Ide untuk jalan-jalan ke Kolombia saja sudah cukup membuat beberapa sobat saya di Jakarta mengernyittkan dahi. Cari apa di Kolombia? Bukankan negeri itu merupakan salah negara paling berbahaya di Amerika Latin yang terkenal dengan gang narkoba dan Tingkat kriminalitas yang tinggi? Â Nah apalagi kalau ingin menjajal naik Transmilenio, yang bahkan menurut sebagian besar penduduk Bogota sendiri cukup berbahaya.
Banyak copet atau bahkan penodong, demikian yang sempat saya baca di internet mengenai Transmilenio. Â Namun selain itu ada juga beberapa laman yang menyarankan bahwa naik Transmilenio merupakan pengalaman menarik yang harus dicoba kalau mampir ke Bogota. Â Asalkan kita waspada dan tahu batas-batas keselamatan, dan disertai dengan Nasib baik, maka tentunya akan baik-baik saja.
Nah rasa penasaran ini pula yang membuat saya akhirnya mencoba dan bagkan jatuh conta dengan Transmilenio, sehingga selama kunjungan saya ke Bogota, tiada hari tanpa naik Transmilenio. Â Yuk ikuti ceritanya.
Selepas berkunjung ke Museo del Oro di pusat kota tua Bogota, saya memang harus melanjutkan jalan-jalan saya sendiri saja di Bogota. Tentunya dengan pesan nanti pulang ke kedutaan dengan naik uber saja.  Nah dari Museo del Oro yang  terletak di antara Calle 16 dan Carrera 6 serta di depannya terdapat sebuah taman yang lumayan ramai. Sebuah taman yang baru keesokan harinya saya tahu bernama Parque Santander ini saya berjalan mengikuti keramaian.  Hari kedua di Bogota atau hari pertama jalan-jalan sendiri ini, saya hanya berpedoman jangan jalan di tempat yang sepi sendirian. Jadi selama masih banyak orang jalan kaki, saya santai saja berjalan dan menikmait suasana.
Saya berjalan menyeberangi taman dan sampai di Calle Real yang juga Bernama Carrera Septima atau Carrera 7 yang kemudian saya tahu lumayan panjang membentang di kota Bogota. Â Di depannya ada sebuah bangunan tua yang cantik yaitu Iglesia de San Fransisco, yang merupakan gereja Katolik tertua di Bogota yang dibangun pada abad XVI. Â Ternyata suasana pusat kota tua Bogota ini sangat ramai baik dengan pejalan kaki, turis, maupun penduduk setempat. Selain itu ada juga pedagang kaki lima yang menjual berbagai jenis makanan. Â Saya bahkan sempat mencoba sawarma yang lumayan lezat rasanya.
Tidak jauh dari sini, secara tidak sengaja saya menemukan sebuah halte Transmilenio yang bentuknya sangat mirip dengan sebagian besar halte Busway di Jakarta sebelum era halte Bundaran HI yang sangat mewah. Â Walau pun begitu yang membuatnya lebih Istimewa, adalah halte ini lumayan luas dan panjang dibandingkan halte-halte di Jaarta. Â Ternyata ini adalah Halte Museo del Oro dan di sini pula saya sempat melihat rangkaian bus Transmileneo yang bergandeng tiga.Â