Prosedurnya mirip dengan di Zhuhai, yaitu mengisi formulir, membuat foto secara swalayan dan mengambil nomor antrean. Nomor kami siang itu adalah 94-97, sementara ketiga sedang melayani nomor antrian 80 an. Jadi tidak terlalu lama mengantri.
Tidak kamu kemudian ada sedikit drama pada nomor antrian 87. Kebetulan satu kekuatan mengajukan VoA termasuk seorang anak gadis berusia dua pilih tahunan. Ternyata visa untuk gadis tersebut ditolak sementara untuk orang tuanya dikabulkan. Sementara sang anak akan mengantar akan ayahnya berobat ke Shenzhen.
Tiba giliran kami berempat. Mula-mula maju dokter Yanti dan Ayu. Sekitar 5 menit kemudian drama mulai terjadi. Akhirnya saya ikut maju ke konter. Ternyata pengajuan visa buat Ayu ditolak.
Kami mencoba berbagai alasan seperti tidak mungkin untuk dokter Yanti meninggalkan Ayu kembali ke Hong Kong dan karena ia harus selalu bersama Ayu salam perjalanan ini. Kami juga sudah menyertakan bukti pemesanan hotel selama dua malam di Shenzhen serta toket pulang kembali ke Jakarta dari Hong Kong.
Namun petugas imigrasi Tiongkok di kaunter tetap pada pendiriannya. Kalau mau ke Shenzhen kami bertiga akan mendapat visa dan salahkan membayar sementara pintu Shenzhen tetap tertutup buat Ayu tanpa alasan yang jelas.
Uniknya semua pembicaraan kami ini melalui mesin penerjemah . Kamu berbicara dalam bahasa Indonesia dan petugas berbicara dalam bahasa mandarin. lucunya Ketika dia berbicara mesin langsung menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia campur Jawa?
Atau mungkin mereka mengira bahasa Jawa itu sama dengan bahasa Indonesia?
Apa pun alasannya untuk menolak Visa Ayu, kamu harus menerimanya dan kemudian segera memulai proses untuk kembali balik kanan menuju Hong Kong yang ternyata cukup lama dan berbelit-belit.
Pertama kami diminta antre di kaintee 15 yang masuk menuju Tiongkok. Di sini petugas meminta kami menunggu sebentar. Tidak lama kemudian seorang petugas datang mengambil semua paspor kami. Kami diminta menunggu lumayan lama tanpa paspor di perbatasan sementara ratusan ribu orang lalu lalang daro Hong Kong ke Shenzhen.
Setelah menunggu hampir satu jam, seorang petugas imigrasi perempuan datang dan memberikan paspor kamu masing-masing-masing. Kami masih haris mendaftarkan di kaunter khusus untuk kembali ke Hong Kong. Uniknya seorang petugas karantina kesehatan sempat mendekati saya dan meminta untuk masuk dijadikan sampel dan diambil suhu badan. Sekitar 15 menit lagi waktu dihabiskan dalam proses balik badan menuju Hong Kong.
Kemudian kami kembali berjalan menuju Hong Kong, melawan arus empat lawan ratusan ribu pejalan kaki. Sesampainya di Hong Kong, kami kembali harus melapor di perigas imigrasi agar diberikan izin kembali untuk masuk ke Hong Kong.
Namun berurusan dengan petugas imigrasi Hong Kong jauh lebih nyaman karena proses nya lebih jelas dan petugasnya semua lancar berbahasa Inggris. Sementara berurusan dengan petugas imigrasi Tiongkok tampak lebih menyeramkan dan penuh rasa was was. Apalagi komunikasi menjadi penghalang karena kebanyakan mereka kurang caplak berbahasa Inggris.
Akhirnya kami kembali tiba di stasiun MTR Lowu dan kembali menuju kawasan Mongkok untuk mencari hotel untuk menginap.
Sebuah hari yang panjang dan melelahkan. Bukan hanya jasmani, tetapi juga jiwa, rasa dan cukup menguras emosi.