Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menembus Garis Batas 33: Drone Tiongkok di Langit Bukhara

7 November 2023   11:46 Diperbarui: 11 November 2023   08:00 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menara Kalon. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Pagi baru saja merekah ketika saya dan Mas Agus meninggalkankah hotel dan berjalan kaki di Kota Tua Bukhara. Berbeda dengan cuaca di sing hari yang hangat, suhu udara pagi itu lumayan sejuk. 

Gadget saya menunjukkan angka 13 derajat Celsius dan karenanya sehelai sweter hangat ikut melindungi diri dari sejuknya udara di pagi itu.

Bahauddin Naqasabandi Ulitsa yang biasanya ramai masih sangat sepi. Toko-toko dan pedagang kaki lima pun belum ada yang buka. Berjalan pagi di suasana yang sepi memberikan nuansa yang berbeda dan tampak cukup mengasyikkan. 

Tujuan utama kami pagi itu adalah kembali mampir ke Masjid dan Menara Kalon untuk melihat pantulan cahaya matahari yang bergerak pada pintu gapura atau iwan masjid Kalon.

di bawah kubah. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
di bawah kubah. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Kami kemudian tiba bangunan berkubah yang juga biasanya ramai dengan penjual sovernir, karpet, keramik dan berbagai jenis rempah khas Uzbekistan. 

Nama kubah ini adalah Trading Dome atau Toqi Sarrafon yang memiliki maknanKubah Money Changer karena dulunya di tempat ini banyak terdapat money changer di Bukhara. Kubah-kubah yang cantik itu tampak jauh lebih cantik di pagi itu. 

Lengkungan gerbang dengan kubah di atasnya serta latar belakang langit biru dengan semburan rona cahaya kemerahan sang surya yang baru muncul seakan mengucapkan selamat pagi buat siapa saja yang berada di sana. 

Kami terus berjalan kemana saja kaki melangkah. Deretan bangunan tua dengan warna krem coklat muda menjadi warna yang ada dimana-mana. Dinding bata tua, dan juga kubah serta menara masjid dan madrasah yang banyak menghiasi langit Bukhara.

Madrasah dan Menara. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Madrasah dan Menara. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Setelah berjalan hampir 10 menit, tiba-tiba saja sebuah menara ada di hadapan saya. Saya sempat terkejut karena mengira saya sudah tiba di Menara Kalon yang dikunjungi dua hari sebelumnya.

Namun saya segera sadar bahwa walaupun sangat mirip menara ini tampak jauh lebih kecil dibandingkan dengan Menara Kalon. Madrasah di dekatnya juga bukan madrasah Mir I Arab dan masjid Kalon. 

Walaupun menara yang sangat mirip dengan Menara Kalon namun penampilan madrasah ini tampaknya lebih sederhana dengan dinding bata dengan warna coklat yang monoton. Dari kejauhan tampak juga deretan kubah kecil di atas bangunan.

Di depan madrasah di dekat menara ini juga terdapat sebuah kolam yang biasa disebut Hauz dan menjadi ciri khas bangunan-bangunan tua di Bukhara. 

Di sini banyak terdapat beberapa kursi dari kayu yang cantik untuk sekedar duduk istirahat. Lampu-lampu taman yang manis juga ada di sini dan kebetulan masih menyala.

Sisi lain madrasah. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Sisi lain madrasah. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Tidak ada seorang pun di depan kompleks madrasah dan menara serta kolam tua hauz ini. Salah satu sudut terdapat dua buah mobil yang sedang diparkir. 

Rasa ingin tahu saya segera terjawab ketika melihat plakat dari kuningan yang terpampang di dinding menara. Di sini tertulis Khoja Kalon Minaret dengan angka tahun 1573-1579 dan statusnya sebagai cagar budaya dalam tiga bahasa yaitu Uzbek, Rusia, dan Inggris.

Kami berjalan di sisi kiri madrasah di dekat menara. Di sini juga terdapat beberapa kursi dan lampu taman, Ada juga pot dan pohon berbentuk semak-semak yang tidak terlalu tinggi. 

Sebuah iwan atau pintu gerbang samping ada di antara lengkungan-lengkungan yang menjadi ciri khas madrasah ini. Kompleks madrasah dan menara ini ternyata nernama Khoja Gaukuson yang berarti "The Killing of Bulls" karena dulu tempat ini merupakan lokasi pejagalan hewan. 

Jalan kecil di Bukhara. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Jalan kecil di Bukhara. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Dari sini kami terus berjalan di pagi yang sepi di Bukhara. Melewati lorong dan jalan yang sempit. Sesekali, kami bertemu dengan penduduk lokal, baik yang berjalan kaki maupun bersepeda.

Melihat saya memakai tubeika, topi khas Uzbek yang saya beli di Samarkand, banyak juga yang mengucapkan salam sambil meletakkan tangan kanannya di dada sebelah kiri. 

Saya pun membalas salam dengan melakukan hal yang sama. Rasanya nyaman sekali berada di Bukhara dengan penduduknya yang ramah.

Madrasah yang terlupakan. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Madrasah yang terlupakan. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Setelah melewati gang dan lorong-lorong, kami kembali tiba di Ulitsa Mehtar Ambar. Di sebelah kanan saya kembali melihat sebuah madrasah yang lumayan cantik namun dalam keadaan yang kurang terurus. Pintu gerbangnya tertutup rapat namun tetap terlihat agung dan megah dengan deretan hujrah di kedua sisinya. 

Pintu -pintu hujrah ini pun tertutup rapat. Saya masuk ke dalam iwan dan melihat hiasan berbentuk tiga lengkungan jendela berlantai dua. Di bagian atas berderet tiga lengkungan dengan hiasan muqarnas atau stalaktit yang cantik. Sayangnya semuanya dalam keadaan kurang terawat.

Plakat. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Plakat. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Pada sebuah plakat tertulis nama madrasah aini. Madrasah yang sekarang kosong dan seakan dicampakkan begitu saja. Dumulloh Tursunjon Madrasah dengan angka tahun 1796-1797 dan juga penjelasan bahwa bangunan ini berstatus sebagai cagar budaya dalam lindungan negara. 

Kini tempat yang dulu ramai dengan santri, terasa sepi dan terbengkalai. Tidak mengherankan bila di aplikasi Google Map tempat ini juga dinamkan The Forgotten Madrasah atau Madrasah yang Terlupakan.

Muqarnas. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Muqarnas. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Kami kembali melanjutkan jalan kaki di pagi hari melewati jalan dan lorong-lorong kecil. Saya hanya mengikuti langkah mas Agus yang berjalan sambil sesekali membuat foto dan video. 

Sekitar lima atau tujuh menit kemudian, kami tiba di ruang terbuka yang cukup luas. Di sini terdapat sebuah hotel bernama Hotel Minorai Kalon dan lokasinya sangat dekat dengan Menara dan Masjid Kalon. Dari sini kita juga sudah melihat kompleks masjid, menara dan juga Madrasah Mir I Arab yang sudah kita kunjungi sebelumnya.

Hotel. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Hotel. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Sambil memandang langit kota Bukhara di pagi hari yang cerah. Tiba-tiba saja saya melihat sebuah benda terbang di sekitar puncak menara. Ternyata sebuah drone yang sedang merekam video dari ketinggian. 

Saya sangat penasaran karena drone merupakan barang haram untuk dibawa masuk ke Uzbekistan. Siapakah yang mengoperasikan drone di pusat kota tua Bukhara ini?

Saya berjalan lagi dan kemudian sempat melihat sebuah mobil tua diparkir di lapangan ini. Mobil tua dari zaman Soviet dengan warna merah marun yang ternyata masih cukup banyak di Bukhara sekarang mobil baru buatan Chevrolet merajai jalan-jalan raya di Uzbekistan.

Mobil dan menara. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Mobil dan menara. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Dan di sudut jalan kami berjumpa dengan tiga orang lelaki berusia empat puluh tahunan yang ternyata lengkap dengan peralatan untuk membuat video. Sepertinya mereka sangat profesional dan mungkin saja merupakan staf suatu studio TV. 

Sekilas mereka kemungkinan berasal dari Tiongkok dan terbukti benar ketika Mas Agus bercakap-cakap sejenak dengan mereka dalam bahasa Mandarin. 

Menara Kalon. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Menara Kalon. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Ternyata mereka memang mengantongi izin resmi dari pemerintah Uzbek dan bekerja untuk salah satu stasiun TV di Tiongkok yang sedang membuat film dokumenter tentang Uzbekistan sebagai bagian promo pariwisata di negeri Asia Tengah itu.

Bersih-bersih. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Bersih-bersih. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Dari sini, kami berjalan kembali menyusuri lorong di tepian di samping Madrasah Mir I Arab dengan pemandangan menara Kalon yang megah tinggi menjulang. Di sebelah kiri tampak Tahorat Xona atau tempat wudu dan juga beberapa santri yang sedang membersihkan halaman. Ada yang sedang menyapu dan ada juga yang menyemprot halaman dengan selang air.

Yuk kita intip dan kenal lebih lanjut mengenai Madrasah ini dalam artikel selanjutnya. Terima kasih sudah membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun