Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menembus Garis Batas 18: Hangatnya Tari dan Joget di Silk Road Complex

9 Oktober 2023   11:45 Diperbarui: 9 Oktober 2023   12:26 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan menuju Eternal City: Dokpri

Salah satu alasan wisatawan berkunjung ke Uzbekistan adalah untuk napak tilas kembali berbagai kota di Jalur Sutera atau Silk Road seperti Samarkand, Bukaha dan Khiva.  Akan tetapi di Samarkand, selain mausoleum, madrasah dan masjid cantik peninggalan era zaman lampau, ternyata ada juga sebuah tempat yang menghadirkan suasana zaman dahulu dengan sentuhan serba mewah dan modern.  Yuk kita simak jalan-jalan di Silk Road Complex di Samarkand  dan temukan keunikan dan kehangatan yang ditawarkan.

Setelah sejenak beristirahat di hotel sore itu kami kembali berangkat mengunjungi salah satu daya tarik wisata paling anyar di Samarkan, yaitu Silk Road Complex. Lokasinya berada di sebelah timur di pinggiran kota Samarkand dan waktu tempuh dari hotel hanya sekitar 20 menit dengan taksi online.  Dengan 3 taksi kami berangkat karena kebetulan Pak Fadoli dan istrinya Mbak Wyd tidak ikut sebab ingin istirahat saja di hotel.

Jembatan menuju Eternal City: Dokpri
Jembatan menuju Eternal City: Dokpri

Hari menjelang senja ketika kami tiba di pintu gerbang.  Dari sini sudah kelihatan bagian Silk Road Comlplex yang disebut Eternal City dengan banyak deretan replika bangunan ikonik dari seantero Uzbekistan.   Terlihat dua menara pengwasa di ujung jembatan dan di belakangnya ada kubah dan menra yang tidak kalah cantiknya.  Bangunan ini sekilas tampak baru dan sangat cantik dengan warna krem mendominasi.

Perahu di Kanal eks zaman Soviet: Dokpri
Perahu di Kanal eks zaman Soviet: Dokpri

Ada jembatan di atas kanal atau kali buatan yang kemudian saya tahu dulunya merupakan tempat berlatih tim dayung di zaman Soviet.  Menurut Mas Agus sendiri, sekarang pengunjung dapat naik perahu pesiar menyusuri kanal ini dan melihat bangunan-bangunan indah dan megah yang ada di Silk Road Complex.  Kebetulan di dekat gerbang masuk, dari jembatan, saya sempat juga melihat sebuah perahu yang sedang berlayar.    

"Di sini nanti kita dapat menyaksikan bagaimana ramah dan terbuka dan hangatnya orang Uzbekistan," tambah Mas Agus lagi.  Kami kemudian berjalan memasuki kompleks  Eternal City.  Di sini terdapat replika bangunan terkenal di Uzbeistan yang dibangun dalam versi lebih kecil. Walau tidak kalah indahnya tetapi memang terkesan terlalu baru dan tidak asli.  Salah satuanya adalah Chorsu Bazaar yang aslinya berada di Tashkent.  Tentu saja ada juga hampir semua bangunan terkenal yang mewakili tempat-temat terkenal di Uznekistan ada di kawasan ini.

Suasana di Silk Road Complex: Dokpri
Suasana di Silk Road Complex: Dokpri

Kami memasuki jalan yang sore ini mulai ramai dengan pengunjung dan di kedua sisi jalan dipenuhi dengan toko suvenir, restoran dengan arsitektur yang khas Asia Tengah.  Memasuki kawasan ini, serasa berada di Dunia Fantasi atau Disney Landa.  Tetapi mungkin juga seakan berada di Taman Mini versi Uzbekistan.  Konon luas Etrnal City ini sekitar 11 Hektar dan hanya merupakan sebagian dari Silk Road Complex yang luasnya lebih 200 hektar dilengkapi dengan beberapa hotel bertaraf internasional. 

Bangunan modern bergaya kuno : Dokpri
Bangunan modern bergaya kuno : Dokpri

Singkatnya dengan mampir ke sini, kita bagaikan sudah berkunjung mengeliling Uzbekistan, ada Central Street dimana kita dapat melihat bangunan dari berbagai era, baik kekaisaran Parthian yang berkuasa sekitar abad ke 3 Sebelum Masehi, bangunan era Yunani dan tentu saja bangunan ikonik era keemasan Islam di Asia Tengah.  Kita seakan-akan berjalan dan mengunjungi bukan hanya Samarkand, melainkan juga Bukhara, Khiva, Fergana, Tashkent, Korezm, Karapalkastan dan tempat-tempat lain di Uzbekistan.

Kubah dan Menara: Dokpri
Kubah dan Menara: Dokpri

Suara musik yang riang gembira menyambut kami tepat di sebuah amfiteater yang ramai tepat di seberang replika Ulughbek Obesravatory.   Musik dengan irama kombinasi Hindustan dan Timur Tengah berdentum riang. Sebagian pengunjung mulai menari dan berjoget dengan riang. Lelaki, perempuan, tua dan muda ikut menari dengan penuh tawa dan senyum dan bukan hanya di depan panggung , melainkan di tempat duduk amfiteater  yang bertingkat-tingkat.   Kami kemudian ikut duduk di kursi amfi teater yang paling depan dan menyaksikan tarian dengan latar belakang replika Ulughbek Obesvatory, teropong Bintang yang dibangun oleh cucu Amir Timur.

Replika Ulughbek Observatory: Dokpri
Replika Ulughbek Observatory: Dokpri

Di kejauhan, di bagian atas amfiteater, saya melihat Mas Agus usdah dikeliling oleh emak-emak Uzbek yang mengajaknya menari.  Walau mula-mula enggan,  Mas Agus akhirnya ikut  menari. Bahkan salah seorang nenek  berusia sekitar 60 tahun kemudian memeluk Mas Agus, pelukan hangan bak seorang ibu yang sudah lama tidak berjumpa dengan putranya. 

Amfiteater: Dokpri
Amfiteater: Dokpri

Musik terus bermain dengan jenaka. Orang yang menari kian banyak. Seorang lelaki berusia sekitar 45 atau 50 tahun menari dengan bersemangat sambil mengajak siapa pun yang ada di dekatnya untuk ikut menari dan berjoget.  Tanpa terasa saya pun akhirnya ikut menari dengan gembira.  Di bagian lain deretan perempuan berusia lebih 50 tahun, ada sekitar 10 orang juga menari bersama membentuk grup penari yang juga tidak kalah menghibur baik para penari sendiri maupun para penonton yang terkadang ikut bertepuk tangan dengan riang.   Tampaknya, tidak ada  ruang untuk duka dan sedih di tempat ini pada malam ini.

Mas Agus sedang Joget: Dokpri
Mas Agus sedang Joget: Dokpri

Singkatnya  malam itu kami merasakan kehangatan dan ketulusan penduduk kota Samarkand atau Uzbekistan dalam menyambut para wisatawan dan orang-orang yang baru dikenal. Setelah menari sebagian dari mereka pun mulai mengajak mengobrol  walau dengan segala keterbatasan bahasa.

Tua muda ikut menari: Agustinus Wibowo
Tua muda ikut menari: Agustinus Wibowo

Karena kami masih ingin menyaksikan pertunjukan Laser 3  D di Registan Square, disepakati melalaui Whatsup Group bahwa sekitar pukul 8 kami akan berkumpul di Replika Chorsiu Bazaar untuk kemudian sama-sama ke Registan Square.  Masih ada waktu sekitar setengah jam, lagi dan saya menggunakan kesempatan ini untuk berkeliling melihat-lihat kawasan Eternal City ini.

Replika Choursu Bazaar bentuknya bundar dan di dalamnya ada los atau deretan gerai yang menjual bermacam produk, baik roti, souvenir dan juga masnisan dan buah yang dikeringkan. Jadi mirip dengan yang dijual di Chorsu Bazaar yang asli. Mungkin bedanya adalh temat ini lebih kecil namun leuh lebih mewah.  Di sini juga ada tempat air minum yang antik yang bisa mengeluarkan air juka disentuh dengan tangan menggunakan sensor.  Selain itu juga ada vending machine yang menjual minuman dingin maupun hangat.  Saya sempat membeli air mineral ukuran sedang dengan harga 5 ribu Sum.  Sedikit lebih mahal dibandingkan di mini market.

Asyiknya Joget: Dokpri
Asyiknya Joget: Dokpri

Saya kemudian keluar dari Chorsu Bazaar, di sebuah lapangan di depan gedung-gedung yang bersebelahan, ada pertunjukan  atau Street Performance berupa tarian tradisional. Para penarinya, beberapa pasanng jejaka dan  gadis Uzbek yang memakai  kostum khas Uzbekistan, menari dengan lincah mengikuti irama musik.   Wah gadis-gadis Uzbek terkenal dengan kecantikan dan tubuhnya yang langsing membuat penonton terpesona.  Asyiknya, penonton juga bisa ikut menari dengan jenaka di sini, sementara karena saya sudah cukup lelah, akhirnya hanya menonton saja sambil menikmati alunan musiknya yang indah.  Saya juga sempat duduk-duduk di bale-bale yang cantik dengan atmosfer Asia Tengah yang kental. Serasa bagaikan menjadi kaum bangswan di era kejayaan Empirium Timurid.

Tidak terasa waktu menunjukkan hampir  jam 8 malam, saya segera menuju ke tempat berkumpul setelah sebelumnya mampir ke Hojatxona atau toilet.  Di sini kita harus membayar 3000 Sum untuk toilet.   Dalam perjalanan kembali ke Chrsu Bazaar, saya sempat melihat ada pertunjukan boneka atau wayang gaya Uzbekistan.   Kami kemudian bersama-sama menuju pintu masuk untuk memesan taksi online.  

"Kami tadi naik perahu yang besar dan berkayar mengeliling kanal sambil menikmati pemandangan yang indah," ujar Pak Hendro yang sempat menjajal naik perahu bersama istrinya, Bu Henny.  Ternyata ada beberapa macam boat, bahkan ada yang bergaya Italia dan juga Cina.

Makin malam suasana di Silk Road Complex kian bertamabah ramai.   Ketika kami mau pulang, masih banyak pengunjung yang baru datang.   Bukan hanya dengan kendaraan pribadi, banyak juga rombongan wisatawan yang datang dengan bus- besar. Sementara penduduk lokal Samarkand, baik tua, muda, anak-anak maupun bayi yang menggunakan stroller juga ikut menikmati suasana malam yang riang gembira ini.  Langit kota Samarkand juga tampak cerah ditaburi bintang-bintang.

Tidak lama kemudian,  kami tiba di Registan Square, pertunjukan 3 D yang dijanjikan ternyata tidak ada dan hanya laser show dengan musik seperti yang kita saksikan malam sebelumnya.  Mungkin Daniyor menerima informasi yang salah alias hoaks tentang pertunjukan 3D ini.  

Acara malam itu ditutup dengan menikmati makan malam bersama di sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari hotel. Hanya berjalan kaki sekitar 5 menit aja.

Waktu sudah menunjukan sekitar pukul 23 malam ketika kami selesai makan malam. Di bawah embusan angin yang lumayan sejuk, kami berjalan santai menuju hotel.

Sebuah hari yang panjang dan melelahkan di Samarkand. Walau tubuh terasa capai, tetapi hati tetap senang dan gembira.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun