Setelah puas mendengarkan cerita dan Sejarah Menara Kalon yang sangat menarik, perjalanan kami dilanjutkan dengan menjelajah Masjid Kalon yang kadang disebut Kalyan atau juga Po I Kalyan.Â
Kata Kalyan atau Kalon sendiri berasal dari bahasa Persia yang berarti besar sementara kata Po I Kalyan atau Poi Kalyan bermakna dekat yang besar. Â Besar karena memang masjid yang akan kita masuki ini merupakan masjid terbesar di Bukhara dan juga nomor dua terbesar setelah Masjid Bibi Khanum di Samarkand. Â Singkatnya masjid ini mempunyai bangunan dengan luas 127 x 78 meter dan halaman dalam berukuran 78-39 meter dengan rasio 2 x 1. Â
Saya memulai perjalanan dengan mengagumi pintu gerbang utama atau Pisthak masjid yang megah, besar dan tinggi berhiaskan keramik bernuansa lazuardi nan menawan. Â Selain ornamen dan hiasan geometri dengan pola yang indah, juga ada hiasan kaligrafi yang tidak kalah indah. Â Bahkan di sini terukir nukilan surat Al-Quran yang mewajibkan kaum lelaki untuk solat Jumat, yaitu Surat Al-Jumuah. Â Â
Menaiki beberapa anak tangga, saya tiba di beranda gapura. Ada lengkungan-lengkungan yang memberi kesan gedung berlantai dua dan di atasnya mirip interior sebuah kubah.  Di bagian bawah juga ada  prasasti atau plakat dari kuningan bertuliskan "Me'morchilik Yodgorlogi Kalon Jome Masjidi 1514 Yil, Davlat Muhofazasiga Olingan,"  yang kalau diterjemahkan kira-kira berarti Monumen Bersejarah  Masjid Jami Kalo tahun 1514,  Di bawah Pelindungan Negara.  Di bawahnya juga ada tulisan dalam bahasa Rusia. Suara azan Asar baru saja menggema. Sebagian orang tampak masuk menuju ke masjid untuk saat berjamaah.  Namun sebagian besar lagi termasuk para turis dan wisatawan tampak asyik melihat-lihat di sekitar masjid.Â
Saya terus berjalan memasuki halaman dalam Masjid. Â Di sini kita bisa melihat bentuk persegi empat masjid yang sempurna dan di tengahnya ada sebuah pohon dan tempat duduk di sekitarnya. Â Di kiri an kanan tampak ruangan masjid dengan deretan lengkungan yang indah dan kembali di bagian tengahnya dihiasi dengan dua gerbang yang disebut Iwan. Â Kalau diperhitungkan dengan pintu masuk utama dan pintu ke masjid utama, maka ada empat pintu gerbang atau Iwan di dalam halaman tengah ini.
Saya terus berjalan ke arah barat atau ke arah kiblat masjid dan di sini terdapat iwan atau gerbang ke masjid utama. Tepat di depannya ada sebuah bangunan berbentuk oktagon atau segi delapan dengan jendela lengkung dan atap berbentuk kubah. Â Ini adalah monumen untuk para martir atau syuhada yang meregang nyawa semasa penyerbuan Genghis Khan ke kota ini di awal abad ke XIII lalu. Â Selain sebagai monumen, Pada setiap salat Jumat, tempat ini juga dijadikan mimbar bagi imam dan khatib kedua yang mengulangi doa dan khotbah yang diucapkan imam dan khatib pertama yang ada di dalam bangunan masjid agar dapat didengar oleh Jemaah yang ada di halaman Tengah. Â
Di dalam ruang utama masjid, ada sebuah mihrab yang cantik dengan lekukan yang khas berhiaskan ornamen muqarnas. Namun yang membuatnya lebih indah adalah keramik yang dihiasi dengan ornamen dan kaligrafi yang ditulis dengan tinta emas  membentuk sisi kanan atas, dan kiri mihrab.  Kombinasi warna ungu, nila dan putih yang membentuk pola nan rancak membuat mihrab ini sangat istimewa.  Tidak jauh di samping kanan mihrab, terdapat mimbar yang terbuat dari kayu berukir dengan warna coklat kekuningan yang dominan.Â
"Salah satu tempat yang paling indah untuk mengambil foto ada dari titik  di sini," tiba-tiba saja Mas Agus menarik saya ke salah satu sudut di dekat ruangan masjid dan kemudian melihat ke halaman Tengah dengan lengkungan iwan, monumen martir segi delapan beratap kubah serta menara dan pisthak utama di kejauhan. Permainan cahaya dengan gradasi gelap terang yang nyaris sempurna membuat pemandangan di sini sangat luar biasa.  Salah satu tempat yang paling cocok buat mengambil gambar masjid Kalon dari dalam dengan menara di kejauhan.
Di bagian lain masjid saya melihat ruangan yang dipakai untuk salat. Â Di dekat pintu tampak rak untuk menaruh alas kaki. Sebagian lagi sepatu dan sandal hanya disimpan di tepian karpet warna maroon dengan pola ornamen geometris yang cantik. Sementara karpet warna hijau menutupi ruangan solat yang terletak di antara tiang-tiang yang menopang kubah-kubah kecil yang ada di atap masjid.Â
Selain kubah utama yang besar  dan megah berarana biru lazuardi, masjid Kalo ini memang sangat unik karena di kelilingi oleh atap yang berhias 288 buah kubah kecil. Kubah-kubah ini disokong oleh 208 buah pilar.  Konon atap berkubah yang jumlahnya ratusan ini berfungsi sebagai system akustik yang sempurna hingga ucapan imam dapat di dengar di seantero masjid walau tanpa menggunakan pengeras suara.  Sekarang ini, hanya sebagian ruangan berkubah yang dijadikan tempat salat, khususnya di dekat masjid utama. Sementara di kedua sisinya tampak sebagian sedang direnovasi dan  deretan tiang, tembok, dan lengkungan yang berwarna putih menyiratkan nuansa sakral yang magis.  Saya sempat melihat seorang lelaki yang memakai sarung putih sedang berjalan di antara tiang-tiang ini.
Saya kemudian kembali ke halaman Tengah. Di sini pemandangan pohon. Relung-relung masjid dan menara masih menyiratkan keindahan dan kemegahannya yang kontras dengan langit kota Bukhara yang sore ini tampak jernih tanpa awan setitik pun.
Senja kian menjelang. Tiba waktunya untuk meninggalkan masjid dan kembali berjalan kaki mengeliling kota tua Bukhara. Â Di depan masjid, saya kembali mengagumi menara yang menjulang tinggi serta Madrasah Mir I Arab yang ada tepat di seberang masjid. Â Senja ini, kami tidak sempat mampir ke madrasah ini, tetapi saya berjanji akan kembali esok atau lusa untuk menikmati kemegahan dan keindahannya.
Sambil berjalan dengan langkah-langkah panjang, sebagian hati saya seakan tertinggal di Masjid Kalon dengan menaranya yang mengah. Â Sebuah masjid yang memiliki nama dengan makna besar dan megah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H