"Dari sini, kita harus berjalan kaki sekitar 5 menit menuju hotel," demikian kata Guljan menjelaskan. Lokasi hotel di pusat kota tua memang terletak di kawasan yang khusus untuk pejalan kaki. Â Dari kendaraan , kami kemudian menuruni beberapa anak tangga dan melihat keadaan sekitar yang penuh dengan bangunan tua berusia ratusan tahun. Â Kami melewati sebuah empang atau kolam terbuka dan di sekitarnya banyak restoran dan cafe di alam terbuka. Â Selain pohon-pohon yang cantik, meja dan kursi di caf dan restoran di sekitar kolam pun sangat cantik dan menarik.
"Di sini ada sebuah pohon yang saya jadikan cover depan salah satu buku saya," kata mas Agus sambil menunjuk ke sebuah pohon. Â Saya langsung teringat dengan buku Titik Nol yang bergambar seorang anak sedang melompat dari sebuah pohon. Â Memang tidak salah lagi ini adalah pohon tersebut. Â Mas Agus juga bercerita bahwa dulu di tempat ini banyak anak-anak bermain dan melompat ke kolam dari pohon seperti dalam foto yang kemudian dijadikan cover buku Titik Nol tersebut. Â Sejak itu, setiap kali melewati kolam dan pohon ini, saya memberi nama baru kepada pohon ini, yaitu pohon Agus.
Suasana kota tua Bukhara sangat hidup dan ramai. Di sini, hotel , penginapan , cafe, restoran, dan toko suvenir ada di sekitar dan semuanya mudah dicapai dengan hanya berjalan kaki. Kami melewati Ulitsa Bahauddin Naqsabandhi yang merupakan jalan utama di kota tua dimana banyak juga gerai yang menjual minuman ringan dan es krim lalu belok kiri di sebuah gerbang bertuliskan Khoja Nasruddin, Â Hotel kami berada di jalan kecil ini, tidak jauh dari sebuah museum wayang .
Kami menaruh koper dan barang bawaan di kamar hotel, acara siang itu langsung dimulai dengan menikmati makan siang di sebuah restoran yang jaraknya hanya dua tiga menit dari hotel. Hanya terletak beda satu lorong dari hotel. Sebuah restoran tradisional dengan dekor yang menarik dan menyediakan kuliner Uzbekistan dan Bukhara yang tidak kalah lezat dibandingkan dengan makanan yang sudah kita nikmati di Samarkand. Sekali lagi nasi plov, laghman, samsa dan sashlik menjadi menu andalan dan tentu saja semangka dan melon serta roti nan selalu menemai di meja makan.
Setelah makan siang, barulah perjalanan menjelajah Bukhara dimulai dengan naik kendaraan menuju ke Bukhara Ark dan juga Masjid Bolo Hauz. Â Kami kembali melewati ruang terbuka degan taman-taman yang selalu ramai. Di sini juga ada patung Abu Nawas yang lebih dikenal dengan nama Khoja Naseruddin yang sedang menunggang seekor keledai. Â Ah cerita-cerita Abu Nawas yang jenaka sangat saya sukai ketika membaca kisah-kisah dari negeri 1001 malam. Â Dan siapa sangka akhirnya saya bisa sempat berkunjung ke Bukhara, kota kelahiran Khoja Nasruddin alias Abu Nawas ini.
 Namun sebelum naik ke mobil dan memulai jalan-jalan di Bukhara , kami sekali lagi  harus melewati kolam dengan pohon unik yang saya namakan Pohon Agus. Dan tentu saja pohon Agus ini akan selalu menemani perjalanan kami baik pulang dan pergi selama di Bukhara.
Selamat menikmati perjalanan di Bukhara.Â