Lelaki itu menanyakan apakah saya belum makan dan kemudian memberikan dua potong roti dalam kemasan yang dibelinya di mini marmer. Â Belum sempat makan siang roti itu dengan lahap disantap. Â
Perempuan tadi terus berbicara dalam bahasa Vietnam dan kemudian membersihkan noda-noda darah di sekitar luka di kepala.
Kemudian saya juga menyadari bahwa kaki kiri sekitar tulang kering terasa sakit dan menceritakannya kepada perempuan tadi dan perawat. Â Akhirnya diputuskan untuk melakukan X ray lanjutan.
Perawat kemudian membawa ke ruangan lain dan luka di kepala baru dibersihkan diberi obat serta perban yang dililitkan menutupi rambut bagaikan memakai topi atau peci. Â
Kami masih harus menunggu cukup lama untuk mengetahui hasil CT Scan dan X Ray, untungnya semuanya baik baik saja seperti dijelaskan oleh dokter dan perawat. Â
Dokter kemudian memberikan resep obat berupa pil antibiotik yang harus dikonsumsi selama 5 hari dan kemudian diambil oleh perempuan tadi. Rupanya dia pula yang membayarkan seluruh biaya di rumah sakit. Â
Setelah sejenak mencicipi bagaimana rasanya berada di rumah sakit di Hanoi sekitar 3 jam, akhirnya saya diperbolehkan pulang untuk beristirahat di hotel. Â Lelaki bercelana pendek itu pula yang mengantar saya setelah sebelumnya mampir ke kantor polisi.
Sebuah pengalaman yang tidak terlupakan. Setelah menunggalkan rumah sakit dan melihat hasil CT Scan, saya juga baru tahu bahwa rumah sakit tersebut bernama Behn Viehn St. Paul. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H