Sebelum masuk ke ruang sholat, ada berjejer tempat meletakan alas kaki dan kemudian hamparan karpet hijau polos dengan hanya berhias penanda saf menyambut saya. Â Di pinggiran dekat dinding terdapat deretan kursi lipat khusus bagi Jemaah lansia. Â Suatu fasilitas yang masih sangat jarang ada di masjid-masjid di tanah air. Â Di sisi sebelah kiri, hanya ada seorang lelaki usia setengah baya yang sedang duduk sementara dua lelaki yang tadi sedang wudhu tampak sedang salat berjamaah.Â
Setelah shalat, saya mulai memperhatikan suasana interior masjid kecil yang sangat cantik ini. Bentuk mimbar, mihrab dan juga hiasan keramik di dindingnya mengingatkan akan keindahan masjid-masjid di Turki. Â Sebuah layar TV elektronik menunjukkan waktu-waktu sholat. Saya juga sempat melihat ke interior di bawah kubah yang tampak cantik dengan ornamen dan hiasan yang menarik serta sebuah lampu gantung kristal. Â Sinar Mentari yang siang itu malu-malu turut menerangi interior masjid.
Hanya ada beberapa pilar yang menopang kubah masjid ada di ruangan dalam, Dengan keramik warna kecokelatan memberikan nuansa mewah yang khas. Singkatnya, masjid ini walau tidak terlalu besar, tetap merupakan masjid yang cantik dan canggih.Â
Selesai sholat, saya sempat mampir ke sebuah restoran yang ada di ruangan bawah di sebelah masjid.  Ketika saya masuk, restoran ini tampak sepi, maklum waktu makan siang mungkin sudah lewat, yaitu sekitar pukul 2 siang.  Seorang lelaki berusia sekitar  50 tahunan lebih  menyambut saya dalam bahasa Jerman.  Saya sempat mengintip ke deretan tempat makanan yang kosong.  Wah mungkin saja tidak ada menu yang disiapkan seperti di restoran di masjid di Lisboa Jumat minggu lalu yang sangat ramai.
Ketika saya bertanya, lelaki tadi menjelaskan bahwa hanya ada makanan yang dipesan untuk dibuat yaitu makanan Mediterania, pilihannya makanan Italia atau Maroko.  Tentu saja saya memili makanan Maroko, apalagi sang lelaki yang juga kebetulan mengaku sebagai chef alias koki menjelaskan bahwa menunya sangat Istimewa, yatu Tajine yang disajikan dalam periku berbentuk kerucut. Isinya potonhan daging lengkap dengan sedikit tulang  dengan sayuran dan bumbu yang khas.
Saya kemudian memesan air mineral untuk minum dan dia mempersilahkan saya untuk duduk. Serta memberikan sebotol air mineral yang kemudian dihidangkan dalam sebuah gelas. Â Dia kemudian menghilang ke dapur dalam waktu sekitar 10-15 menit sebelum akhirnya muncul dengan hidangan Istimewa ala Maroko, yaitu Tajine yang masih hangat dilengkapi dengan roti. Â Dia juga kemudian menanyakan apakah saya ingin sambal yang tentu saja saya jawab dengan anggukan kepala sambil menyerukan beberapa kali ja dalam bahasa Jerman.
Ternyata pilihan saya tidak salah, Tajine merupakan hidangan paling sedap yang saya nikmati dalam perjalanan kali ini di Jerman. Â Rasanya sedap dengan daging yang empuk, kentang yang enak dan juga berbagi sayuran yang pas di lidah. Lagi pula porsinya sangat pas untuk saya, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu sedikit. Belum lagi sambalnya yang ternyata cukup menggoda selera. Â Tidak terasa santapan siang di restoran yang sepi ini ternyata melebih ekspektasi saya.