Biro Inovasi & Pengembangan Kreativitas Himpunan Pramuwista Indonesia Jakarta kembali mengadakan acara pengayaan untuk para tour guide maupun umum yang secara rutin diselenggarakan setiap bulan. Kali ini menyusuri seluk beluk dan sekilas sejarah Pecinan di Tangerang.Â
Sekitar pukul 9.30 pagi, semua peserta sudah hadir di MEPO alias meeting point di depan ROTI O Stasiun Tangerang. Â Acara dibukan oleh Mbak Ira Latief dan dilanjutkan sambutan oleh Mas Rizki yang mewakili Bang Indra Diwangkara, ketua HPI DPD Jakarta. Â
Acara jalan-jalan langsung dimulai dan dipandu oleh Mbak Utami yang memang sangat menguasai kawasan Tangerang dan sekitarnya ini. Â Kami diajak berjalan di depan stasiun Tangerang untuk melihat sebuah prasasti yang menyatakan bahwa stasiun Tangerang ini merupakan cagar budaya dan sudah ada sejak tahun 1889.
"Setation Kereta Api, UU No. 11 Tahun 2010. Sejarah: Berdiri sejak 2 Januari 1889, merupakan station akhir karena tidak ada lanjutan lintasan bersama keberadaannya dengan jalan kereta sampai Jakarta-Tangerang." Â Demikian kata-kata yang terukir pada prasasti itu.
Mbak utami juga menjelaskan bahwa pemerintah Belanda dulu membangun jalur kereta api dari Duri ke Tangerang dengan tujuan untuk memperlancar transportasi untuk mengangkut hasil industri kerajinan Tangerang yang sudah diekspor sampai ke negeri Belanda dan Eropa yaitu topi buni. Â Topi buni atau kadang disebut topi boni ini merupakan topi anyaman yang terbuat dari bambu dan pandang yang bentuknya mirip topi koboi dan juga kemudian topi pramuka zaman kini.Â
Saya juga teringat pernah membaca sebuah buku karya Pramoedya Ananta Toer yang menceritakan sekilas bahwa topi boni ini telah membuat Tangerang tersohor di mata dunia internasional. Bahkan pada tahun 1887 saja lebih dari 145 juta topi diekspor. Topi ini menjadi popular digunakan baik di Eropa, hingga Amerika Latin.Â
"Selain topi Boni, Tangerang juga kala itu menjadi penghasil garam yang terkenal," demikian tambah Mbak Utami sambil menekankan pentingnya stasiun Tangerang ini dalam perekonomian kala itu. Â Di samping itu, Tangerang juga terkenal dengan industri kecil yang menghasilkan peralatan masak tradisional yang kemudian meredup setelah maraknya barang-barang dari plastik.
Dijelaskan juga sekilas mengenai buah-buahan di Tangerang. "Kalau Pasar Minggu terkenal dengan buah-buahan seperti dalam lagu papaya mangga pisang jambu, maka Tangerang juga menghasilkan buah musiman seperti Alpukat, manggis , lengkeng, rambutan dan durian."Â
Namun seiring berjalannya waktu, stasiun Tangerang ini pernah mati suri hingga dihidupkan kembali di tahun 1970-an ketika kereta api Jabotabek (Jakarta Bogor Tangerang Bekasi) mulai beroperasi.Â
Cerita tentang stasiun Tangerang dilanjutkan mengenai sebuah kebakaran hebat pernah melanda Stasiun Tangerang pada tahun 2000 sehingga hanya menyisakan sebuah jendela saja yang lokasinya sekarang di dekat musolah.Â
Dari stasiunTangerang kami menyusuri jalan Ki Asnawi di Pasar Anyar. Â Di jelaskan juga jika tujuan kami selanjutnya adalah Pasar Lama yang merupakan cikal bakal kota Tangerang dan tempat banyak bermukim Cina Benteng dan juga situs bersejarah seperti kelenteng Tua.
Di persimpangan jalan terdapat sebuah masjid besar yang Bernama Masjid Al-Itihad. Masjid yang terletak di Jalan Ki Samaun  ini dulunya adalah lokasi benteng lama yang dibangun di zaman Belanda.  Nah karena itu kawasan ini disebut Benteng dan orang Tionghoa yang tinggal di Tangerang ini kemudian terkenal dengan sebutan Cina Benteng.  Namun pada zaman Jepang di lokasi ini dulu pernah menjadi tempat tahanan.
Salah satu keunikan Masjid AlIttihad adalah arsitekturnya yang menggabungkan unsur Islam, Tionghoa, dan juga agama Buddha yang dapat dilihat dari bentuk menara dan kubah di atas masjid. Â Sesuai namanya . Al Ittihad yang berarti Union atau Persatuan. Â Masjid ini sendiri dibangun pada tahun 1956-57 dengan dana gotong royong dari masyarakat sekitar yang terdiri dari bermacam golongan, etnis dan agama. Â
Kami terus berjalan menyusuri Jalan Ki Samaun yang ramai dengan angkot yang lalu Lalang. Melewati pendopo, sebuah kantor pemerintah yang tampak cantik terletak di sebelah Masjid Al-Itihad. Â Sampailah kami di gerbang Pasar Lama. Â Di sini ada sebuah menara Jam tua yang dibuat oleh Argo Pantes. Â Konon di sinilah dulu parah karyawan Agro Pantes menunggu bus jemputan untuk menuju ke pabrik. Â Namun sayang sekarang jam nya sudah mati dan hanya menunjukkan pukul 2.25. Â Walau saat itu waktu di jam tangan saya menunjukkan pukul 10.13.
Di sini terdapat sebuah gardu atau halte dengan tulisan Kawasan Wisata Pasar Lama Tangerang. Â Di dekatnya ada sebuah kafe Bernama Tehe Bistro yang juga sangat direkomendasikan untuk menjadi meeting point karena suasana nya yang santai dan nyaman.
Perjalanan di lanjutkan sepanjang Jalan Ki Samaun yang juga terkenal dengan wisata kuliner. Menurut Mbak Utami, kuliner di kawasan ini dibagi menjadi dua shift atau giliran, yaitu Kuliner pagi dan Kuliner Malam dengan pergantian shift sekitar pukul 3 atau 4 sore. Â Kami juga melewati beberapa penjual makanan yang sudah dikenal baik oleh Mbak Utami. Ada penjual kue tradisional, penjual gado-gado dan juga disarankan untuk mencoba Bakso atau Es Podeng.
Tujuan selanjutnya adalah sebuah keleneng tua bernama KhongCu Bio yang didominasi warna merah. Â Di depannya ada sebuah papan bertuliskan nama kelenteng ini sebagai temat ibadah agama Kong Hu Cu lengkap dengan jadwal kebaktian dan sekolah minggu.Â
Di depan pintu gerbang ini kami sempat berkumpul dan mendengarkan sekilas penjelasan mengenai kelenteng dan juga sekilas informasi mengenai Konghucu dan ajarannya serta sekilas mengenai Tridarma yaitu gabungan antara Buddha Tao dan Konghucu serta sejarah ummat Konghucu yang pada masa orde baru dikelompokkan dalam agama Buddha. Dijelaskan juga bahwa ajaran Konghucu memang lebih menekankan tentang budi pekerti dan akhlak kebaikan  seperti menghormati dan berbakti kepada orang tua.
Di dinding gerbang ini ada sebuah prasasti yang menerangkan bahwa Gerbang Kesusilaan ini diresmikan atas kehendak Tuhan yang Maha Esa pada 22 Desember 2012. Â Nama gerbang kesusilaan ini terpampang pada empat huruf Kanji yang ada di atas pintu. Â Saya sendiri hanya bisa membaca yang paling kiri alias yang terakhir yang berarti gerbang karena bentuknya mirip pintu alias Men. Tulisan kanji zaman dulu memang dibaca dari kanan ke kiri seperti juga tulisan Arab. Â Kata men ini sama seperti Tian An Men di Beijing sana atau nama-nama gerbang di Kota Seoul Dong Dae Mun atau Nam Dae Mun yang berakhir dengan aksara Mun.Â
Jalan-jalan di kota lama Tangerang terus berlanjut hingga sampai ke tepian Sungai Cisadane. Â Gedung pertama yang menarik adalah sebuah bangunan tua yang cantik bernama Rumah Burung. Konon dulu merupakan rumah mode pada zamannya yang pada masa itu terkenal dengan Kebaya Encimnya. Â Di sebut Rumah Burung karena sempat menjadi sarang walet sebelum kemudian direstorasi. Â Sayang rumah ini pun sekarang dalam keadaan tutup dan tidak menerima kunjungan wisatawan.
Masih di tepian Cisadane ini, kami mampir ke Toapekong Air, sebuah tempat ibadah kecil yang berada tepat di tepi sungai. Â Ada sebuah gapura dengan tulisan Toa Pekong Air, prasasti Tangga Jamban. Â Ah sebuah nama yang menarik sekaligus menggelitik.
Ternyata nama tangga jamban ini berasal dari dibuatnya tangga berundak ke jalan dan di sekitar sini memang dulunya menjadi kamar mandi umum yang juga sekaligus menjadi toilet atau jamban. Â Gapura ini sangat sederhana dan hanya dihiasi dua buah lampion merah di kedua sisinya. Tidak jauh dari gapura ini ada penjual durian dan juga berbagai jenis buah seperti alpukat dan mangga.Â
Di sini ada sebuah tempat sembahyang dimana ummat Kong Hu Cu berdoa dengan membakar hio atau dupa. Â Kebetulan saat itu ada yang sedang berdoa dan kemudian melepaskan kura-kura ke Sungai Cisadane. Â Ternyata tradisi ini disebut dengan istilah Fang Shen yang dipercaya dapat mendatangkan rezeki. Selain kura-kura bisa juga dilepas ikan atau bahkan burung ke udara. Â Uniknya sebagian kura-kura yang baru saja dilepas kemudian ditangkap lagi oleh tukang kura-kura tadi.Â
Di sini dikisahkan tentang sejarah tentang Peh Cun dan makanan Bacang. Â Peh cun yang dirayakan pada setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek ini konon untuk memperingati salah seorang Menteri Bernama Qu Yuan yang bunuh diri melompat ke Sungai Miluo karena merasa difitnah dengan muak dengan kemunafikan para pejabat pada saat itu. Â Peh Cun sendiri bermakna Mendayung Perahu dan kini dirayakan dengan perlombaan perahu naga baik di Sungai Cisadane maupun di seluruh dunia.
Selain itu, di Toapekong Air ini, kami mendengarkan kisah mengenai sejarah Cina Benteng yang konon sudah ratusan tahun bermukim di Tangerang dan sekitarnya. Â Mereka dipercaya sebagai keturunan anak buah Laksamana Ceng Ho yang berlayar ke Nusantara di awal abad ke 15. Â Anak buah Laksmana Ceng Ho ini kemudian berdiam dan menetap di kawasan ini dan menikah dengan Perempuan setempat dan menghasilkan peranakan Tionghoa yang dinamakan Cina Benteng.
Jalan-jalan di Tangerang terus berlanjut dan kali ini mampir ke sebuah Masjid tua Bernama Masjid Kali Pasir. Â Masjid ini pun sudah ada sejak abad ke 15 walau secara resmi baru dibangun pada 1576. Â Yang menarik tentang masjid ini adalah keberadaan empat buah soko guru atau tiang yang hingga kini masih asli. Salah satu tiang ini konon merupakan pemberian dari Sunan Kali jaga.
Di halaman masjid ini terdapat beberapa makam termasuk makam tua dan beberappa tokoh terpandang seperti Nyai Ratu Hj. Murtafiah Binti  K.H. Asnawi yang merupakan puteri ulama terpandang Ki Asnawi.  Juga ada makam Ratu Siti Uira Nagara yang merupakan isteri Sutan Ageng Tirtayasa dari Banten.Â
Karena waktu sudah lewat pukul 11.30, dan sebentar lagi waktu sholat Jumat tiba, kami segera mampir sejenak ke Kelenteng Boen Tek Bio, yang merupakan kelentang Tertua di Kawasan Tangerang. Â Acara pengayaan di Pecinan Tangerang resmi selesai. Saya kemudian berjalan kaki menuju ke Masjid Al-Itihad melewati Museum Benteng Heritage yang juga akan kami kunjungi siang nanti sebagai acara tambahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H