"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya," sering kali kita mendengar kutipan yang indah ini. Karena ini sehubungan dengan memperingati hari Pahlawan pada 10 November, Wisata Kreatif Jakarta mengadakan tur berziarah ke Taman Makam Pahlawan di Kalibata, Jakarta Selatan. Â Ternyata banyak juga peserta yang sering melewati Taman Pahlawan ini, namun belum pernah mampir dan berziarah ke sini.
Dari stasiun Duren Kalibata , saya berjalan kaki menyusuri kaki lima yang sepi tanpa pejalan kaki, Â Maklum di kawasan ini kaki limanya tidak senyaman di etalase kota Jakarta seperti di Sudirman atau Thamrin. Â Setelah melewati Kalibata City, akhirnya saya mulai melewati kompleks taman makan pahlawan dengan danau nya yang asri di kejauhan.
Kawasan depan atau pintu gerbang kompleks Taman Makam Pahlawan ini sangat indah dan menarik karena memiliki arsitektur gaya Bali. Â Bangunan dengan ukiran yang cantik dan tanaman pisang kipas ada di halaman utama. Serasa sangat indah dan membuat mata menjadi nyaman melihatnya. Kami berjalan di plaza utama atau lapangan luas di depan kompleks makam dan kemudian tiba di prasasti utama yang tidak kalah cantik dan megah bertuliskan "Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata Jakarta." Â Prasasti dengan latar belakang dinding marmer warna hitam ini juga berhiaskan lambang negara Garuda Pancasila.
Dari depan plaza utama, tampak megah jalan utama yang membelah kompleks Taman Makam Pahlawan dengan di kejauhan tugu berbentuk lima pilar utama yang terpotong runcing. Di tempat ini kita sering melihat para tamu negara memberikan rangkaian bunga dalam upacara resmi kunjungan kenegaraan.
"Taman Pahlawan ini dibangun pada tahun 1954," demikian penjelasan Mbak Ira Latief. Dia juga menjelaskan bahwa sebelumnya lokasi taman makam pahlwan berada di Ancol. Â Dengan demikian cukup banyak makam yang dipindahkan sementara tokoh pahlawan yang pertama kali dimakamkan di Kalibata adalah Haji Agus Salim. Ternyata beliau meninggal pada 4 November 1954 dan bahkan sebelum TMP ini diresmikan pada 5 November 1954.Â
Kami sempat berziarah di pusara H. Agus Salim dan melihat banyak bunga yang sudah ditaburkan oleh para peziarah sebelum kami.  Dikisahkan juga sekilas mengenai Riwayat hidup sosok pahlawan yang pernah menjabat menjadi Menlu  dan pimpinan Sarekat Islam itu.Â
"Siapakah arsitek Taman Makam Pahlawan ini?" Mbak Ira sempat bertanya kepada para peserta tur ziarah. Â Ternyata tidak seorang pun yang bisa menjawab walau sempat diberi clue bahwa beliau adalah arsitek kesayangan Bung Karno. Â Dalam hati saya sempat menduga bahwa beliau tentu F. Silaban yang juga merupakan arsitek Masjid Istiqlal dan Tugu Monas. Ternyata dugaan ini benar sekali.
Dari pusara H. Agus Salim, kami melanjutkan jalan-jalan menuju makam para pahlawan revolusi. Â Kluster pemakaman ini mudah dikenali karena diberi dasar dari beton yang lebih tinggi dibandingkan makam-makam lain.Â
A.Yani , Suprapto, Â M.T, Haryono, S, Parman, dan Sutoyo. Â Ternyata ada 5 pusara yang berderet rapi di sini. Â Ternyata dua lagi ada di makam kompleks untuk yang beragama Kristen, yaitu Di Panjaitan dan Pierre Tendean. Â Kami juga sempat sejenak memanjatkan doa sambil melihat banyak bunga bertaburan di makam-makam ini yang menunjukkan cukup banyak peziarah yang datang.Â
Namun secara tidak sengaja, saya juga melihat nama seorang tokoh yang pernah saya dengar namanya, yaitu Alimin. Pusara tokoh ini ada tepat satu deret di belakang makam pahlawan revolusi. Â Sejenak saya membaca tulisan pada batu nisan: "Alimin, tokoh nasional RI, usia 78 tahun, meninggal 26-6-1966." Â Jarang kita mengenal nama ini dan baru kemudian saya ingat bahwa beliau adalah salah satu tokoh komunis alias PKI di Indonesia yang mendapatkan gelar pahlawan nasional di masa Bung Karno. Â Siapa sangka, tokoh komunis pun ada yang dimakamkan di sini.
Dari kompleks makam pahlawan revolusi, kami kemudian menuju ke makam Sutan Sjahrir, yang merupakan toko pahlawan nasional zaman kemerdekaan yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia. Bahkan beliau pernah dijuluki dengan Tiga Serangkai bersama Sukarno dan Hatta. Â Mbak Ira juga berkisah sekilas mengenai kisah hidup Sjahrir yang cukup dramatis karena mencintai seorang Perempuan berkebangsaan Belanda. Â Uniknya Perempuan yang dicintai itu merupakan istri sahabat dekatnya sendiri.Â
"Yuk kita berziarah ke makam yang paling popular di Kalibata," ajak Mbak Ira lagi. Ternyata yang dimaksud dengan makam yang populer adalah makam Ibu Ainun yang berdampingan dengan Pak B.J. Habibie. Â Kami melihat banyak sekali rangkaian bunga di kedua makam ini. Â Bahkan menurut Mbak Ira makam ini tidak pernah sepi dikunjung penziarah. Â Di kawasan dekat makam Habibie ini juga banyak nama -nama tokoh yang lumayan terkenal seperti makam Bu Anie Yudhoyono, juga Makam Sarwo Edhie yang merupakan ayah Bu Anie. Juga ada makam Wijoyo Nitisastro, Sudharmono dan istri, dan juga Roeslan Abdul Gani.Â
Tujuan selanjutnya adalah makam A.H Nasution, tokoh yang menjadi salah satu jendral besar di Indonesia selain Suharto dan Jendral Sudirman. Â Beliau merupakan satu-satunya jenderal yang selamat dari pembunuhan di malam jahanam 30 September 1965. Namun putri ciliknya harus tewas, yaitu Ade Irma Nasution. Ade Irma sendiri tidak dimakamkan di Kalibata melainkan di pemakaman di Blok P, Kebayoran Baru.
Suasana yang tenang di taman makam ini membuat kami berasa kerasan. Â Suasana alam yang asri dan juga banyak bunga-bunga yang indah. Kami berjalan ke plaza utama dan melihat tugu tempat upacara kenegaraan. Â Di sini juga ada Garuda Pancasila yang besar dan kata-kata Mutiara yang indah :
Ia tidak dikenal namanya
Namun jasanya berkumandang
Di segenap penjuru tanah air
Karena telah memberikan
Jiwanya demi kemerdekaan
Bangsa dan negaranya
Tidak terasa sudah lebih satu setengah jam kami berada di Taman Makam Pahlawan ini. Â Sebelum matahari akan tenggelam di ufuk barat, kami kemudian menuju ke kawasan makam non muslim yang ditandai dengan pusara berbentuk salib. Â Di sini ada kompleks makam pahlawan revolusi yaitu D,I Panjaitan dan Pierre Tendean. Â Di sini juga ada satu makam lagi yang juga merupakan Pahlawan Revolusi, yaitu Albert Ph Naiborhu. Â Beliau adalah keponakan D.I Panjaitan dan Mahasiswa FE UI yang juga menjadi korban Gerakan Tiga Puluh September/PKI itu.
Hari sudah semakin gelap dan akhirnya kami meninggalkan kompleks pemakaman setelah sebelumnya berkumpul sejenak di dekat pintu masuk untuk membagi-bagikan hadiah dari WKJ.
Sampai jumpa di tempat-tempat wisata lain yang menarik. Â Dan siapa sangka kalau di TMP Kalibata juga dimakamkan tokoh komunis dan juga ada tokoh mahasiswa yang selama ini kurang dikenal dalam pelajaran sejarah di sekolah.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H