Di ruang ini juga ada patung Tirto Adhi Soerjo yang memakai busana tradisional Jawa lengkap dengan blangkon. Di dinding ada kutipan kata-kata beliau yaitu "Dengan bekerja sebagai redaktur koran, saya bisa menggerakkan hati bangsa." Â Tokoh TAS ini mengingatkan saya akan tokoh Minke yang ada dalam buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Â
Di sini juga ada display mengenai Indische Partaj dan Tiga Serangkai yang terkenal. Namun yang paling menarik adalah sebuah altar di sudut ruangan yang berkisah tentang Sejarah gedung sumpah pemuda ini. Dijelaskan bahwa gedung ini dulunya merupakan rumah kos milik seorang etnis Tionghoa Bernama Sie Kong Lian dan menjadi tempat tinggal para pemuda yang kebanyakan belajar di Stovia dan juga Sekolah Hukum. Â Stovia atau dulunya Sekolah Dokter Jawa ini sekarang menjadi Museum Kebangkitan Nasional, namun hingga sekarang lokasi Sekolah Hukum masih belum dapat dipastikan.
Altar dengan potret Sie Kong Lian dalam dua masa. Yaitu ketika beliau masih muda dan gagah serta ketika beliau sudah lanjut usia. Â Nah altar ini sangat unik karena merupakan altar persembahan yang sering dijumpai di rumah orang Tionghoa. Lengkap dengan lilin merah, dupa alias hio dan juga buah-buah seperti apel, jeruk dan juga pir.Â
"Penampakan terbaru di Museum Sumpah Pemuda. Sekarang begitu  masuk ada Sejarah dan altar persembahan untuk Sie Kong Lian, sari etnis Tionghoa pemilik rumah indekos yang dipakai untuk peristiwa Sumpah Pemuda.  Baru ini sih lihat di dalam museum milik negara ada altar persembahan seperti ini," demikian komentar Mbak Ira yang dikirim melalui whats up group.
Melihat altar ini, saya langsung teringat akan pertemuan saya beberapa tahun lalu dengan dokter Yanti Silman. Â Yang ketika itu menceritakan bahwa keluarganya memang berniat akan menghibahkan rumah warisan sang kakek itu kepada negara karena memang itu merupakan wasiat Sie Kong Lian sendiri. Â Yang mereka inginkan hanyalah satu ruangan sebagai peringatan bahwa rumah ini dulu nya memang milik Sie Kong Lian. Â Rupanya altar ini merupakan salah satu perwujudan peringatan tersebut.
Kami kemudian berjalan melihat banyak ruangan lainnya. Ada ruangan khusus untuk W.R Soepratman yang menciptakan lagu Indonesia Raya. Â Di sini kita bahkan bisa mendengarkan lagu Indonesia Raya dalam berbadai versi, selain versi asli, juga ada versi keroncong dan versi terakhir aransemen Addie M.S bersama Melbourne Philarmonic Orchestra.Â
Di sini kita bisa mengenal W.R Soepratman lebih mendalam dan juga ketika beliau bekerja sebagai wartawan Harian Sinpo dan sampai berusaha merekam lagu tersebut. Â Museum ni juga semakin menarik dan interaktif, karena di sini kita bahkan bisa memainkan peran sebagai dirigen. Juga ada dipamerkan biola milik Wage, sebuah gramafon serta sebuah piringan hitam berisi rekaman lagu Indonesia raya
Di ruangan lain kita juga bisa secara singkat mengenal berbagai pemuda baik dari Jong Java, Jong Sumatra, Jong Batak, Sekar Rukun, Jong Islamiten Bond, Pemuda Kaum Betawi, Jong Minahasa dam juga Jong Celebes mewakili Indonesia bagian timur. Â Inilah cikal bakal persatuan pemuda yang mewakili kedaerahan kemudian berikrar untuk membentuk satu bangsa Bernama Indonesia.Â