Selepas mampir ke Masjid Bibi Khanum, waktu menunjukkan hampir pukul 12 siang.  Kebetulan hari Jumat sehingga rombongan kami segera berangkat menuju destinasi berikut yaitu Shah-I -Zinda. Kami berjalan kaki menyusuri Ulitsa Tashkentkaya melewati Pasar Siyob yang akan kami kunjungi setelah makan siang.
Kami terus berjalan dan kemudian melewati jembatan penyebrangan yang cukup ramai. Menurut Mas Agus ini adalah Siyab Bridge atau Siyabskiy Most dalam Bahasa Rusia yang berada di atas jalan raya yang ckup lebar dan ramai yaitu Shah I Zinda Street. Â Dulu, sekitar beberapa tahun lalu, jembatan ini belum ada, sehingga kalau ingin ke Sah I Zinda , kita harus menyeberang jalan yang cukup ramai ini.
Jembatan penyeberangan ini menghubungkan kawasan Pasar Siyob, Majid Bibi Khanum di Ulitsa Tashkenkaya ke sebuah Bangunan yang terlihat cantik dan megah. Â Daniyor bercerita bahwa bangunan bertingkat dua dengan kubah dan menara yang indah itu adalah Masjid Hazrat Khizr, sebuah masjid tertua yang konon dibangun sejak abad ke 8 walaupun bangunan yang sekarang berasal dari abad ke 19.
Siapakah Hazrat Khizr? Ternyata merupakan salah seorang Nabi yang di Indonesia lebih dikenal dengan nama Nabi Khaidir yang sering menemani Nabi Musa dalam perjalanan. Nabi ini dipercaya masih hidup sampai saat ini dan menjadi pelindung para pengembara.
Tiba di seberang jalan kita sampai di kawasan yang sedikit berbukit dan kemudian menuruni jalan khusus pejalan kaki dengan berbelok kanan menuju ke Kompleks Shah I Zinda. Â Di tepian jalan ternyata ada juga pedagang kaki lima yang menjual suvenir, bahkan buah-buahan dan juga makanan kecil dan minuman. Â Di hari yang lumayan panas dan karena sudah berjalan cukup jauh, saya sempat membeli sebotol air mineral ukuran sedang, harganya 3000 Sum saja. Â Selain itu juga ada es krim yang nantinya saya beli dalam perjalanan kembali ke Siyob Bazaar.
Berjalan beberapa ratus meter, kami tiba di depan Kompleks Shah I Zinda. Â Kami melewati Gapuranya yang indah, Namun Daniyor menyarankan kami untuk berjalan beberapa puluh meter karena di situ ada toilet. Saya juga melihat ada tempat wudu namun karena mengira bahwa di dalam kompleks Sah I Zinda dan masjid nanti juga ada tempat wudu, saya tidak wudu di sini.
Kami kemudian masuk ke dalam kompleks. Daniyor membeli tiket dan kemudian memulai sejenak tur di barisan paling bawah kompleks pemakaman para bangsawan yang secara harfiah bernamakan The Living Kings. Â Â Di sebelah kiri dekat pintu masuk, ada sebuah masjid dengan beranda yang cukup cantik, Â Baru di sini Daniyor berkata bahwa ada baiknya yang akan salat untuk mengambil wudu dahulu karena azan mungkin tidak akan lama lagi dikumandangkan. Â Â Saya kemudian kembali ke toilet di depan dan berwudu lalu kembali ke depan masjid. Di sini saya sudah kehilangan Daniyor dan anggota rombongan yang lain. Mereka mungkin sudah menjelajah ke bagian lain di kompleks yang luas ini.
Akhirnya saya masuk ke beranda masjid karena di sini saya melihat sudah cukup banyak Jemaah yang datang. Di bagian dalam masjid sendiri sudah penuh. Â Saya memulai salat tahuatul masjid dua rakat dan kemudian duduk sambil enunggu azan. Jemaah kian banyak dan tidak lama kemudian beranda ini pun penuh. Â
Ketika azan menggema, Jemaah kembali mulai salat dan kalai ini ternyata mereka salat emat rakat. Ada sedikit perbdeaan dengan kebiasaan di tata cara salat di Indonesia dengan di Uzbeistan ini. Â Setealh itu ada azan kedua dan baru kemudian Khitbah Jumat dimulai yang dimulai dengan doa standar dalam bahasa Arab dan kemudian dilanjt dalam Bahasa Uzbek. Â Setelah itu baru salat Jumat dua rakat dilaksanakan dan berbeda dengan di Indonesia, jamaah pun tidak mengucapkan amiin secara keras mengakhir surat Al Fatiiha yang dibacakan imam. Â
Begitu salat selesai, imam membacakan doa-doa yang lumayan panjang. Hampir semua Jemaah mengikuti doa dan zikir ini sambil duduk bersimpuh dengan takzim dan kemudian diakhiri dengan salat sunah yang juga empat rakaat. Â Â Lumayan lama juga prosesi salat Jumat di masjid di dalam kompleks Zah I Zinda ini dan kalau dijumlahkan saya sendiri sudah melaksanakan salat secara keseluruhan sebanyak 12 rakaat di siang itu.Â
Ketika salat Jumat selesai, saya mulai berjalan menyusuri jalan mendaki ke arah deretan mausoleum yang berjejer dan bertingkat-tingkat. Uniknya semua jalan ini tadinya ditutup karpet dan digunakan untuk salat Jumat. Bahkan ruang-ruang di dalam mausoleum pun ternyata banyak yang berfungsi sebagai masjid. Â Saya melihat orang-orang menggulung karpet dan merapikan kembali serta menyimpannya di tempat semula.
Kompleks mausoleum alias Nekropolis atau Kota Orang Mati yang tadinya sempat berubah menjadi masjid raksasa di alam terbuka kini kembali menjadi mausoleum sekaligus tempat wisata.
Dan saya pun memulai perjalanan di Zah I Inda dan memasuki satu per satu bangunan nan indah dengan dinding mosaik warna biru dan hijau. Â Kota orang mati yang sangat indah yang juga sempat berubah menjadi masjid besar di hari Jumat siang. Dan setelah salat Jumat saya baru kemudian mengetahui bahwa masjid yang ada di dekat pintu gerbang tadi Bernama Yozgi Masjidi atau kalau diterjemahkan menjadi Masjid Musim Panas. Â Di depan masjid ini juga ada sebuah madrasah kecil dan konon keduanya merupakan bangunan paling baru di kompleks Zah I Zinda karena baru dibangun pada abad ke 19.