Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Gereja Ortodoks yang Dibangun dari Sumbangan Umat Islam di Uzbekistan

16 Juli 2024   11:03 Diperbarui: 16 Juli 2024   11:12 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan dari Tashkent menuju ke Lembah Ferghana dimulai di pagi yang cerah. Empat kendaraan 4 WD warna putih berjalan beriringan meninggalkan kota menuju ke arah timur dan Tenggara.   Sesuai jadwal arah tujuan adalah kota Rishtan atau Margilan.   Saya memasukkan arah kota ini di Google Map, namun di gadget Mirlan, pengemudi asal Kyrgystan saya melihat peta yang lain, yaitu Yandex Map dengan suara navigasi berbahasa Rusia.  Saya baru ingat bahwa aplikasi Yandex Map memang jauh lebih lengkap di Asia Tengah. Bahkan di Tashkent sendiri, saya selalu menggunakan Yandex Map untuk mengetahui cara naik transportasi publik. Informasi ini tidak ada di Google Map.

Kami melewati jalan raya yang lebar dan mulus menuju Lembah Ferghana.  Udara cerah dan langit biru dengan sedikit awan mengawali pengembaraan menuju Atap Dunia.  Di dalam perjalanan, saya sesekali bercakap-cakap dengan Bu Liliek atau Bu Ida dan sekali-kali juga bercakap-cakap dengan Mirlan. Namun saya lebih banyak menjadi pendengar pembicaraan antara Bu dokter Liliek dan Bu dokter Ida. 

Yandex Map: Dokpri
Yandex Map: Dokpri

Sekitar satu jam perjalanan, konvoi kendaraan berhenti di tepi jalan. Rupanya ada tempat menarik yang akan dijelaskan oleh Dinora.  Ternyata di sebelah kanan jalan ada sebuah masjid yang lumayan besar dan cantik.  Sementara di sebelah kiri, di Seberang jalan ada lagi sebuah gereja ortodoks yang bangunannya sekilas mirip masjid.  Saya langsung ingat akan gereja-gereja ortodoks di Rusia. 

Dinora kemudian bercerita mengenai kehidupan beragama di Uzbekistan yang saat ini berstatus sebagai republik yang sekuler.  Dia juga sempat mengatakan bahwa di era Soviet, ketika dia masih kecil, kehidupan beragama mendapat tekanan dan pembatasan dari pemerintah saat itu.  Namun ketika Uzbekistan merdeka, kehidupan beragama mulai kembali marak secara perlahan walau pemerintah juga sangat berati-hati dan mengawasi dengan ketat.  Walau secara statistik lebih dari 90 persen penduduk Uzbekistan adalah Islam Sunni, namun negeri ini memang sangat sekuler.  Akan tetapi di Uzbekistan juga terdapat minoritas etnis Rusia yang menganut Kristen Ortodoks Rusia.  Saya teringat pernah berkunjung ke salah satu gereja ortodoks di Tashkent.  Namun tidak menyangka akan berjumpa dengan sebuah gereja lagi di perjalanan menuju ke Lembah Ferghana ini.

Sebuah masjid: Dokpri
Sebuah masjid: Dokpri

Perjalanan kemudian dilanjutkan kembali.  Yang menarik adalah jika di Indonesia, kita akan melihat banyak stasiun pompa bensin, maka di Uzbekistan lebih banyak stasiun pengisian bahan bakar gas yang menggunakan gas Metan.    Bahkan ada juga beberapa tempat untuk mengisi mobil Listrik.  

Sekitar 45 menit perjalanan, kami kembali berhenti sejenak. Kali ini di kawasan perbukitan dengan pemandangan lembah yang lumayan hijau dan subur.   Di kejauhan tampak sebuah reservoir atau danau buatan yang merupakan bendungan.  Menurut Dinora, bendungan atau dam ini dibangun pada zaman Soviet sebagai infrastruktur pengairan untuk tanaman kapas.  Lembah Ferghana dan banyak tempat lain di Uzbekistan memang terkenal sebagai tempat penghasil kapas sehingga memproduksi banyak katun hingga saat ini. 

Pemandangan bendungan dengan airnya yang membiru tampak memberikan kesejukan di tengah teriknya Mentari di pertengahan bulan Juni di Lembah Ferghana. Di dekat bendungan tampak rel kereta api yang menghubungkan Tashkent dengan berbagai kota di Lembah Ferghana seperti Kokand, Margillan dan juga Andjijon di dekat perbatasan Kyrgystan.  

Bendungan: Dokpri
Bendungan: Dokpri

Jalan raya bebas hambatan A373 ini sangat mulus dan  cukup ramai.  Di samping kendaraan pribadi yang sebagaimana kebanyakan mobil di Uzbekistan berwarna putih, juga ada shared taxi, truk besar pengangkut logistik dan juga truk gandeng yang mengangkut mobil.   Kami juga sempat bertemu dengan kereta barang yang dengan gerbong-gerbongnya yang panjang mengular melaju di tepian jalan raya.

Siang itu salah satu kendaraan kami sempat mengalami kendala teknis, dan sambil menunggu perbaikan, kami mampir ke sebuah rest area dan menikmati makan siang. Kembali dengan roti nan, sup dan bebuahan seperti melon dan semangka.  Yang menjadi sedikit kendala dalam perjalanan di Asia Tengah, terutama di jalan raya adalah fasilitas toilet yang kurang memadai kebersihannya.    Namun apa yang kita rasakan di Uzbekistan ini belum apa-apa dengan apa yang kana dijumpai di Pegunungan Pamir di Kyrgystan dan Tajikistan nanti.

Di sepanjang jalan, banyak juga tempat istirahat dan warung yang menjual melon dan semangka.  Juga ada Patir atau roti Uzbek yang kebanyakan berbentuk bulat dengan pola dan lapisan yang khas dalam berbagai ukuran.  Berderet deret gerai patir dengan berbagai jenis nama toko untuk menarik pembeli. Ada Akmal Patir, Abdulloh Patir dan juga Nodirbek Patir serta masih banyak lagi.

Istana di Kokand: Dokpri
Istana di Kokand: Dokpri

Baru sekitar pukul 17 sore konvoi kami tiba di pusat kota Kokand dan melanjutkan jalan-jalan dengan mampir di pusat kota.  Setelah sejenak beristirahat dan menikmati minuman segar di sebuah gerai di taman, kami mampir ke Istana yang Bernama Khudaraykhans Palace.

Namun ada penjelasan Dinora yang cukup berkesan ketika sejenak melongok Gereja Ortodoks dari kejauhan. Menurut Dinora gereja ortodoks yang memiliki nama resmi Novaya Pravoslanaya Tserkov yang berarti Gereja Ortodoks Baru.  Konon nama ini digunakan untuk gereja ortodoks yang ada di luar Rusia.   Gereja ini masih tergolong baru karena dibangun beberapa tahun lalu dengan dana umat beragama.  Uniknya yang dimaksud dengan umat beragama ini bukan terbatas hanya mereka yang beragama Kristen ortodoks, tetapi tentu saja hasil sumbangan kebanyakan umat Islam di Uzbekistan.   

Jadi kemungkinan besar di Uzbekistan, sumbangan umat bisa digunakan untuk membangun tempat ibadah lintas agama. Sebuah fenomena yang cukup menarik di negara eks Soviet tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun