Seorang lelaki langsung mendekati dan menawarkan buku buku tentang mausoleum ini. Â Karena tidak tertarik membeli, saya menolak dengan ramah dan lelaki itu kembali ke tempat duduknya. Pagi itu belum banyak pengunjung atau wisatawan ke mausoleum ini. Hanya terlihat dua turis yang kemungkinan berasal dari Eropa sedang berjalan di halaman mausoleum.
Dari jauh pula, sangat jelas perbedaan arsitektur antara mausoleum ini dengan bangunan Islam baik masjid maupun mausoleum yang telah saya kunjungi baik di Samarkand maupun Bukhara. Salah satunya adalah tidaknya tile atau keramik nan cantik warna-wanra yang menutupi dinding atau kubah mausoleum. Â Hanya dinding bata yang disusun rapi membentuk pola-pola geometris yang indah. Ada yang berbentuk lingkaran dan cakram, ada pula yang membentuk pola bunga mawar yang sering disebut sebagai rosetta.Â
Walau sekilas tamak sederhana, dinding mausoleum ini dari luar pun sudah memukau saya karena keindahannya. Â Di sini pula ada sebuah prasasti dalam Bahasa Uzbek yang menyebutkan nama tempat ini sebagai Ismoil Somoniy Maqbarasi atau Mausoleum Ismail Somoni. Â Juga disebutkan angka tahun yaitu abad IX dan X serta statusnya sebagai cagar budaya yang dilindungi negara.Â
Saya kemudian berjalan mengelilingi mausoleum bagaikan tawaf dengan bangunan berada di sebelah kiri saya.  Di salah satu sisi terdapat relung yang menjadi salah satu jendela mausoleum.  Jendela ini tidak berdaun melainkan ditutup oleh susunan bata yang memberikan lubang-lubang Cahaya  berbentuk segi empat.Â
Di sisi lain mausoleum terdapat pintu masuk dan kita harus naik beberapa anak tangga untuk memasukinya. Namun saya meneruskan tawaf sampai menyelesaikan beberapa putaran sebelum memutuskan masuk ke dalam mausoleum. Â Saya sempat memperhatikan bagian atas bangunan yang memiliki dekorasi deretan relung relung yang seakan membentuk pagar benteng yang juga sangat indah walau berkesan sederhana.Â
Konon bangunan ini memiliki bentuk arsitektur dari budaya Sogdian yang sangat mendominasi kawasan Asia Tengah sebelum kedatangan Islam. Dan pada saat yang bersamaan mausoleum ini juga menjadi bangunan tertua dari masa lampau yang  masih bisa disaksikan hingga saat ini. Konon bangunan ini sendiri lama tertimbun lumpur dan baru diketemukan kembali oleh arkeolog Soviet di awal abad ke XX.  Ratusan atau bahkan hampir satu milenium mausoleum ini terkubur sehingga menyelamatkan dirinya bahkan dari serbuan Gengish Khan yang merangsek dan meluluhlantakkan Bukhara pada awal abad je XIII.
Demikian lah saya menikmat kunjungan ke Mausoleum ini dengan kebebasan penuh. Maklum kali ini tidak ada pemandu wisata yang menemani. Untuk mengetahu sedikit kisah dan informasi tentang bangunan ini, dapat saya peroleh dengan sejenak berselancar di dunia maya melalui gadget. Â Â
Akhirnya saya pun masuk ke dalam mausoleum. Di dalam ada penjaga dan dua orang wisatawan. Â Tampak sebuah nisan dari batu bata yang membujur tidak jauh dari pintu masuk. Di sudut bangunan juga ada tempat duduk untuk duduk bersimpuh dan memanjatkan doa bagi yang berniat ziarah. Â Saya lemparkan pandangan ke langit langit bangunan dan terpesona dengan interior kubah yang sangat jelas terbuat dari deretan batu batu yang membentuk puluhan atau ratusan lingkaran konsentris dengan puncak yang terbuka berbentuk lingkaran kecil. Ornamen susunan bata di ke empat dinding mausoleum sebelah dalam tampak lebih intrikat dan indah. Walau hanya terbentuk dari susunan bata, namun dapat membentuk pola gratis yang cantik.