Kalau Jakarta memiliki Sungai Ciliwung, maka di Santiago ada Rio Mapocho yang mengalir dari pegunungan Andes menuju barat dan membelah ibu kota Chile ini menjadi dua bagian. Â Siang menjelang sore, saya melintasi Sungai Mapocho di Puente de Pio Nono atau jembatan di jalan Pio Nono yang akan membawa saya menaiki funicular menuju Cerro San Cristobal.Â
Berjalan di Pion Nono, yang kedua sisi kaki limanya sangat nyaman dan lebar serta banyak sekali kafe. Restoran dan tempat hiburan ternyata sangat mengasyikkan. Walau denyut kehidupan di tempat yang termasuk kawasan Bella Vista ini baru terasa ketika Mentari sudah tenggelam, banyak juga pekerja kafe dan restoran menawarkan untuk mampir ke tempatnya. Â Salah satu tempat hiburan di Pio Nono ini Bernama Tino's Bar yang mengingatkan akan nama salah seorang teman saya. Wah ternyata dia sempat buka sebuah bar di Santiago?
Sekitar 10 menit berjalan kaki, akhirnya pintu gerbang Parque Metropolitano de Santiago sudah ada di hadapan. Â Saya melangkahkan kaki dengan santai sambil memperhatikan puluhan pejalan kaki baik yang searah maupun berlawanan arah. Â Setelah berjalan mengikuti petunjuk menunu ke Stasiun Funicular saya sampai di Stasiun Pio Nono dan membeli tiket pulang pergi dengan funicular dan juga telerefico sampai ke Oasis. Â Dengan menyebutkan tengo mas de sesenta anos, diskon harga tiket yang berlaku untuk tercera edad dapat saya miliki dengan harga sekitar 6 ribu Peso. Â
Setelah itu, cukup antre sekitar 5 menit sebelum akhirnya gerbong atau kabin funicular yang berwarna oranye datang menjemput. Â Funicular ini segera naik menuju ke bukit San Cristobal dengan kemiringan sekitar 45 derajat dan hanya berhenti sejenak di Stasiun Zoo dimana kita bisa mampir ke Zoologico Nacional de Chile atau kebun binatang Nasional Chile. Â Tidak ama funicular tiba di puncak yaitu stasiun Cumbre. Â Di sini kita dapat sejenak menikmati pemandangan kota Santiago. Â Namun hal pertama yang saya lakukan adalah mampir ke warung untuk minum Mote con Husuello yang menyegarkan. Â Kalau di dekat stasiun Metro Universidade de Chile harganya hanya 1000 Peso, di puncak bukit San Crtspbal ini sang penjual mengutip dos mil pesos atau 2000 Peso. Â Di sini saya juga mampir sejenak membeli suvenir.Â
Sekilas suasana di bukit San Cristobal ini mengingatkan saya akan Monserrate di Bogota, yang membedakan adalah cuacanya yang jauh lebih hangat dibandingkan Bogota yang selalu sejuk. Â DI atas sini juga ada sebuah patung Bunda Maria yang berjubah warna putih dan merentangkan kedua tangannya. Â Patung ini memiliki nama resmi Estatua Inmaculada Concepcion de la Virgen Maria dan tepat di bawahnya ada sebuah kapel kecil atau sanctuario dengan nama yang sama. Â Konon patung bunda Maria ini sempat dianggap sebagai salah satu ikon kota Santiago. Â Di sini juga ada sebuah salib dengan kata-kata dalam bahasa Spanyol Padre, perdonalos porque No. hace o que hacen, atau Bapak Ampunilah mereka karena merea tidak tahu apa yang mereka perbuat.
Di atas bukit ini, pengunjung dapat berjalan santai sejenak sambil menikmati pemandangan kota dan kemudian menuju ke stasiun telerefico atau kereta gantung. Â Dengan tiket yang sama saya sejenak antre untuk naik cable car ini menuju ke pintu masuk Cerro San Crotobal yang lain yaitu stasiun Oasis. Â Karena tidak terlalau banyak pengunjung saya bisa naik kereta gantung sendirian dan menikmati perjalanan yang cukup lama di atas kota Santiago. Â Hamparan luas kota yang terbentang dengan deretan pencakar langit menyapa saya. Salah satunya adalah gedung tertinggi di Amerika Selatan yaitu Constanera Tower yang sempat saya kunjung beberapa hari sebelumnya. Gadis-gadis cantik petugas telerefico menyambut dengan ramah dan mempersilahkan saya masuk serta meminta duduk di salah satu sisi dan jangan berpindah-pindah juga kereta gantung sudah bergerak. Mungkin untuk menjadi keseimbangan?
Telerefico ini melayang di atas perbukitan dan Melawati satu stasiun yaitu Tupahue utnuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Â Perjalanan dari Cumbre sampai ke stasiun akhir di Oasis lumayan lama, mungkin sekitar 8 atau 9 menit. Â Sesampainya di stasiun Oasis, sebenarnya kita dapat berjalan kaki menuju ke [intu keluar dan ke stasiun metro Pedro de Valvidia, namun karena saya sudah membeli tiket Ida y Vuelta alias pulang pergi maka saya lebih suka sejenak melihat0ihat di sekitar stasiun Oasis dimana ada gerai hellado atau es krim yang menyegarkan.
Setelah puas melihat-lihat, saya kembali antre sejenak untuk naik telerefico kembali ke stasiun Cumbre. Dalam perjalanan pulang ini selain pemandangan kota Santiago, sesekali pemandangan pegunungan Andes juga tampak di kejauhan. Â Setibanya di puncak San Cristobal, saya kembali sejenak mampir di kaki atung Bunda Maria dan merasakan nuansa perdamaian dan ketenangan di sana.Â
Ketika senja sudah menjelang, maka saya kembali naik funicular untuk menuju ke stasiun Pio Nono dan kemudian naik metrobus menuju stasiun metro Baquedano dan kembali ke apartemen di kawasan Las Condes. Â Lumayan lelah berjalan sejak pagi hingga malam menjelang. Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H