Pertama kali saya berkunjung ke Macau adalah ketika negeri atau kota kecil yang berada di muara Sungai Mutiara atau Pearl River itu masih berstatus sebagai koloni terakhir Portugis di Timur Jauh.  Macau sangat terkenal sebagai kota  hiburan dan judi yang mendapat julukan Las Vegas of The East karena mengandalkan hiburan dan judi sebagai pemasukan devisa utama.Â
Ketika itu untuk berkunjung ke Macau, warga Indonesia diharuskan membayar Visa on Arricval di Pelabuhan feri sebesar 50 HK Dollar dan langsung mendapatkan izin tinggal selama 21 hari.Â
Kalau dulu hanya ada empat kasino di Makau. Kini setelah Makau dikembalikan ke pangkuan ibu pertiwi Tiongkok raya pada 2- Desember 1999, perjudian makin marak dan konon jumlah kasino di Makau sudah lebih dari 30 dan bahkan jauh lebih banyak dari yang ada di kota berlumuran dosa atau Sin City, Las Vegas. Hampir semua merek kasino terkenal di Las Vegas ada cabangnya di Makau, dan tidak semua kasino yang ada di Makau hadir di las Vegas. Â Bahkan menurut data statistik, penghasilan yang diraup dari industri hiburan dan perjudian ini menyumbangkan lebih dari 5 Milyar Dollar dalam setahun pada 2022 lalu. Â Dan sekaligus menjadikan Makau sebagai salah satu negeri paling Makmur dengan pendapatan rata-rata per kapita paling tinggi. Bahkan sebelum pandemi melanda, pada GDP Per Kapita Macau pernah mencapai angka sekitar 88 ribu USD dan pada tahun 2014 sudah mencapai titik tertinggi dari lebih dari 90 RIbu USD. Bandingkan dengan GDP Indonesia yang masih di sekitar angka 4 Ribuan aja.
Lalu bagaimana mungkin di Makau yang statusnya sekarang merupakan bagian dari negeri Tiongkok yang menganut sistem komunis itu menghalalkan kasino sementara  perjudian  diharamkan di Tiongkok. Ternyata perjudian di Makau tetap legal karena walaupun Makau telah dikembalikan ke  Tiongkok, status Makau adalah SAR atau Special Administrative Region yang memiliki Basic Law sendiri. Hal ini dimungkinkan karena pengembalian Makau ke Tiongkok mirip dengan pengembalian Hong Kong keTiongkok dengan menggunakan asas Um Pais Dois Sistemas dalam Bahasa Portugis yang sering diterjemahkan menjadi Satu negara Dua Sistem atau One Country Two Systems.
Um Pais Dois Sistemas di Makau ini konon berasal dari gagasan Deng Xiao Ping untuk menyatukan kembali Taiwan ke pangkuan Tiongkok Raya. Pada 1979, Tiongkok menawarkan kepada Taiwan agar mau bergabung dengan Tiongkok sebagai satu negara dengan segala kebebasan yang diperoleh Tawan untuk menjalankan sistem ekonomi, sosial, pemerintahan dan bahkan militernya sendiri. Â Â Gagasan ini ditolak mentah-mentah oleh Taiwan yang hingga saat ini tetap memisahkan diri dan mengklaim sebagai penguasa yang sah dari seluruh daratan Tiongkok.
Gagal melakukan reunifikasi dengan Taiwan, Deng Xiao Ping kemudian menyampaikan gagasan ini ke Inggris untuk mengembalikan kedaulatan Tiongkok atas Hong Kong  dengan cara damai.  Kebetulan 1997 merupakan tahun terakhir kekuasaan inggris atas kawasan New Territories yang didapat  berdasarkan perjanjian dengan Dinasti Qing pada 9 Juni 1898 yang memberi hak kepada Inggris untuk menyewa kawasan itu dengan gratis selama 99 tahun sampai  30 Juni 1997.
Beijing sendiri akhirnya berhasil menekan Inggris untuk menyerahkan seluruh wilayah koloni Inggris, bukan hanya New Territories melainkan juga pulau Hong Kong dan Semenanjung Kowloon,  Akhirnya sistem yang dalam bahasa Mandarin di sebut Yi Guo Liang Zhi ini  kemudian disetujui oleh Inggris di bawah Perdana Menteri Margareth Thatcher. 1 Juli 1997 dipilih sebagai waktu penyerahan kedaulatan atas Hong Kong dari inggris ke Tiongkok.
Berbeda dengan Inggris yang sebenarnya masih ingin mengusai Hong Kong, Portugal yang menguasai Makau sejak 1557 sudah ingin menyerahkan Makau kembali ke Tiongkok pada  1978 ketika pemerintahan kiri berhasil mengadakan kudeta di Lisboa pada 1974, tetapi Beijing selalu menolak karena tidak ingin mengganggu hubungannya dengan Inggris.  Tentara Portugis sendiri sudah ditarik dari Makau sejak 1975. Bahkan sejak 1979, ketika Portugal memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dan mengakui Republik Rakyat Tiongkok, kedua negara sudah sama-sama setuju dan mengakui jika Makau merupakan wilayah Tiongkok. Tinggal menanti waktu yang tepat untuk dikembalikan.
Pada 1986, Tiongkok dan Portugal akhirnya setuju untuk penyerahan kedaulatan pada 20 Desember 1999 setelah negosiasi yang cukup panjang. Tiongkok kembali menawarkan konsep Yi Guo Liang Zhi yang dalam bahasa Portugis disebut Um Pais Dois Sistemas itu. Â Dengan demikian sama seperti Hong Kong, Macau dapat meneruskan sistem ekonomi liberal, kebebasan pers, dan juga mata uang dan sistem imigrasi yang terpisah dari Tiongkok hingga tahun 2049.
Pada saat itu banyak penduduk Hong Kong dan Macau yang sempat kawatir akan penyerahan kedaulatan itu. Sebagian mulai merencanakan untuk pindah baik ke Inggris, Portugal atau bahkan negara-negara barat lain. Â Namun Basic Law baik untuk Hong Kong maupun Macau yang dibuat sebagai undang-undang dasar yang berlaku di Hong Kong dan Makau menjamin bahwa tidak akan ada perubahan secara politik, ekonomi, dan juga kebebasan masyarakat di kedua kawasan eks koloni ini selama 50 tahun ke depan. Â Artinya Hong Kong tetap dapat mempertahankan mata uang, sistem ekonomi dan juga bahkan sistem perbatasan dan imigrasi sampai 1 Juli 2017 dan Macau pun mendapatkan hak yang sama sampai 20 Desember 2049. Â
Pada saat menjelang 1997 banyak sekali kekawatiran dan juga euforia akan kembalinya kedaulatan Hong Kong ke pangkuan Tiongkok yang komunis . Salah satunya adalah banyaknya gambar T shirt bergambar Hong Kong 1997 dengan bendera Tiongkok dan Britania Raya.  Namun ternyata setelah waktu pun berjalan, dengan Yi Guo Liang Zhi tampak berjalan cukup mulus baik di Hong Kong mau pun Makau. Apalagi ekonomi di Tiongkok juga berkembang dengan pesat dan bahkan mata uang RMB memiliki nilai tukar yang lebih baik dibandingkan Hong Kong Dollar dan Pataka.
Namun pada sekitar 2014, di Hong Kong sempat terjadi revolusi payung yang menuntut lebih banyak kebebasan bagi rakyat Hong Kong dari pemerintah di Beijing. Â Rentetan protes dan demo yang mulanya berlangsung aman dan damai sempat sedikit mengkhawatirkan pada sekitar 2018 dan 2109. Â
Uniknya Pelaksanaan sistem ini di Makau tampak lebih tenang dan adem ayem dibandingkan dengan pergolakan yang terjadi di Hong Kong sejak 2014 lalu.
Pertanyaannya adalah apakah yang akan terjadi dengan Yi Guo Liang zhi setelah 2047 dan 2049 di Hong Kong dan Macau?
Ada yang berpendapat Hong Kong dan Makau akan terintegrasi secara total dengan Tiongkok daratan dan kehilangan status SAR mereka. Â Namun ada pula yang berpendapat bahwa status tersebut akan dilanjutkan selama 50 tahun berikutnya.Â
Tidak seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi di masa datang. Hanya waktu yang akan membuktikannya. Â Â
Yang  jelas kalau kita ke Hong Kong sekarang ini, selain Bahasa Inggris dan Kanton yang dulunya biasa dugunakan, penggunaan Bahasa Mandirin pun mulai marak. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa di kawsaan Hong Kong SAR berlaku Satu Negara Dua Sitem dan Tiga Bahasa. Sementara untuk Makau bahkan lebih ekstrim lagi karena bahkan di dalam bus pengumuman halte berikutnya sudah ada dalam empat bahasa yaoitu bahasa Kanton sebagai bahasa lokal, Bahasa Portugis sebagai bahasa resmi dan juga bahasa Mandarin dan Inggris.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H