Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ini Dia Plus Minus JIS Berdasarkan Pengamatan 4 Kali Nonton Selama Piala Dunia U-17

26 November 2023   11:54 Diperbarui: 27 November 2023   09:58 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat parkir belum dipakai. (Dokumentasi pribadi)

Banyak orang bilang bawah olahraga harus dipisahkan dari politik? 

Kata siapa, Indonesia sendiri tidak pernah bisa memisahkan olahraga dan politik kalau sudah menyangkut Israel. Dan hal itu pula yang menyebabkan Indonesia dicopot sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Namun akhirnya Indonesia juga diberi kesempatan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17 karena Peru tidak sanggup. 

Kalau tadi kita berbicara tentang politik dan olahraga internasional. Maka dengan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17 ini pun, ada satu stadion yang sering kali menjadi kontroversi dan sering dikaitkan dengan salah satu capres yaitu Anies Baswedan. Apalagi kalau bukan Jakarta International Stadium yang merupakan salah satu stadion paling besar dan megah di Indonesia.

Nah JIS memang penuh kontroversi karena selalu dipuja oleh pendukung dan dicari kekurangannya oleh lawan politik. Sebenarnya merupakan hal yang lucu karena sebenarnya tidak ada korelasi langsung antara kinerja seorang capres dengan kelebihan atau kekurangan JIS. Mirip-mirip dengan kereta cepat KCIC yang selalu dihubungkan dengan Jokowi walau tidak sama dan serupa.

Kali ini, saya akan membuat dan mengungkap fakta kelebihan dan kekurangan JIS ini berdasarkan pengamatan langsung selama menonton 4 kali di sini. Penilaian ini hanyalah opini pribadi namun sama sekali bebas dari pandangan politik. 

Kalau memang baik akan dikatakan baik. Kalau memang kurang baik, semoga bisa diperbaiki. Stadion ini adalah milik masyarakat Jakarta dan juga Indonesia dan bukan hanya milik pendukung salah satu capres atau golongan.

Saya sendiri telah menyaksikan empat kali pertandingan yaitu dua kali pada babak grup yaitu tanggal 14 dan 17 November, sekali babak 16 besar dan sekali babak 8 besar. Dan juga kebetulan dalam berbagai jenis cuaca yaitu, cerah, mendung, gerimis hingga hujan lebat, serta di hari kerja, maupun Jumat mendekati akhir pekan dan hari Sabtu yang merupakan akhir pekan.

Suasana di dalam Stadion. (Dokumentasi pribadi)
Suasana di dalam Stadion. (Dokumentasi pribadi)

Ada banyak tim yang saya lihat di sini. Yaitu penyisihan Grup C dengan Brasil, Inggris, Iran, dan New Caledonia. Tamu dari Grup D yaitu pertandingan antara Polandia dan Argentina. 

Pada babak 16 besar, saya menyaksikan bagaimana Uzbekistan mengalahkan Inggris serta Perancis mengalahkan Senegal dengan adu penalti. Sementara pada babak perempat final saling bertemu dua raksasa Eropa, yaitu Spanyol melawan Jerman serta tim favorit Amerika Selatan yaitu Argentina vs Brasil. Kita semua sudah tahu akhirnya Argentina dan Jerman yang melaju ke Semifinal.

Berikut beberapa plus dan minus yang saya amati:

Salah satu hal yang membuat saya takjub dengan JIS adalah bentuknya yang indah dan gagah. Sebelum datang langsung ke JIS, saya sering melihatnya dari kejauhan baik ketika melaju di jalan Tol Tanjung Priuk Peluit maupun jalan arteri di dekatnya. Besar dan kokoh serat tinggi menawan. Di malam hari JIS juga tampak lebih indah dengan permainan lampu dan Cahaya.

Ketika masuk ke dalam stadion, kita akan lebih kagum lagi dengan bentuknya yang megah. Tiga tingkat tribunnya yang seakan-akan mengeliling kita serta atapnya yang konon bisa dibuka dan ditutup. 

Lapangan rumputnya yang hijau serta lampu-lampunya yang terang benderang walau di malam hari. Belum lagi jika permainan akan dimulai, lampu dimatikan sebentar dan penonton diajak sejenak berjoget ria. 

Pedagang bendera. (Dokumentasi pribadi)
Pedagang bendera. (Dokumentasi pribadi)

Ketika sampai di halte Trans Jakarta, kita langsung disambut dengan kemeriahan dan keramaian penonton yang bercampur dengan calo tiket, pedagang kaki lima yang menawarkan suvenir, bendera, pernak-pernik Piala Dunia dan juga tukang makanan.

Hal ini memang dimaklumi karena di mana ada keramaian pasti ada pedagang dan orang-orang yang mencari rezeki. Kesan kumuh tampak dengan tidak teraturnya pedagang kaki lima. Namun ini di luar area JIS dan karena lokasinya yang memang di perkampungan.

Tempat parkir belum dipakai. (Dokumentasi pribadi)
Tempat parkir belum dipakai. (Dokumentasi pribadi)

Salah satu hal yang juga sering disorot menjadi kelemahan JIS adalah kurangnya tempat parkir sehingga disarankan penonton untuk datang dengan menggunakan kendaraan umum. 

Nah saya sendiri melihat bahwa banyak penonton yang parkir kendaraan di sisi jalan di sekitar JIS yang konon merupakan parkir liar dan akhirnya harus membayar biaya parkir yang cukup mahal.

Ada juga pilihan untuk parkir di Jakarta Expo Kemayoran dan kemudian naik Shuttle Trans Jakarta gratis nomor U 17. Namun saat mengelilingi JIS ketika menonton di tribun sebelah Timur saya juga sempat melihat tempat parkir JIS yang ternyata belum digunakan.

Solusi ini sudah lumayan tepat dan sekaligus juga mengungkap kelemahan JIS sebagai stadion yang mengumpulkan orang banyak pada waktu yang bersamaan. Perlu diketahui bahwa walaupun JIS memiliki kapasitas lebih 82 ribu penonton, selama perhelatan JIS hanya sebagian saja kursi yang dijual. 

Rupanya panitia sudah menyadari bahwa kalau penonton lebih banyak lagi akan bisa menimbulkan kemacetan parah di sekitar JIS. Penonton paling banyak hanya sekitar 15 ribu saja ketika menghadirkan tim kuat seperti Brasil dan Argentina. 

Hali ini dikarenakan JIS tidak dilengkapi dengan angkutan massal berbasis rel sekelas KRL atau MRT. Kalau hanya dengan bus Trans Jakarta kapasitas sekali angkut memang terbatas dan kalau banyak bus akan menyebabkan kemacetan juga di jalan sekitar. 

Yang lebih menarik lagi adalah hadirnya hujan pada dua kesempatan. Ketika sedang asyik menonton, mula-mula terdengar suara gemuruh. Dan kemudian hujan mulai turun di lapangan. Penonton tentu saja tidak kehujanan karena stadion memiliki atap. 

Namun ketika hujan makin lebat, ternyata sebagian penonton yang duduk di dekat lapangan juga terkenal air hujan yang tertiup angin. Penonton akhirnya pindah ke bagian atas. Untungnya penonton memang tidak penuh. 

Dan ketika meninggalkan stadion ternyata bagian luar stadion juga banyak air tergenang semata kaki. Ini tentu saja bukan banjir karena berada di ketinggian. Hal ini mungkin disebabkan sistem drainase yang kurang baik. Ketika itu banyak penonton yang harus pulang dengan menenteng sepatu.

Namun hujan juga yang menyebabkan pertandingan antara Brasil dan Argentina sampai ditunda sekitar 30 menit. Hal ini dikarenakan air menggenang di lapangan rumput sehingga harus dibersihkan dulu oleh petugas. 

Untung hujan tidak berlangsung lama. Kalau hujan lebih satu jam atau dua jam, pertandingan bisa dibatalkan. Juga penonton menanti atap yang bisa ditutup. Ternyata menutup dan membuka atap memang tidak mudah sehingga tidak dilakukan.

Mungkin drainase di lapangan juga kurang baik?

Salah satu hal yang juga cukup menarik untuk diperhatikan adalah kurang luasnya fasilitas musala yang ada di stadion. Sebagaimana diketahui, jika waktu magrib tiba, maka musala tidak mampu menampung membludaknya penonton yang ingin menunaikan salat magrib.

Dan ketika pulang dari pertandingan ini, kemacetan parah terjadi di sekitar stadion. Penonton yang memarkir mobil di Jakarta Expo harus antre sangat panjang menunggu bus shuttle. dan penumpang yang menunggu Trans Jakarta juga harus menunggu bus. Ketika tidak hujan dan tidak terlalu macet, biasanya bus sudah banyak yang menunggu.

Demikian sekilas mengenai pengalaman beberapa kali menonton pertandingan Piala Dunia U 17 di Jakarta Internasional Stadium. Ada hal yang bisa langsung diperbaiki, namun ada hal yang memang memerlukan biaya cukup banyak dan perencanaan yang matang untuk mengatasi masalahnya. Misalnya saja membangun stasiun KRL,LRT atau MRT sampai ke JIS dan lain sebagainya.

Terima kasih sudah membaca

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun