Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menembus Garis Batas 22: Bolo Hauz, Masjid 40 Tiang di Bukhara

13 Oktober 2023   15:11 Diperbarui: 14 Oktober 2023   13:11 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ark of Bukhara, (Dokumentasi pribadi)

Setelah makan siang, kami memulai wisata di kota Bukhara. Kembali kami melewati Pohon Agus untuk menuju jalan yang bernama Ulitsa Mekhtar Anbar dan kemudian memesan 3 taksi daring. 

Pada awalnya saya tidak tahu ke mana tujuannya karena Guljan yang memesan dan langsung berbicara kepada sopir. Saya dan tiga penumpang lain hanya duduk manis di dalam mobil sampai akhirnya setelah sekitar 10 menit kemudian diturunkan di depan sebuah bangunan yang cukup ikonik di Bukhara yaitu The Ark of Bukhara.

Ark of Bukhara, (Dokumentasi pribadi)
Ark of Bukhara, (Dokumentasi pribadi)

Sambil menunggu rombongan yang lain saya melihat benteng atau istana yang merupakan peninggalan bersejarah di Bukhara ini. 

Konon benteng atau istana ini sudah ada sejak sekitar abad ke 5 dan kemudian berganti-ganti fungsi sebagai istana, benteng dan kubu pertahanan hingga awal abad ke XX ketika Soviet menguasai Bukhara dan mengakhiri sistem kerajaan di negeri Asia Tengah itu. 

Konon saat itu Emirat Bukhara dimasukkan ke dalam Republik Soviet Uzbekitan dan terus bertahan hingga kini walau zaman telah berganti.

Dari kejauhan tampak pintu gerbangnya yang megah diapit dua menara dan juga tembok benteng yang tampak tebak dan kukuh dengan warna cokelat muda yang dominan.

Di halaman luas di sekeliling benteng Ark of Buhkara ini ada banyak kendaraan mirip tuk-tuk atau bajaj yang bisa disewa pengunjung untuk jalan-jalan keliling kota. Guljan sempat berjanji bahwa nanti kita bisa naik tuk-tuk ini. 

Tiga generasi, (Dokumentasi pribadi)
Tiga generasi, (Dokumentasi pribadi)

Ada lumayan banyak turis dari India yang sedang sibuk berfoto. Namun ada juga keluarga orang lokal yang sedang duduk-duduk di kursi taman. 

Sambil menunggu saya sempat membaca sebuah papan informasi mengenai Ark of Bukhara yang ditulis dalam bahasa Uzbek, Inggris, dan Rusia. Dijelaskan kalau Citadel Ark atau benteng istana ini sudah ada sejak abad ke 4 dan menjadi tempat tinggal para bangsawan dan penguasa Bukhara hingga tahun 1920. 

Luas total benteng ini sekitar 3,9 hektar. Kami juga sempat berfoto bersama dengan keluarga orang Uzbek dan bercakap-cakap sebisanya. Keluarga ini rupanya terdiri dari 3 generasi, yairtu babushka (nenek), math, (ibu) dan anak perempuan gadis remaja (Debushka). Walau hanya sejenak kembali membuktikan keramahtamahan orang Uzbek terhadap wisatawan.

Odong-odong, (Dokumentasi pribadi)
Odong-odong, (Dokumentasi pribadi)

Akan tetapi tujuan pertama kami siang itu bukanlah ke Ark of Bukhara, melainkan ke sebuah masjid tua yang letaknya di seberang benteng ini, yaitu Masjid Bolo Hauz. Kami kemudian berjalan menyeberangi jalan menuju ke masjid. Cukup berjalan kaki sekitar 3 sampai 4 menit dengan santai. 

Di depan halaman masjid terdapat sebuah kolam yang berbentuk segi delapan atau oktagon Karena itulah masjid yang dibangun pada awal abad ke XVI ini dinamakan Bolo Hauz yang secara harfiah bermakna "di atas air". 

Sambil duduk di kursi taman di dekat kolam, kami mendengarkan cerita Guljan mengenai masjid yang juga dulunya digunakan untuk salat Jumat oleh Emir Bukhara,

Menara, (Dokumentasi pribadi)
Menara, (Dokumentasi pribadi)

Di depan masjid ada sebuah menara yang berbentuk bulat dan tidak terlalu tinggi. Menara ini konon dibangun tidak bersamaan dengan masjid dan memiliki hiasan ornamen yang cantik dengan warna coklat tua yang dominan. 

Ketika kami duduk-duduk serang lelaki tua berusia enam puluh tahunan datang dan menawarkan makanan ringan kepada kami. Mula-mula saya mengira bahwa dia menjual makanan, namun ternyata hanya ingin berbagai makanan saja. 

Menurut Guljan, menara ini sempat miring walau setelah direkonstruksi kini kembali tegak berdiri dengan gagah.

Salah satu keunikan masjid ini adalah adanya dua puluh tiang dari kayu yang ada di beranda depan. Karena tiang-tiang ini pula masyarakat sering menamakan masjid ini dengan sebutan Masjid 40 Tiang dikarenakan kedua puluh tiang ini akan memiliki bayangan di kolam oktagon di depan masjid. 

Waktu solat, (Dokumentasi pribadi)
Waktu solat, (Dokumentasi pribadi)

Tiang-tiang kayu ini tampak sangat cantik berada di beranda masjid, ruangan yang digunakan sebagai tempat salat di waktu musim panas. Sementara jika musim dingin, maka ruangan yang dipakai untuk salat adalah bangunan utama di dalam masjid yang memiliki kubah dan juga mihrab serta memiliki hiasan dan ornamen dengan warna-warna yang indah serta hiasan berbentuk muqarnas yang elegan dan anggun. 

Sangat khas Asia Tengah dan cantik sekali melihat masjid ini. Di dinding masjid saya melihat sebuah display elektronik yang menunjukkan waktu-waktu salat dalam bahasa Uzbek yang ditulis dengan aksara Kiril. 

Deretan kata Bomdod, Pesin, Asr, Som, dan Hufton yang berarti Subuh, Dzuhur, Asar, Magrib, dan Isya terpampang manis dengan warna merah yang menyala. Tampak latar belakang tembok batu bata dan tiang kayu berkir indah di dekatnya.

Beranda Masjid Musim Panas, (Dokumentasi pribadi)
Beranda Masjid Musim Panas, (Dokumentasi pribadi)

Saya juga sempat mencari lokasi Tahorat Xona atau tempat wudhu masjid ini yang terletak di bangunan terpisah di bagian sebelah kanan. Siang itu suasana masjid sedang sepi walau sempat ada beberapa orang yang sedang sala di antara pilar-pilarnya yang cantik. 

Di belakang pilar ini ada sebuah iwan alias gapura yang cantik yang diapit oleh relung-relung hujra di madrasah-madrasah yang telah saya kunjungi di Samarkand. Betapa mata selalu dimanjakan oleh pemandangan nan cantik selama berada di kota-kota di Uzbekistan.

Beranda, (Dokumentasi pribadi)
Beranda, (Dokumentasi pribadi)

Masih di depan masjid tidak jauh dari menara, ada lagi sebuah menara yang tampak lebih modern dan terbuat dari baja. Menara ini dinamakan Sukhov Tower dan konon pernah dipakai sebagai menara air yang dibangun oleh Vladimir Shukov pada tahun 1927. 

Dia sangat terkenal dengan temuannya yaitu tangki air berbentuk hiperboloid. Pada masa kejayaannya ada lebih dari 200 menara sejenis di Bukhara dan kini hanya masih ada beberapa yang tersisa, termasuk di dekat stasiun Bukhara di kawasan Kagan dan tentu saja di depan Masjid Bolo Hauz ini. Menara ini sekarang digunakan sebagai menara pandang dan wisatawan dapat naik ke atas menggunakan lift.

Dan yang tidak kalah menarik adalah fakta Sejarah bahwa di sini juga dulu pernah berdiri gagah sebuah patung Lenin. Namun patung ini sudah dirobohkan pada 1992 menyusul runtuhnya Uni Soviet dan kemerdekaan Uzbekistan pada 1991. 

Unta, (Dokumentasi pribadi)
Unta, (Dokumentasi pribadi)

Setelah puas menikmati keindahan arsitektur Masjid Bolo Hauz, kami kemudian kembali berjalan menuju Ark of Bukhara dan menyaksikan ada seekor unta berpunuk dua atau jenis Camelus bacterianus yang memang banyak di Asia Tengah dan Tiongkok. 

Unta ini digunakan sebagai spot para wisatawan untuk berfoto dengan latar belakang tembok Ark of Bukhara.

Tembok Tebal, (Dokumentasi pribadi)
Tembok Tebal, (Dokumentasi pribadi)

Kami hanya berjalan mengeliling tembok dan tujuan selanjutnya adalah salah satu bangunan paling terkenal di Bukhara yaitu Masjid Kalon. Namun janji untuk naik tuk-tuk ternyata tidak dipenuhi dan akhirnya kami jalan-jalan di saing hingga sore hari itu benar-benar menjadi jalan-jalan yang penuh dengan jalan kaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun