan hal ini adalah mencari korelasi positif antara NIK dan Tingkat kesejahteraan pemiliknya?Â
Seandainya pun bisa, bagaimana pengawasan langsung di lapangan, apakah pengguna nanti juga harus melakukan cek ini dengan menyertakan KTP atau identitas diri ketika masuk ke stasiun untuk memastikan bahwa yang bersangkutan tidak memakai tiket untuk golongan ekonomi yang lebih tidak mampu?
Berapa investasi sumber daya dan biaya tambahan yang harus disediakan oleh KRL untuk mewujudkan kebijakan ini? Apa manfaatnya lebih banyak dibanding biayanya? Sementara masih banyak sekali hal yang harus diperbaiki atau ditingkatkan oleh KRL agar menjadi tulang punggung transportasi yang modern dan efisien serta terjangkau bagi masyarakat bisa terwujud sebagai mana di negara-negara maju.
Apakah sudah ada cetak biru agar KRL juga bisa selaras dengan impian Indonesia Emas di tahun 2045, sudah seperti apakah KRL pada saat itu? Hal ini lah yang harus dipertimbangkan lebih mendalam, dibanding cara mudah menaikkan tarif. Sama halnya dengan cara mudah menaikkan pajak dan setelah itu selesai masalahnya?
Dikarenakan banyaknya pertanyaan-pertanyaan dalam hati di atas, sebenarnya kenaikkan tarif bukan masalah bagi pengguna seandainya KRL sudah bisa memenuhi beberapa hal di bawah ini:
Pertama adalah memperbanyak frekuensi perjalanan di jalur tertentu sehingga memenuhi kriteria transportasi urban modern bagi masyarakat. Hal ini selain membuat masyarakat lebih efisien dengan waktu, juga mencegah penumpukan penumpang di stasiun tertentu karena terlalu lama menunggu kereta.
Hal ini masih dirasakan di rute-rute tertentu yang frekuensi layanan masih agak jarang. Hal ini tentu saja masih belum bisa terlaksana mengingat KRL masih berbagi prasarana dengan Kereta Jarak jauh di satu rute atau bahkan masih berbagi rel dengan kereta Bendara di rute yang lain.Â
Yang kedua, masih banyak fasilitas yang dianggap kurang lengkap seperti masih banyak stasiun yang belum dilengkapi dengan eskalator atau lift, juga sering kali eskalator atau lift dalam keadaan rusak dan seandainya tersedia pun masih kurang banyak eskalator atau lift atau bahkan tangga manual sehingga penumpang terasa berdesakan jika sedang transit di stasiun sibuk seperti Manggarai, Tanah Abang, atau Duri.Â
Bahkan banyak yang menyebut transit di stasiun tersebut pada jam sibuk bagaikan melewati kawah candradimuka.Â
Ketiga, jangkauan KRL walau sudah cukup luas, tetapi belum merata, masih banyak daerah yang belum terjangkau sehingga terkadang untuk menuju ke stasiun, jaraknya masih bisa lebih dari 5 kilo meter dan sebagian besar di luar jangkauan berjalan kaki.Â