Di sudut lain, terdapat sebuah temple yang sangat mirip dengan Kiyomizudera di Kyoto. Â Mungkin ini adalah replika kuil tersebut. Â Saya berjalan menuju kuli ini dan ternyata harus turun kembali dan bisa menuju ke sebuah telaga yang Bernama Shinobazu Pond. Di telaga atau danau ini, kita bisa bermain dan bersantai atau mengendarai perahu angsa.Â
Saya terus berjalan di jalan yang cukup lebar dan teduh yang ada di Ueno Park ini. Â Di salah satu persimpangan jalan kembali ada artis jalanan yang memeragakan gerak-gerak pantomim yang lucu diringi music yang mendayu-datu. Cukup banyak orang yang menonton dan kemudian memberikan beberapa keping uang logam.Â
Masih di sekitar persimpangan jalan, kembali ada sebuah patung yang terlihat cukup gagah, di depannya ada tulisan bahwa ini adalah Statue pf Prince Komatsunomiya Akhito. Patung in dibuat sedang menunggang kuda. Â Pangeran Akihito ini merupakan salah satu tokoh yang banyak memberikan kontribusi bagi modernisasi Jepang di saat Restorasi Meiji.
Tepat di belakang patung terdapat sebuah Kuli Shinto Bernama Toshogu Shrine. Kuil ini konon merupakan salah satu kuil dari era Edo yang bertahan dalam bentuk aslinya hingga saat ini sejak dibangun pada abad ke 17 dan berhasil selamat dari beberapa gempa besar yang melanda Tokyo. Â Di Ueno park ini memang terdapat beberapa kuil dan juga museum seperti Tokyo National Museum, National Museum of Western Art, dan juga Shitamachi Museum seperti yang dilihat di peta. Tetapi tentunya tidak cukup waktu satu atau dua hari untuk berkunjung ke semua tempat yang menarik.
Masih di sekitar sini pula, di kejauhan, akhirnya saya menemukan pintu gerbang  untuk menuju ke Ueno Zoo.  Wah lumayan jauh dari tempat pertama kali masuk di pintu Selatan taman. Namun ternyata ada jalan utama yang datar dan tidak usah naik turun tangga. Akhirnya saya kembali ke tempat lelaki yang menamakan diri The Museum of Living Art.   Ketika saya sampai di sini, dia sudah berganti peran, bukan lagi memerankan The Thinker karya Rodin. Pria ini membawa sebuah kotak segi empat dan menempatkan wajahnya bagaikan sebuah lukisan.  Gayanya sangat anggun dan mirip dengan karya Leonardo Da Vinci, yaitu Monalisa yang ada di Louvre di Paris.  Tulisan di papan tulis lipat pun kali ini sudah berganti dengan Monalisa.  Wah benar-benar artis jalanan yang bukan kaleng-kaleng.Â
Sambil duduk bersantai sejenak, saya juga meliat artis ini mengakhir pertunjukkannya. Dia turun dari takhtanya, dan kemudian melap tubuhnya yang berminyak dengan handuk. Dan kemudian mulai berganti pakaian.Â