Kalau sebelumnya Kompasianer Air melakukan kunjungan ke Lanud Halim Perdana Kusumah di Jakarta Timur, maka acara tur edukasi kali ini adalah mampir sejenak ke Lanud Atang Sanjaya di Semplak, Bogor.Â
Sekitar pukul 7.30 pagi, Saya, Mbak Mutiah dan Mbak Dewi Puspa sudah siap di tempat berkumpul, yaitu Stasiun Bogor dan kemudian dengan taksi Online menuju ke lokasi. Karena kami datang sedikit lebih awal dari waktu yang ditentukan, maka bisa sejenak ngopi dan sarapan di sebuah warung di Seberang pos jaga. Â Tidak lama kemudian Bang Rahab dan juga Mbak Denik dan suaminya juga sudah tiba. Lengkap sudah pasukan kami berenam untuk menjelajah di Atang Sanjaya ini.Â
Tujuan pertama adalah mampir ke Hanggar Basarnas dan melihat beberapa jenis helikopter yang ada di sana. Â Di damping beberapa petugas yang ada di hanggar, kami mendengarkan sekilas mengenai beberapa jenis helikopter yang ada dan juga tugas-tugas yang pernah diakukan mereka.Â
Yang langsung menarik perhatian saya adalah sebuah helikopter yang tidak asing lagi bagi saya, yaitu BO 105 atau lebih tepatnya NBO 105 yang merupakan buatan IPTN di tahun 1980-an. Pesawat ini merupakan pesawat andalan yang bahkan disebut paling bandel. Â Walau sudah berusia cukup tua, tetapi masih sangat handal dalam melaksanakan tugasnya.
Di hidung helikopter ini, saya memperhatikan logo Basarnas dengan moto dalam bahasa Sansekerta yaitu, Avignam Jagat Samagram. Â Kata ini bermakna Semoga Selamatlah Alam Semesta walau kalau diterjemahkan secara harfiah memiliki makna Tiada halangan di dunia beserta segala penghuninya."
Helikopter NBO 105 ini merupakan pesawat Bolkow 105 rancangan Jerman atau MBB yang diproduksi di Bandung dan pernah menjadi salah satu helikopter paling favorit pada zamannya baik untuk versi sipil maupun militer. Â Hingga saat ini Indonesia masih mengoperasikan beberapa heli NBO 105 termasuk dua unit oleh Basarnas yang ada di Lanud Atang Sanjaya ini. Â Â
Secara kasat mata helikopter yang memiliki dimensi panjang sekitar 12 meter dan tinggi 3 meter ini memang paling kecil dibandingkan dengan beberapa jenis heli lainnya yang ada di hanggar ini. Â Walaupun tergolong kecil dan hanya mampu mengangkut 4 orang termasuk 2 awak, NBO 105 mampu terbang hingga ketinggian 17 ribu kaki dengan berbagai manuver yang canggih. Bahkan dalam demo terbang di Bandung dulu, saya sering melihat NBO 105 melakukan terbang aerobatik yang indah. Â Kinerjanya ini didukung oleh mesin Allison250-c20B sehingga mampu memiliki kecepatan jelajah hingga lebih 240 km/jam dan bisa terbang selama sekitar 3 jam 30 menit.
Tidak jauh dari heli NBO 105 ini, ada lagi sebuah helikopter dengan cat orange yang sama, tampak sedikit lebih besar namun sangat langsing dengan moncong yang khas. Ternyata ini adalah heli jenis Dauphine yang juga merupakan buatan IPTN bekerja sama dengan Airbus Helicopters. Â Yang berbeda tentu saja teknologinya karena heli Dauphine AS365 N3+ ini merupakan produksi sekitar tahun 2015, sementara MBO 105 adalah teknologi tahun 1970 an. Â Moncong heli yang mirip ikan lumba-lumba ini lah yang mungkin menyebabkan helikopter ini dijuluki Dauphine yang dalam bahasa Perancis berarti ikan lumba-lumba.
Sekilas yang dapat dilihat adalah ketika sepat mengintip ke dalam kokpit yang telah dilengkapi dengan alat navigasi dan komunikasi yang lebih canggih termasuk glass cockpit sehingga tidak lagi memiliki terlalu banyak instrumen klasik. Â Dimensinya juga sedikit lebih besar dengan panjang sekitar 14 meter dan tinggi 4,3 meter.
Ruang kabin heli bermesin ganda Turbomeca ini mampu mengangkut 12 orang penumpang dengan kecepatan maksimum sekitar 269 km/jam dan ketahanan terbang hingga 4, 3 jam. Â
Di dalam hanggar ini juga ada satu lagi pesawat helikopter yang paling besar yaitu jenis AW 139 yang juga merupakan heli terbaru dan paling canggih dalam armada heli yang dimiliki Basarnas dan dioperasikan di Lanud Atang Sanjaya ini.
Selain memiliki dimensi yang lebih besar sehingga bisa mengangkut 15 penumpang dan dua awak, heli juga mampu terbang dengan ketahanan lebih dari 6 jam dengan kecepatan lebih 300 km/jam.
Di samping itu, seperti juga Dauphine, AW 139 juga dilengkapi dengan rescue hoist permanen yang sangat bermanfaat untuk mengangkat dan mengangkut tandu dalam proses evakuasi. Â Heli ini sendiri merupakan produksi Agusta Westland yang merupakan Perusahaan patungan Italia Amerika yaitu Finnmeccanica.Â
Heli ini sendiri konon diproduksi di Italia dan dirakit di Pondok Cabe di hanggar milik Pelita Air Services atau lebih tepatnya Indopelita. Salah satu keunggulannya adalah kemampuannya untuk terbang hingga ketinggian 2000 kaki.
Kunjungan di Landu Atang Sanjaya kemudian dilanjutkan dengan mampir ke Skadron Udara 6 untuk melihat helikopter klasik Twin Pack yaitu Sikorsky S58T yang kini dijadikan semacam museum mini. Di sini kita bisa sejenak mempelajari lintasan kisah pesawat yang sudah sejak lama dipensiunkan dari tugas ini. Â Skadron 6 juga mempunyai lambang maung atau harimau yang disebut dengan cougar dan tampak menjadi mascot di tempat ini.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI