Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 1 siang waktu Santiago ketika walking tour berakhir di dekat Museo Nacional de Bellas Artes. Â Kebetulan hari Jumat dan wajib bagi saya untuk mencari masjid di ibukota Chile ini. Â
Dari stasiun Bellas Artes, saya naik metro line 5 menuju ke Vicente Valdes dan kemudian pindah ke jalur 3 di stasiun Irarrazaval menuju Fernando Castillo Velasco dan turun di stasiun Chile Espana. Â Dari sini sebenarnya bisa naik metro bus namun karena dilihat di peta hanya sekitar 600 meter saja, maka lebih baik berjalan kaki sepanjang jalan Chile Espana sampai ke persimpangan Campoamor. Â Dari kejauhan, sudah terlihat kubah dan menara masjid yang lumayan cantik dengan warna putih bernuansa krem yang dominan.Â
Sekilas masjid ini dikelilingi oleh pagar besi warna hijau tua yang di bagian bawahnya terbuat dari tembok warna putih krem.  Di halamannya terdapat beberapa pohon yang khas timur tengah yaitu pohon kurma. Ada yang tinggi dan ada juga yang tidak begitu tinggi.  Sekilas masjid ini sepertinya berlantai dua dengan jendela-jendela besar yang di atasnya membentuk relung yang membentuk  lingkaran.   Di sudut bangunan berdiri megah menaranya yang tinggi dihiasi jendela kecil berbentuk persegi panjang dan di atasnya dihiasi sebuah kubah kecil.  Kubah utama masjid dicat warna kuning emas yang berkilau memantulkan Cahaya sang surya di musim panas kota Santiago.
Berjalan di depan masjid di kaki lima Chile Espana, saya harus berbelok ke kiri melewati jalan Campoamor untuk mencari pintu masuknya. Â Nama jalan ini terpampang cantik d sudut jalan, Singkatnya masjid ini terletak di pojok dua jalan tersebut sehingga memiliki halaman yang lumayan luas.
Memasuki pintu, saya bertemu dengan seorang satpam yang memakai seragam biru tua dan mengucapkan salam.Â
"A Los dos," satpam berusia sekitar 35 tahun itu menjawab ketika ditanya kapan waktu salat Jumat dimulai. Wah ternyata waktu salat di sini dimuai pukul dua siang walaupun waktu zuhur sekitar pukul satu siang. Mungkin karena menunggu Jemaah yang berdatangan dari seantero kota Santiago. Maklum masjid di kawasan Nunoa ini merupakan satu-satunya masjid yang mengadakan salat Jumat di Santiago.
Pak satpam juga menunjukkan tempat wudhu yang ada di ruang bawah dan setelah itu baru saya naik ke ruang utama masjid yang lumayan luas dan terang dengan sinar alami karena jendela-jendela besar yang terbuat dari kaca tadi. Â Hamparan karpet empuk dengan pola sajadah warna hijau yang bergaris-garis kuning membentang di lantai. Â Suasana di dalam masjid masih belum terlalu ramai. Â Ada sekitar 10 orang yang sedang duduk di saf pertama, tepat di depan seorang lelaki bergamis putih dan tampaknya sedang berdiskusi. Â Sementara Jemaah lain duduk menunggu di bagian saf belakang atau duduk bersantai bersender di dinding masjid. Mungkin ada sekitar 50 atau 60 jemaah yang sudah ada di masjid siang itu. Â Saya intip jam waktu menunjukkan sekitar pukul 13.40 siang.
Mihrab terlihat sangat sederhana tanpa hiasan dan di depannya ada sajadah warna hijau. Di dekatnya ada mimbar yang terbuat dari kayu yang dipelitur warna kuning tua dengan tangga dan ketinggian sekitar 75 cm. Â Ada hiasan dua bintang konsentrik bersudut delapan di mimbar ini. Â Selain itu ada juga sebuah rak buku kecil berisi buku-buka agama dan Al Quran.Â
Di bagian bawah kubah juga dilengkapi dengan banyak jendela kaca uang melingkar sehingga memberikan penerangan yang sangat baik untuk interior masjid. Sebuah lampu gantung yang cantik menghias interior kubah ini.Â
Sedikit demi sedikit Jemaah makin bertambah, sebagian besar tampak berwajah Timur Tengah yang hampir sama dengan di Bogota kebanyakan merupakan keturunan pendatang dari Turki, Lebanon, Suriah dan kawasan sekitarnya, hanya ada beberapa yang berwajah Latin dan ada juga yang berwajah Asia Tenggara. Kemungkinan staf Kedutaan dari Indonesia atau Malaysia.Â
Salat Jumat dimulai sekitar pukul 2 siang. Â Khotib yang usianya sekitar 35 tahunan naik ke mimbar dan berkhotbah dalam bahasa Spanyol dengan selingan bahasa Arab. Â Masjid yang cukup luas ini hanya terisi 4 saf saja atau sekitar 200 jamaah.Â
Selesai salat saya sempatkan melihat ke bagian belakang masjid. Ada lantai mezanin yang dikhususkan buat Jemaah Perempuan. Mezanine ini tidak terlalu luas dan berpagar warna coklat keemasan. Ditopang hanya oleh dua tiang warna hijau. Di dekat tiang ini ada kotak untuk sadaqah dengan petunjuk secarik kertas putih yang ditempelkan di tiang.
Sejenak saya mencari Jemaah yang berwajah Asia Tenggara dan ingin berkenalan dengan mereka. Tetapi ternyata sudah tidak ada lagi di tempat, mungkin harus cepat kembali ke tempat bertugas. Â Saya keluar melalui pintu dan bertemu dengan imam dan khotib serta sempat bersalaman dan bercakap-cakap sejenak.
Ternyata masjid ini dikelola oleh Centro Islamico de Chile dan dibangun pada sekitar tahun 1989. Â Masjid ini merupakan masjid pertama yang ada di Chile dan satu-satunya di Santiago. Â Selain itu ada juga beberapa masjid lain di kota Iqueque dan Coquimbo. Â Jumlah muslim di Chile memang tidak banyak, hanya sekitar 5000 orang saja. Â Sehingga tidak mengherankan bila salat Jumat di Santiago ini termasuk sepi. Â Ah jadi ingat Jumat lalu salat Jumat di Bogota yang sama sepinya.
Ketika keluar dari pintu utama ini, saya baru melihat nama masjid ini tertulis di dinding dalam aksara Hijaiya dan juga dalam bahasa Spanyol yaitu Mezquita As Salam.  Saya hanya sejenak bercakap-cakap dengan sang imam karena tampaknya satu per satu Jemaah juga sudah mulai meninggalkan masjid dan akhirnya saya  pun meninggal masjid di Campoamor ini. Uniknya nama Campo amor sendiri memiliki makna Kampung Cinta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI