Dari GKP Jamaat Depok di dekat stasiun, Kanu melanjutkan Jelajah Belanda Depok ke destinasi kedua, yaitu rumah presiden terakhir Depok yang terletak di jalan pemuda. Â
Di jalan Kartini kami juga melewati Gereja Bethel dan sebuah tiang telepon kuno yang konon hanya ada tiga di seluruh  Hindia Belanda.
Rumah mantan presiden Depok ini terletak di tepi jalan, namun tertutup oleh sebuah bangunan yang dibangun sekitar tahun 2019 dan sebenarnya terletak di halaman rumah ini.
Sekilas rumah ini biasa saja dan hanya merupakan rumah tua yang dibangun pada zaman Belanda. Â Yang menjadi ciri kuasa adalah temboknya yang kokoh, pintu dan Hendra yang besar serta langit-langit yang tinggi sehingga memungkinkan sirkulasi udara yang cukup nyaman walau tanpa pendingin udara. Maklum suhu udara di Depok siang itu cukup panas, mendekati 36 atau 37 derajat Celcius.
Di sini kami di sambut oleh pemilik rumah sekaligus cucu presiden Depok yang terakhir. Â Di dinding rumah masih tertempel sebuah prasasti mini dengan ukuran nama pemilik rumah ini yaitu J.M. Jonathans. Â
Siapakah J.M Jonathans ini. Â Menurut penuturan pemilik rumah, J.M Jonathans adalah kakek beliau yang sekaligus presiden terakhir Depok dengan nama lengkap Johannes Matijs Jonathans yang menjabat pada tahun 1949-1952. Â
Wah ternyata ketika Indonesia sudah merdeka pada 1945, di Depok masih ada presiden tersendiri dan baru pada 1952 itu Depok menyatakan bergabung dengan Indonesia.
Di rumah ini kami mendengarkan banyak cerita mengenai kisah Depok Ana tata lain mengabdi asal kata Depok yang diperkirakan
berasal dari kata Padepokan walau ada juga yang mengatakan bahwa Depok adalah singkatan De Eeeste Protestantse Organisatie van Christenen.
Kami juga ditunjukkan sebuah miniatur tugu yang dulunya berada di depan istana  presiden Depok.  Tugu yang mirip Monas Mini ini memiliki prasasti yang  bertuliskan :
Mijn intentie is dat te Depok
mettertijd een fraaie Christenbevolking groeie
Cornelis Chasteleln
28 Juni 1714
Kalau diterjemahkan. kata kata tersebut bermakna :
Harapan  saya adalah dengan seiring berjalannya waktu, rakyat Kristen yang baik akan berkembang di Depok
Dengan melihat miniatur tugu ini, sejenak kami menembus waktu kembali ke abad 18, ketika Depok masih dalam kekuasaan VOC dan kemudian Cornelis Chasteleln yang kemudian mendapatkan tanah luas di kawasan ini dan mendatangkan budak dari berbagai daerah di Nusantara seperti Timor, Maluku, Kalimantan dan Sulawesi. Â Namun para budak ini kemudian dibebaskan dan diberi marga Belanda dengan syarat memeluk agama Kristen . Ada 12 marga di Depok dan mereka inilah yang kemudian dikenal dengan nama Belanda Depok.
Kami juga kemudian mampir ke bekas istana presiden Depok yang berada tidak jauh dari rumah presiden.  Sayangnya bekas istana ini sekarang dalam keadaan tidak terawat setelah sebelumnya digunakan sebagai rumah sakit.  Di halaman istana ini ada tugu yang kita lihat miniatur ya. Sayangnya juga tidak terawat dan prasasti bertulis akan kata-kata Cornelis Chasteleln l sudah tidak terbaca. Kondisi Tugu Ini juga merupakan hasil restorasi  karena Tugu yang asli  sudah rusak ketika pergolakan setelah revolusi kemerdekaan yang disebut dengan peristiwa Gedoran Depok pada 7 Oktober 1945.
Istilah presiden sempat membuat saya kaget karena tadinya mengira pernah ada sebuah republik Depok yang berdaulat dan diakui secara internasional seperti beberapa kesultanan di Indonesia. Â Namun setelah dijelaskan lebih lanjut wilayah Depok sendiri pada saat dipimpin oleh presiden hanya berstatus Gemeente yang mungkin setingkat kota saja. Â Jadi jabatan presiden merupakan nama yang unik karena tidak ada kabinet, menteri dan bahkan tidak ada wakil presiden dan juga tidak pernah diakui negara lain.
Setidaknya dalam jelajah Belanda Depok ini kita bisa mengenal lebih jauh mengenai sejarah kota Depok yang cukup unik.
Yuk nantikan kisah berikutnya .
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H