Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Belajar Tidak Takut Mati di Museo Nacional de Colombia

7 Maret 2024   08:15 Diperbarui: 7 Maret 2024   09:59 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dibandingkan dengan kebanyakan halte Transmilenio di Bogota, halte Museo Nacional ini sangat berbeda, yaitu lokasinya ada di bawah permukaaan tanah. Sebenarnya saya sudah beberapa kali melewati halte ini, namun baru siang ini sempat turun di sini.  Suasananya cukup ramai dan untuk keluar halte, saya harus  naik deretan anak tangga menuju ke permukaan.  Di sini pula saya melihat ada penumpang yang tidak membayar dengan cara melompati pintu.  Uniknya bukan hanya anak remaja lelaki, bahkan ada perempuan yang melakukannya.

Halte Transmilenio : dokpri 
Halte Transmilenio : dokpri 
Sejenak saya menghirup udara Bogota dengan suhu yang selalu sejuk sepanjang tahun.  "Spring -like Weather," kaya teman saya yang dulu tinggal lama di Bogota,  maklum ketinggian kota ini memiliki ketinggian sekitar 2600 meter di atas permukaan laut.  

Dari depan halte ada tulisan nama Halte yaitu Museo Nacional dan juga ada nama jalan utama Carrrerra Septima alias jalan nomor tujuh.   Sementara di dekatnya ada tulisan Taquilla atau loket untuk membeli tiket.  Dan gedung -gedung jangkung menjadi latar belakang di sekitar kawasan Museo Nacional ini.

Bangunan Museo Nacional de Colombia tampak sangat megah dari kejauhan. Warnanya yang cokelat dengan rona merah muda membuatnya tampak cantik dan sedikit berbeda dengan kebanyakan bangunan di Bogota yang memiliki warna merah bata.  

Pemandangan Kota Bogota: dokpri
Pemandangan Kota Bogota: dokpri

Sebelum menyeberang ke gedung Museo Nacional saya sempatkan melihat ke beberapa gedung yang menarik di sekitarnya.  Di sebuah plaza atau lapangan ada patung berkuda dan juga tulisan-tulisan berhias grafit khas Bogota.

Saya kemudian menyeberang Carrer Septima dan mendekati gedung museum.  Sekilas gedungnya mirip sebuah benteng tua yang letaknya lebih tinggi dari jalan raya. Tepat di kaki lima ada gerai pedagang yang menjual burger.  Untuk masuk ke beranda gedung, saya harus naik tangga bagaikan ke lantai dua.  Sejenak saya duduk di kursi dari beton yang ada dan beristirahat.


"Soy Colombia, Soy Historia 200 Aos," demikian  tertulis pada sepasang baliho besar yang  terpasang secara vertikal mengapit  pintu masuk utama.  Rupanya Museo  Nacional ini sedang merayakan hari ulang tahun yang ke 200 sejak tahun 2023 lalu dan masih berlangsung hingga 2024 sekarang ini.

Tiket Gratis: dokpri
Tiket Gratis: dokpri
Saya kemudian memasuki beranda museum dan mencari tempat untuk membeli tiket.  Dan di sini dengan kalimat sakti "Tengo mas de sesenta aos," saya mendapatkan selembar boleto atau tiket dengan tulisan 'boleta gratuita' adultos $ 0.  Tiket gratis dengan harga 0 Peso yang ditulis dengan lambang Dollar.

Saya segera memulai perjalanan di museum ini dan melihat sebuah patung perempuan telanjang yang sedang duduk bersilang lengan.  

Patung: dokpri
Patung: dokpri

Lalu ada beberapa prasasti yang menceritakan sekilas mengenai sejarah museum ini.  Terkuaklah bahwa walaupun Museo Nacional de Colombia sudah berusia 200 tahun, tetapi pada saat pertama kali berdiri museum itu belum berlokasi di gedung ini.

Gedung yang sekarang menjadi museum nasional ini dukung bernama Panopticon dan dibangun pada era sekitar 1870 hingga awal abad 20 dan dirancang sebagai sebuah penjara.  Tidak mengherankan kalau sebagian besar bentuk interiornya masih menyisakan bentuk asli dengan ruang ruang sel penjara.  

Interior museum: dokpri
Interior museum: dokpri
Fungsinya sebagai penjara berhubungan erat dengan sejarah Kolombia yang penuh gejolak saat akhir abad 19 hingga awal abad 20, terutama saat terjadi Perang Seribu Hari pada 1899-1902.

Pada pertengahan abad ke 20, atau tepatnya 1948, barulah gedung ini digunakan sebagai Museum Nasional dan pda 1975 ditetapkan sebagai warisan sejarah atau monumen nasional.

Sangat  menarik sekali berkelana di dalam museum yang memiliki 3 lantai ini. Di lantai dasar saya Semit mengintip sebuah ruangan kecil yang menyimpan warisan benda-benda yang terbuat dari emas. Mirip dengan yang dipamerkan di Museo del Oro, mungkin versi mini.

Selain itu juga ada pameran bertajuk "Awera en Bakata' yang merupakan pameran karya perempuan dari suku asli yang bermukim di Kolombia yaitu suku Embera Chami.  Di sini dijelaskan jika kata "Awera," memiliki makna "El camino para ser mujer," atau jalan untuk menjadi perempuan sejati.

 Kematian: dokpri
 Kematian: dokpri
Sementara di lantai dua ada sebuah display tentang tata cara penguburan dan kematian sejak zaman dahulu hingga kini.  Ada yang menarik di sini yaitu pameran sebuah guci yang berisi Abu jenazah dari zaman prasejarah di Kolombia dengan tulisan berjudul Vida Eterna atau hidup abadi.

Di bawahnya ada tulisan obituario de una travesa desde el pasado, yang bermakna obituari: sebuah perjalanan dari masa lalu.  

Yang sangat berkesan adalah kutipan kata mutiara :  la muerte es algo que no debemos temer porque, mientras somos, la muerte no es, y cuando la muerte es, nosotros no somos.

Kematian adalah sesuatu yang tidak perlu kita takuti karena, ketika kita ada, kematian tidak ada, dan ketika kematian ada, kita tidak ada.

Kata kata mutiara ini dikutip dari seorang filsuf Yunani Epikurus (340-270 SM).

Lantai 3 : dokpri
Lantai 3 : dokpri
Sementara di lantai 3 kita bisa menyaksikan beberapa dislay di antara nya bertema La Rotunda, yang sejenak melihat seni dan budaya Kolombia, juga ada yang bertema Ser y Hacer atau Being and doing.Cukup banyak yang saya lihat selama sekitar 2 jam berada di museum ini. Namun yang sangat berkesan adalah kata-kata dari filsuf Yunani dari masa sebelum Masehi tersebut.
Saya kemudian keluar dari museum sesuai arah petunjuk dan sampai di toko suvenir dan kemudian mampir sejenak di sebuah cafe. Menikmati sepotong roti dan secangkir kopi Kolombia yang nikmat.  

Bogota, akhir Januari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun