Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Terpaksa Utang 100 Peso untuk Masuk ke Museum di Chile

2 April 2024   14:45 Diperbarui: 3 April 2024   01:26 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museo Historico Naciona: Dokpri

Setelah sejenak mengagumi keindahan dan suasana Plaza de Armas, saya kemudian memutuskan untuk masuk ke salah satu gedung cantik yang letaknya di sebelah gedung Balai Kota Santiago, Chile, yaitu Museo Historico Nacional atau Museum Sejarah Nasional.

Dari depan atau dari Plaza de Armas, gedung museum ini sekilas mirip dengan sebuah istana yang cantik.

Gedung berlantai dua dengan arsitektur gaya neoklasik yang kental ini di cat warna krem kekuningan. Jendela-jendela yang cantik dan juga sebuah menara dengan kubah kecil dan jam di tengahnya dihiasi dengan lambang negara dan bendera Chile yang berkibar dengan gagah.

Di dinding dekat pintu ada papan hitam besar bertuliskan informasi bahwa museum ini sekarang buka dan kita bisa masuk dengan gratis. "El Museo Historico Nacional esta Abierto. Entrada Gratuita," dan di bagian bawah ada tulisan, Te esperamos alias kami menantikan kedatangan Anda.

Membaca tulisan ini saya pun tidak ragu untuk masuk melalui pintu gerbangnya yang memiliki lengkungan cantik dan berada tepat di bawah menara jam dan bendera.

Sementara di sisi lain ada sebuah baliho gantung dengan dasar putih bergambar sebuah kacamata pecah yang tinggal sebelah dan bertuliskan "50 Anos Despues, Golpe en Memoria," yang artinya 50 Tahun Kemudian, Kudeta dalam Kenangan.

Di dinding ada sebuah prasasti dalam bahasa Spanyol berhiaskan Bintang dengan tulisan Munumento Hitorico.

Di bawahnya ada nama Museo Histrico Nacional dan penjelasan sejarah singkat gedung yang dulunya merupakan sebuah istana yang dibangun oleh Juan Jose de Goyvolea y Zanaurtu pada 1804 dan diresmikan pada 1808.

Setelah kemerdekaan Chile gedung ini menjadi saksi Kongres Nasional yang pertama pada 1811 dan juga lokasi pusat pemerintahan dari 1810-hingga 1846.

Gedung ini juga pernah berfungsi kantor Walikota Santiago dan Kantor Telegraf Chile. Baru sejak 2 September 1982, gedung ini menjadi Museum Sejarah Nasional.

Ketika akan masuk ke beranda tengah museum, seorang petugas tiba-tiba memanggil saya dan kemudian meminta uang 100 peso dalam bentuk koin.

Mula-mula saya cukup bingung karena tertulis bahwa entrada gratuita alias masuk dengan gratis. 

"No Tengo moneda de cien pesos," jawab saya santai karena memang saya tidak punya uang logam dan hanya ada beberapa lembar uang Peso dengan denominasi 1000an.

Akhirnya petugas tadi memberikan saya sekeping uang logam 100 Peso dan mengantar saya ke sebuah loker kecil tempat menyimpan ransel kecil bawaan saya. Rupanya loker ini hanya bisa dikunci dengan memasukkan uang logam 100 Peso. 

Kacamata raksasa: Dokpri
Kacamata raksasa: Dokpri

Di halaman tengah museum dipamerkan sebuah kacamata besar yang seperti tampak di baliho yang tergantung di dinding depan. Sangat menarik kaca mata dalam ukuran besar yang kacanya terlihat retak. Wah membuat saya makin penasaran untuk masuk ke museum dan melihat pameran sementara atau Exposicion Temporal ini. 

Saya menaiki tangga yang ada di sebelah kiri. Tangga yang terlihat tua dan antik terbuat dari kayu warna coklat tua kehitaman. Sekilas tangga ini mengingatkan saya akan tangga serupa di Museum Sejarah Jakarta.

Di lantai atas kita sejenak menapaktilasi kembali sejarah Chile sejak abad ke XVIII hingga 11 September 1973, peristiwa kudeta militer yang mengubah sejarah negeri ini. Rupanya pameran masa sebelum kedatangan bangsa Eropa yang disebut dengan Prakolombia ada di ruangan-ruangan di lantai pertama.

Salsh satu ruangan di Museum: Dokpri
Salsh satu ruangan di Museum: Dokpri

Saya memasuki satu persatu ruangan yang menceritakan kembali lintasan sejarah itu dalam bentuk cerita, artefak, lukisan, dan bukti-bukti sejarah.

Di salah satu ruangan yang memiliki tema La Sociedad del Siglo XVIII atau masyarakat pada abad ke 18 yang dikenal juga dengan Sigli de la ilustracion atau abad ilustrasi ketika terjadi banyak perubahan mendasar di masyarakat Chile.

Ketika itu golongan yang kaya alias tuan tanah memiliki banyak harta dan kekayaan dan di sisi lain kaum miskin dan rakyat jelata yang disebut campesino harus bekerja dan melayani kaum kaya tersebut.

Ruangan berganti ruangan dan diceritakan pula bagaimana Chile mendapatkan kemerdekaan di awal abad ke XIX dengan runtuhnya emporium Spanyol karena perang dan serbuan Napoleon di Eropa, hingga krisis ekonomi yang melanda dunia pada 1930-an dan pengaruhnya bagi kehidupan sosial di Chile.

Suasana museum: Dokpri
Suasana museum: Dokpri

Di salah satu ruangan juga terdapat tangga melingkar untuk naik ke Menara yang kita lihat dari depan tadi. Rupanya menara ini Bernama Menara Benjamin Vicuna Mackkena, sosok matan Walikota Santiago yang kita kenal melalaui sebuah Plaza di atas stasiun metro Santa Lucia. Ternyata menara ini memiliki 7 lantai dan juga terdapat sebuah balkon tempat kita bisa melihat dan menandang Plaza de Armas dengan lebih leluasa.

Ah terlalu banyak informasi yang harus saya serap dalam waktu yang singkat. Karena itu saya lebih tertarik pada pameran sementara bertema 50 Anos Despues yang mengisahkan kembali sejarah Chile setelah 50 tahun kudeta militer pada 1973 yang menjadi episode kelam dalam sejarah Chile.

Saya sendiri pada awalnya belum begitu mengetahui lebih mendalam kisah ini. Yang saya ketahui adalah banyaknya kesamaan sejarah di Amerika Latin ketika berada dalam kekuasaan diktator militer dimana banyak terjadi pelanggaran HAM berat, orang-orang yang ditahan, dipenjara tanpa pengadilan dan juga orang-rang yang hilang. Semua itu direkam dan dipamerkan dengan menyentuh dalam pameran ini.

Sangat menyentuh perasaan dan hati Nurani melihat pameran yang memamerkan kekejaman selamat pemerintahan diktator militer di Chile ini sehingga ada satu kata yang sangat membekas dalam hati yaitu Nunca Mas atau Jangan Terjadi Lagi.

Dalam pameran ini juga saya mengetahui bahwa pada 1987, Grup Sol y Lluvia menyanyikan lagu berjudul "Para Que Nunca Mas,' yang membuat frasa Nunca Mas menggema di seantero Chile. Disuarakan oleh para demonstratif baik di plaza dan jalan-jalan dan akhirnya membuat sang diktator turun takhta pada 1988. 15 tahun dalam kediktatoran tetap membuat masa kelam itu tidak dapat dilupakan oleh rakyat Chile. Karena itu kata Nunca mas hingga saat ini masih terus menggema.

Nunca mas: Dokpri
Nunca mas: Dokpri

Ada baiknya kita kutik kembali beberapa baris lagu yang dinyanyikan oleh Sol y Lluvia tadi.

Para que nunca ms en Chile los secretos calabozos,
vuelvan a morder la humanidad de mi pueblo,
para que nunca ms en Chile
el hambre vuelva a estar en la boca de mi humilde pueblo

Para que nunca ms en Chile
la sangre hermana derramada,
y no se deje florecer la libertad.

Semoga tidak akan pernah ada lagi di Chile penjara bawah tanah rahasia,
Yang akan kembali untuk menggigit peri kemanusian rakyat kami.

Semoga tidak akan pernah ada lagi di Chile
Kelaparan muncul di mulut rakyat kami yang rendah hati.

Semoga tidak pernah ada lagi di Chile
Darah tertumpah dari saudari kami

Dan kebebasan yang terkekang.

***

Nunca mas, Nunca mas.. Kata-kata ini terus menggema dalam pikiran saya ketika saya meninggalkan museum ini untuk melanjutkan langlang di kawasan Plaza de Armas.

Dan bagaimana nasib uang logam 100 Peso tadi?

Ketika membuka kunci loker dan mengambil tas saya kembali, uang logam itu kembali muncul dan saya kembalikan ke petugas sambil mengucapkan Muchas Gracias.

Santiago, Februari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun