Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Tidak Ada Wanita di Gerai Kopi Kang Dudi

12 Desember 2023   10:28 Diperbarui: 12 Desember 2023   10:39 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan Pilih Saya: Dokpri

Siang itu, sekitar pukul 13.15, saya sudah tiba di Stasiun Cikini sesuai janji dengan Mbak Mutiah, Sukma dan Pak Sutiono.  Walau saya sudah datang sedikit awal, ternyata mereka sudah datang lebih dulu lagi dan menunggu di pintu keluar sebelah utara.  Sukma bahkan tengah menikmati mi instan di Indomaret. 

Kami kemudian berjalan ke arah Selatan menyusuri Jalan Proklamasi, melewati Gedung Pola dan kemudian tiba di kawasan sekitar Jalan Bonang.  Nah di sinilah tujuan kami untuk ngopi sambil bertandang ke rumah Kang Dudi Iskandar, salah satu anggota komunitas Clickompasiana yang pernah berprofesi sebagai fotografer, namun kini lebih fokus dalam usaha di bidang perkopian yang diberi nama sedikit unik yaitu Photo Coffee Roastery. 

Pada awalnya saya membayangkan akan bertandang ke sebuah kafe atau warung kopi, namun ternyata usaha kopi ini berada di tempat kediaman Kang Dudi sendiri dan kami dijamu di ruang tamunya.  Di sini dapat dilihat beberapa peralatan untuk menggiling kopi, dan juga beberapa jenis kopi dalam sachet yang bercampur dengan barang-barang pribadi.  Uniknya di beranda rumah juga tertulis bahwa rumah ini dijual lengkap dengan nomor telepon yang bisa dihubungi.

Kang Duni kemudian bercerita bahwa dia tinggal di rumah ini bersama istri dan anaknya.  Namun karena rumah ini memang warisan dari orang tua, maka harus dijual agar bisa dibagi dengan saudara-saudaranya.  

Kang Dudi kemudian menyiapkan beberapa cangkir kopi tubruk robusta yang kemudian disusul dengan kopi arabika sambil menjelaskan aroma dan rasa perbedaannya.  Mbak Mutiah juga membuka bawaan kue kue yang dibawa dari Citayam berupa kue lapis, kue talam dan lemper.  Lumayan sebagai pengganjal perut sambil bercakap-cakap ngalor ngdul mengenai dunia perkopian yang disebut dengan dunia hitam oleh Kang Dudi.

Kop Robusta dan Arabika: Dokpri
Kop Robusta dan Arabika: Dokpri

Sambil menyeruput secangkir kopi, Kang Dudi bercerita bahwa dia tidak sengaja terjun di usaha ini yang diawali dengan kesukaannya minum kopi.  Dia mengaku memulai usaha dan mengenal dunia perkopian dengan swabelajar sehingga mengetahui cukup banyak seluk beluk tentang kopi.  Kang Dudi juga tidak segan-segan membagi ilmunya tentang trik menghidangkan dan mengolah kopi sehingga menghasilkan kopi yang enak dan keluar rasa dan aroma kopinya.  Selain Tingkat kepanasan air yang digunakan untuk menyeduh, Tingkat besar kecilnya biji kopi yang digiling juga ikut mempengaruhi.   Dan tentu saja sebagai penikmat kopi, Kang Dudi menyarankan untuk menikmati kopi tanpa gula.  

Yang menarik adalah banyaknya kemasan kopi di sini yang bercampur dengan stiker bernuansa Pilpres dan Pemilu yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.  Pada kemasan kopi ini banyak gambar dan foto berbagai Caleg dari salah satu partai yang tergabung dalam koalisi perubahan. 

Selain itu, juga ada sebuah miniatur kaleng kerupuk mini warna biru yang di dalamnya ada stiker bertuliskan Ngopi for Palestina.  Rupanya dengan ngopi kita juga bisa menyalurkan dukungan dan aspirasi politik. 

Jangan Pilih Saya: Dokpri
Jangan Pilih Saya: Dokpri

Namun yang paling menarik di Photo Coffee Roastery ini adalah stiker bergambar Kang Dudi lengkap dengan tahun 2024. Mirip dengan iklan para caleg. Namun tulisannya berbunyi: "Jangan Pilih Saya, Beli Kopi Saya, Semua Orang Berhak Ngopi Enak."

Juga ada stiker berisi iklan dengan tulisan Kopilih Amin dengan gambar salah satu pasangan calon presiden dan wakilnya dan di belakangnya ada itsruksi cara menyeduh kopi yang sudah digabung dengan instruksi memilih salah satu pasangan calon di atas.

Selain menyediakan kopi dalam sachet, ada juga kopi drip yang menyediakan berbagai macam kopi dari berbagai daerah di tanah air seperti kopi Gayo, Sidikalang, NTT, dan Toraja.   Sukma juga sempat membeli sebuah tas jinjing  bergambar secangkir kopi dengan tulisan Sobat Pahit, Sobat Manis, beda Selera Sobat Creamy jalan bersama.

Ketika waktu sudah menunjukkan hampir pukul 4 sore, kami pun siap-siap pamit untuk pulang kembali menuju ke Stasiun Cikini.  Di beranda rumah yang rencananya akan dijadikan tempat duduk untuk menikmati kopi ada poster yang tulisannya cukup menggelitik yaitu Harta, Tahta, Robusta.  Biasanya kita mengenal tiga kata yang sering dijadikan tujuan hidup seorang lelaki, yaitu Harta , Tahta , dan Wanita. Namun di sini rupanya tidak ada tempat untuk Wanita karena sudah digantikan oleh Robusta.   Tanpa wanita pun kita akan tetap bersemangat seandainya ada Robusta.

Ketika meninggalkan rumah ini dan melihatnya dari kejauhan, baru saya sadar bahwa rumah ini juga banyak ditutupi oleh spanduk dan baliho bergambar para caleg dari salah satu partai.  Sebelum kembali naik kereta di Stasiun Cikini, kami juga sempat menikmati satu piring siomai yang cukup hangat sambil kembali membayangkan Harta, Tahta dan Robusta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun