Perjalanan pagi itu di Bukhara dimulai dengan mampir atau lebih tepatnya ziarah ke Mausoleum Bahaudin Naqsaband yang terkenal sebagai tokoh atau guru sufi paling kondang di Asia Tengah. Â Nama ini mengingatkan saya akan salah satu Tarekat Yang Bernama Tarekat Naqsabandiyah yang juga ada di Tanah air dan sering memiliki jadwal puasa dan lebaran yang berbeda sampai 3 hari dibandingkan dengan jadwal permulaan puasa dan lebaran resmi pemerintah. Â Siapakah beliau? Yuk kita ikuti kisah perjalanan ini.
Dari hotel kami di Kota Tua Bukhara yang kebetulan tidak jauh dari sebuah jalan Bernama Bahaudin Naqsabandi, kami berjalan kaki melewati Lyabi House yang lengkap dengan Patung Khoja Nassruddin, dan juga empang atau danau dengan Pohon Agus. Â Dan di tepi Ulitsa Mehktar Akbar sebuah mobil van sudah menunggu. Â Dengan dipandu oleh Guljan kendaraan menyusuri jalan-jalan raya menuju ke Mausoleum yang letaknya sekitar 10 kilometer di luar kota.
Jalan-jalan di luar kota lumayan lebar dan mulus. Â Kami tiba di seberang kompleks mausoleum di mana terdapat sebuah hotel dan lengkap dengan kata dalam bahasa Uzbek yaitu Mehmonxona. Â Mehon sendiri saya pernah kenal dari bahasa Farsi atau Urdu yang berarti Tamu, dan Xona sudah kita kenal sebelumnya melalui HojatXona, TaharatXona dan Dorixona. Â Ini kembali menambah kosa kata bahasa Uzbek saya.
Kendaraan kemudian membuat U turn di jalan raya yang memiliki pembatas dengan tiang lampu yang dihiasi bendera Uzbekistan yang berwarna Biru muda putih hijau dengan hiasan bulan sabit dan 12 bintang. Â Konon angka 12 ini berhubungan dengan jumlah bulan dalam satu tahun dan juga jumlah rasi Bintang yang melambangkan hubungan yang kuat antara Uzbekistan dan ilmu astronomi.
Sebuah bangunan dengan pintu gerbang yang dhias lengukung dengan gaya khas Persia dan juga sebuah kubah menjadi penanda khas mausoleum ini. Â Di kedua sisi iwan atau gapuran ini, tampak masing-masing tiga lengkung hujra yang cantik sekaligus gagah. Warna biru lazuardi tampak dominan dan hiasan kaligrafi terukir sakral di bagian atas pintu gerbang.
"Bahouddin Nakshaband/s srchitectural complex was re-created and restores with initiative of the first president of the Republic of Uzbeistan Islam Karmov, October 2003," demikian tertera pada sebuah prasasti dari marmer yang di pajang di plaza atau lapangan luas di depan kompleks mausoleum yang tampak megah ini. Â Deretan taman-taman yang dihiasi bunga warna-warni juga menambah cantik situs tempat ziarah ini.
Memasuki kompleks, tepat di dinding di dekat gerbang masuk, juga ada plakat dari kuningan yang ditulis dalam bahasa Uzbek, Rusia, dan Inggris yang menjelaskan nama Gerbang ini yaitu Bobi Islom Gate, sekaligus menjelaskan bahwa monumen yang berasal dari abad ke XIV ini juga merupakan bangunan yang dilindungi oleh pemerintah sebagai warisan budaya. Di salah satu sudut tembok, juga ada papan petunjuk yang mengatur tata cara busana bagi para pengunjung.Â
Kami kemudian berjalan menuju court yard atau halaman yang menuju ke bagian dalam mausoleum. Â Di tembok atau dinding banyak dipasang papan informasi dan juga nukilan kata-kata Mutiara yang menarik. Â
Yang pertama saya baca adalah keterangan singkat mengenai Khoja Bahauddin Nakhsaband yang tertulis dalam Bahasa Rusia dan Inggris.  Di sini dijelaskan bahwa beliau merupakan salah satu orang suci dalam Islam dan juga merupakan pendiri tarekat sufi Nakhsabandiyah. Beliau di lahirkan pada 1308 tepat di tempat ini yaitu, di Desa  Qasri Hinduvan di Bukhara. Dijelaskan juga jika nama kecil beliau adalah Muhammad dan konon masih merupakan keturunan Ali dari pihak ayah dan Abu Bakkar Assidiq dari pihak ibu.  Beliau sendiri mendapat gelar Bahauddin yang secara harfiah berarti Cahaya Agama.
Singkatnya sang sufi ini kemudian meninggal juga di tempat ini dan termasuk jarang bepergian kecuali naik haji ke Tanah Suci lebih dari tiga puluh kali. Beliau juga menjadi guru spiritual banyak tokoh terkenal dan meninggal di Bukhara pada 1389.Â
Di sini pula Guljan menerangkan secara singkat inti ajaran-ajaran sang sufi yang dibawakan oleh Bahauddin Naksaband ini.  Di dinding ini juga dipajang beberapa prinsip ajaran yang terkenal seperti  "Dil Ba Yor U dast Ba Kor" yang bermakna Penuhilah hati mu dengan Allah dan Tanganmu dengan Karya.  Selain it juga ada beberapa kata Mutiara yang sangat menyentuh seperti "Tidak seorang pun dapat disebut Muslim sampai Dia dapat menguasai  Ketamakannya, dan juga Jangan biarkan orang hidup dalam kesusahan, Mudahkan lah hidup mereka.
Kami terus berjalan dan sampai lagi di sebuah ruang terbuka atau court yard dimana terdapat mausoleum atau makam beliau, pohon dan tempat-tempat duduk buat penziarah dan masjid serta bangunan di sekeliling yang megah dan indah. Â Tepat di depan makam ada sebuah prasasti bertuliskan kaligrafi bahasa Arab. Â
Di sini banyak penziarah yang berdoa dii depan makam atau juga duduk-duduk di bawah pohon yang rindang. Â Suasananya terasa sangat sakral dan membuat kita merasa khusyuk.Â
 Di salah satu sudut terdapat ruangan terbuka yang beratap dan di sini ada beberapa orang sedang duduk berdoa sambil mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran.Â
Di bagian lain ada sebuah monumen kecil berbentuk kubah dengan empat buah menara. Mirip bagaikan miniatur sebuah masjid. Â Konon di sini dulunya merupakan tempat orang berdoa dan meletakkan persembahan. Â Tepat di sebelahnya ada masjid Emir Muzaffarkhan yang dibangun pada abad ke XIX. Saya sempat mengintip ke dalam ruangan masjid yang tampak sepi dengan beberapa tiang kayu yang mirip dengan tiang masjid Bolo Hauz di pusat kota Bukhara.
Masih di sekitar halaman Tengah ini, ada lorong kecil yang menuju ke deretan makam-makam yang telah berusia ratusan tahun. Makam ini umumnya milik para bangsawan dan raja-raja di Bukhara. Â Saya sempat menyelusuri lorong-lorong kecil di antara makam yang berdinding cukup tinggi sebelum akhirnya kembali ke halaman Tengah.Â
Ketika akan masuk lagi ke lapangan bagian belakang kompleks, ada dua Perempuan Uzbekistan yang mengajak berfoto. Mereka dengan ramah menanyakan dari mana asal kami. Halaman belakang kompleks mausoleum ini ternyata jauh lebuh luas dan merupakan tempat yang nyaman untuk bersantai. Sehingga nuansanya lebih santai. Â Selain pepohonan, juga ada sebuah kolam atau danau buatan yang indah di kelilingi oleh pagar yang indah dan pepohonan yang rindang.
Juga banyak tersedia tempat duduk untuk bersantai dan bangunan-bangunan megah dengan atap dan kubah yang khas.  Di sini pula kamis sempat berinteraksi dengan penziarah  lokal yang berbahasa Tajik dan kemudian mengajak foto bersama.Â
Lebih dari satu jam setengah kami berada di tempat ini dan berziarah sambil berwisata. Tempat tokoh pendiri Tarekat Naksabandiyah dimakamkan dan konon menjadi orang suci di Asia Tengah. Bahkan menurut kepercayaan penduduk lokal, jika mereka berkunjung dengan berjalan kaki ke tempat ini dari pusat kota Bukhara sebanyak tiga kali, maka nilai ibadahnya sama dengan satu kali naik haji ke Mekah.
Nah sayangnya kamu datang dengan kendaraan sehingga walau sepuluh kali pun berkunjung tidak bisa disamakan dengan pergi haji ke Mekah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H