Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menembus Garis Batas 16: Ke Shah-I-Zinda Aku Kan Kembali, Ini Alasannya

5 Oktober 2023   12:19 Diperbarui: 7 Oktober 2023   18:15 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selepas salat Jumat barulah saya punya waktu sejenak untuk menjelajah Shah- I Zinda. Terpaksa sendiri karena sempat terpisah dengan rombongan tur. Atau saya juga terlalu lama menghabiskan waktu di Masjid Musim Panas sebelum salat Jumat dilaksanakan. 

Saya mengembara menjelajah bagian demi bagian kompleks makam yang sangat luas dan bertingkat-tingkat ini sementara karpet-karpet baru saja digulung selepas salat Jumat. 

Saya memasuki satu demi satu mausoleum nan cantik dalam berbagai bentuk dengan ornamen serta warna yang membuat diri merasa diterbangkan ke masa lampau, ketika negeri itu masih disebut Sogdiana, Transoxania ataupun Imperium Timur.

Di sini, di antara hamparan makam, mausoleum, kubah dan ratusan wisatawan saya sempat termenung, betapa batas antara hidup dan mati memang sangat tipis. 

Bagi sebagian orang, kematian merupakan akhir suatu masa dan setelah itu kita mungkin dilupakan. Namun bagi sebagian orang lain, bahkan setelah kematian, nama kita tetap disebut dan dibaca oleh jutaan orang yang dari generasi masa depan yang datang dengan beribu keinginan. 

Sebagian untuk berziarah, sebagian untuk berwisata, dan sebagian lagi hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka. Itu adalah nasib orang-orang dari berbagai abad yang jasadnya berbaring di Nekropolis, alias kota orang mati ini.

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Ini bukan kompleks makam paling luas yang pernah saya kunjungi, tetapi ini adalah kompleks makam yang paling memesona dan menawan yang pernah saya lihat. 

Deretan bangunan yang mencerminkan hasil karya ratusan atau ribuan seniman yang telah menuangkan hasil karya terbaik mereka agar dapat disaksikan oleh generasi berikut di era puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun setelahnya.

Dari masjid saya memulai pengembaraan secara acak dan memasuki mausoleum yang menarik hati saya. Salah satunya adalah Mausoleum Usto Ali Nesefi yang berasal dari abad ke XIV. 

Di dalamnya saya sejenak mengagumi pola ornamen hiasan keramik dengan warna biru hijau yang indah dan pola geometrik yang elegan. Sebagian besar dibagi dalam bentuk kotak berbentuk bujur sangkar. Sementara batu nisannya sendiri, tampak sangat sederhana.

Dinding. (Dokumentasi pribadi)
Dinding. (Dokumentasi pribadi)

Di mausoleum lain saya juga mengagumi ornamen dinding yang polanya bagaikan karpet dengan hiasan berbentuk lingkaran, bujur sangkar dan jalur zig zag berhiaskan kaligrafi dengan kombinasi warna serta bentuk geometris bintang bersudut delapan atau dua belas. 

Mausoleum yang paling unik di Sah I Zinda ini adalah mausoleum yang berbentuk segi delapan atau oktagon yang memberikan suatu vista yang khas dengan deretan lengkung-lengkung bagaikan fatamorgana. Sejenak berada di sini saya ingat akan mausoleum yang pernah saya kunjungi di Taipei, yaitu di Liu Zhang Lie, milik.

Ah betapa jauhnya Samarkand dan Taipei, tetapi seakan-akan masih ada benang merahnya. Ternyata di dalamnya terapat makam orang yang hingga kini tidak diketahui identitasnya. Bagian luar dihiasi oleh keramik yang cantik sementara bagian dalam kubahnya dihiasi pola geometris dengan tema tumbuh-tumbuhan.

Saya terus berjalan dari satu mausoleum ke mausoleum lain dengan cepat. Di salah satu tempat saya sempat melihat denah yang menerangkan lokasi mausoleum. 

Di sinilah akhirnya saya tahu bahwa Sah-I-Zinda ini berawal dari makam tokoh legendaris salah seorang sepupu Nabi Muhammad yaitu Qusam Bin Abbas yang datang ke Asia Tengah untuk menyebarkan Islam dan akhirnya terbunuh di dengan dipenggal kepalanya di Samarkand. 

Konon beliau juga adalah sepupu Nabi yang memiliki wajah paling mirip dengan Nabi. Makam beliau inilah yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang ingin berziarah.

Kubah. (Dokumentasi pribadi)
Kubah. (Dokumentasi pribadi)

Selain itu juga ada Mausoleum Khoja Akhmad, yang terdapat di kompleks bagian atas. Sementara di bagian tengah terdapat mausoleum keluarga Amir Timur dari abad ke XIV dan XV seperti Shadi Mulk Aga, salah seorang keponakan Amir Timur dan juga Shirin Bika Aga, saudara perempuan Amir Timur.

Di bagian bawah kompleks, saya sempat melihat mausoleum yang unik karena memiliki dua kubah. Ada yang bilang bahwa mausoleum ini adalah milik seorang ahli astronomi Kazi Zafe Rumi. 

Kubah ganda ini dibangun oleh Ulughbek, cucu Amir Timur untuk menghormati beliau. Tetapi ketika saya melihat papan informasi mausoleum dua kubah ini sebenarnya didedikasikan untuk ibu asuh Amir Timur dan putrinya. 

Ah sayangnya, waktu saya tidak banyak di Sah I Zinda. Saya belum sempat mengagumi lebih banyak lagi bangunan makam yang indah. Waktu makan siang sudah tiba dan teman-teman sudah menunggu agar kami segera kembali jalan kaki menuju sebuah restoran di Tashkenaya Ulitsa. Masih perlu energi untuk sekitar 15 menit berjalan kaki.

Denah. (Dokumentasi pribadi)
Denah. (Dokumentasi pribadi)

Kembali ke legenda The Living King yang membuat penasaran ini. Ternyata legenda ini berasal dari kisah Qussam Bin Abbas tadi. Ketika beliau dipenggal kepalanya, ternyata beliau masih tetap hidup dan sambil menenteng kepalanya lalu turun ke ruangan bawah tanah yang ada sumber air kehidupan dan memberinya keabadian.

Bagi yang percaya akan legenda ini, beliau dianggap terus hidup di tempat ini hingga saat ini dan tempat ini melambangkan surga dengan taman yang indah, bunga-bunga yang harum semerbak dan burung-burung eksotik.

Mausoleumnya sekarang dianggap tempat suci dan menarik jutaan pengunjung dan penziarah dari seluruh dunia. Selain itu, ada lagi legenda yang mengatakan bahwa barang siapa yang berkunjung ke Shah-I Zinda dua kali dan ziarah ke mausoleum Qussam bin Abbas yang suci ini, maka akan diampuni dari segala dosanya.

Berbekal legenda ini dan juga karena belum sempat menikmati keindahan, kesakralan, dan juga kemisteriusan nekropolis ini maka saya berjanji akan datang lagi di lain waktu. 

Saya berjanji, bila ada watu dan kesempatan untuk kembali lagi ke Samarkan dan berkunjung ke Shah-I Zinda. sebuah kompleks makam yang dijuluki The Living Kings dan menelusuri lebih mendalam lagi segala kisah, baik fakta maupun legenda tentang kota orang mati ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun