Salah satu cara untuk mengenal suatu kota lebih dekat adalah dengan bergabung ke walking Tour atau Tour jalan kaki yang kini banyak tersebar di seluruh dunia.
Waktu menunjukkan hampir jam 10 pagi ketika saya tiba kembali di Museo del Oro setelah berjalan kaki sekitar 8 menit dari halte Transmilenio  San Victorino. Â
Di sini pemandu wisata dari Beyond Colombia telah menunggu dengan menggunakan payung warna merah sebagai pengenal. Pagi itu ada dua kelompok wisata, satu yang berbahasa Inggris dan satu yang berbahasa Spanyol dengan topik Free Bogota Walking Tour. Â pemandu wisata kami kebetulan seorang lelaki berusia sekitar 30 Tahun bernama Rafa yang sangat energik.
Sekitar pukul 10 lewat 10 menit, tur jalan kaki di pusat kota tua Bogota dimulai, tepat di depan Museo del Oro, yaitu Parque de Santander. Â Di tengah Taman ini ada sebuah patung, yaitu patung Fransisco de Paula santander.
Siapakah dia dan bagaimana sejarah Taman serta bangunan -bangunan yang ada di sekitar Taman juga diceritakan dengan bersemangat oleh Rafa. Â Salah satu gedung yang terkenal adalah Banco de La Republica yang merupakan bank penting di Kolombia. Â Di depannya juga ada gedung Menara Avianca, yang pernah menjadi markas maskapai penerbangan Kolombia Avianca yang pada masany pernah menjadi salah satu gedung pencakar langit tertinggi di Amerika Selatan berlantai 37. Namun kini sesuai dengan perkembangan zaman, Avianca sendiri hanya menyewa salah satu ruangan di lantai dasar gedung ini.
Lalu siapakah Santander? ternyata beliau adalah salah satu tokoh penting dalam gerakan kemerdekaan Amerika Latin bersama Simon Bolivar yang membawa kemerdekaan bagi Gran Colombia dan Nueva Granada. Beliau juga pernah menjabat sebagai wakil presiden dan presiden Kolombia pada masa itu. Â Semoat dikisahkan bahwa beliau juga pernah mempunyai pandangan yang berbeda dengan Simon Bolivar.
Dari Parque de Santander, jalan-jalan berlanjut ke Calle Real atau yang lebih terkenal sebagai Carerra Septima atau jalan nomor 7.
Nah di kaki lima jalan ini, Rafa bercerita tentang salah satu episode terkelam dalam sejarah Kolombia yang penuh dengan kekerasan dan kekacauan. Â Yaitu tentang kejadian yang disebut dengan nama Bogotazo.
Peristiwa Bogotazo ini mengingatkan saya akan kejadian kerusuhan Mei 1998 di tanah air dalam konteks yang berbeda. Â
Kejadian ini diawali dengan pembunuhan terhadap tokoh politik yang terkenal saat itu yaitu Jorge Elicer Gaitn. Â Beliau adalah calon presiden yang sangat populis dan menjadi pujaan kaum pekerja dan rakyat miskin Kolombia.
Gaitan ditembak di depan kantornya oleh seorang pengangguran pada siang hari tanggal 9 April 1948. Â Peristiwa ini kemudian menyulut kemarahan rakyat yang mengakibatkan kerusuhan dan penjarahan di seluruh kota. Â Bogota pun membara, kerusuhan seharian hingga makam itu konon memakan korban sekitar 3000 jiwa dan ratusan atau ribuan bangunan sekolah, pertokoan, bank dan kantor pemerintahan hangus terbakar.
Ada banyak teori konspirasi tentang pembunuhan Gaitan, ada  yang bilang bahwa pemerintah berkuasa yang menjadi dalang, ada yang bilang CIA dan Amerika dan bahkan Kuba pun disebut-sebut karena Fidel Castro kebetulan sedang berada di Bogota untuk bertemu Gaitan.
Namun peristiwa kerusuhan dan penjarahan yang dikenang dengan nama Bogotazo itu tetap menjadi misteri hingga saat ini dan bahkan menjadi penyulit peristiwa lanjutan yang disebut dengan La Violencia, yaitu kekerasan, pembunuhan selama 10 tahun hingga tahun 1958 yang juga menjadi periode terkelam dalam sejarah negeri ini. Pada masa ini ratusan ribu orang tewas, sebagian lagi meninggalkan Kolombia ke negeri tetangga.
Pada masa La Violencia ini kekerasan merajalela dan pembunuhan lawan politik terjadi begitu saja. Para jurnalis, polisi, hakim dan bahkan politisi pun sering hidup dalam ketakutan karena bisa saja nyawa mereka melayang esok hari tanpa peringatan sebelumnya. Sementara ratusan ribu takut biasa pun turut menjadi korban.
Peristiwa Bogotazo dan La Violencia ini pun dapat kita baca kembali dalam salah satu lara penulis pemenang Nobel asal Kolombia, Gabriel Garcia Martinez dalam bukunya yang berjudul Vivir para Contarla.
Saya begitu terpukau oleh kisah Bogotazo dan La Violencia sehingga membayangkan kota Bogota dalam kobaran api walau kemudian jalan jalan kami berlanjut ke sebuah plaz0leta atau lapangan kecil di seberang Halte Transmilenio Museo del Oro. Â
Kebetulan ini adalah Plazoleta del Rosario yang akan kita ceritakan secara lengkap dalam kisah selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H