Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkunjung ke Pura Aditya Jaya yang Ramah Anak

2 Oktober 2023   18:10 Diperbarui: 2 Oktober 2023   18:15 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah anda sudah pernah mampir dan berkunjung ke pura, tempat ibadah umat Hindu?  Mungkin ada yang sudah atau lebih banyak lagi yang belum pernah. Namun walau pun pernah mungkin selama ini hanya mampir sejenak dan berfoto ria.

Oleh karena itu, kesempatan mampir ke Pura Aditya Jaya di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur bersama Generasi Literat pada Sabtu 30 September 2023 kemarin tidak saya lewatkan begitu saja. Karena dalam kesempatan ini, kami akan berdiskusi dengan pemuka agama Hindu sekaligus pengurus salah satu pura terbesar di Jakarta itu.  Topiknya tentu saja untuk lebih mengenal Agama Hindu langsung dari sumbernya sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Generasi Literat sebelumnya.

Waktu menunjukkan sekitar pukul 12.30 Siang ketika saya sampai di pintu gerbang pura di Jalan Ahmad Yani.   Sekilas mirip candi atau pura-pura di Pulau Bali.  Suasana Bali memang langsung menyeruak ketika saya memasuki kompleks pura ini. Halaman yang luas dengan deretan kendaraan yang parkir menyambut kedatangan saya.  Yang pertama saya lihat  adalah sebuah ruang serba guna atau balai pertemuan yang besar yang sedang mengadakan acara Bakti Sosial.  Di sini saya sempat menyaksikan tarian Bali yang dibawakan tiga orang gadis.

Tari Bali: Dokpri
Tari Bali: Dokpri

"Terus ke belakang di dekat kantin," demikian bunyi pesan di WA Group menunjukkan posisi tempat acara kami.  Saya terus berjalan menuju kantin yang siang itu tidak terlalu banyak pengunjungnya. Sempat juga mengintip menu kantin yang menawarkan makanan khas Bali. Salah satunya adalah Nasi Campur Babi Guling.   Wah  seru juga nih.!

Acara kami ternyata di adakan di sebuah ruang pertemuan yang ada di sebelah kantin. Di beranda ada tangga bercabang dua dengan  hiasan lukisan Ganesha, dewa lambang ilmu pengetahuan yang juga menjadi simbol salah satu perguruan tinggi paling bergengsi di tanah air. Di sini Kak Iqbal, Kak Mila dan beberapa teman sedang menyiapkan ruangan. 

Saling Menyayangi: Dokpri
Saling Menyayangi: Dokpri

Sebuah spanduk bertuliskan " Berkenalan untuk Saling Menyayangi" ada di dinding, sangat cocok dengan tujuan Hangout Kebinekaan yang diusung oleh Generasi Literat.  Sambil menunggu para peserta yang lain, kami dipersilahkan mencicipi kue khas Bali yang disediakan tuan rumah, antara lain kue Lak-lak yang mirip dengan serabi lengkap dengan kuah manisnya dan juga kelepon.  Kue ini merupakan makanan has yang ada di Bali khususnya di kawasan perkampungan sehingga kalau kita hanya main ke daerah tujuan wisata akan jarang menemukan kue-kue ini.

Sebagai tuan rumah dan narasumber pada diskusi kali ini adalah Bapak Putu Maharta sebagai ketua Pura didampingi oleh Bapak Made Sumadi Arta.   Dari kedua beliau inilah kami banyak mendapat pencerahan yang sangat logis mengenai seluk beluk agama Hindu yang selama ini kurang dimengerti oleh pemeluk agama lain.  Pada kesempatan ini hadir pula beberapa mahasiswa dari Sekolah Tinggi Agama Hindu yang berasal dari berbagai daerah, antara lain dari Ambon dan juga Sulawesi Barat. Fakta ini sekaligus mematahkan asumsi bahwa Hindu di Indonesia identik dengan Bali, karena banyak juga penganut Hindu yang bukan berasal dari Bali.

Penjelasan dimulai dengan keterangan sekilas mengenai Pura Aditya Jaya yang konon memiliki paling banyak umat di DKI Jakarta. Komplek pura juga dilengkapi dengan ruangan serbaguna, PAUD, TK, SD hingga Sekolah Tinggi Agama Hindu.   Dijelaskan secara umum tiga bagian utama pura yaitu Kanista Mandala, yang merupakan bagian luar yang boleh dimasuki oleh umu, lalu Madya Mandala yang merupakan bagian Tengah dan Utama Mandala yang merupakan bagian dalam tempat pelaksanaan kegiatan keagamaan dan daerah paling suci.  Perempuan yang sedang datang bulan dan orang yang masih dalam masa berkabung dilarang masuk ke dalam pura.

Ada banyak sekali konsep dasar agama Hindu yang dibahas siang itu, antara lain adalah konsep ketuhanan dalam Hindu yang selama ini sering disalah artikan oleh umum. Selama ini kita sering mendengar bahwa  penganut Hindu percaya akan Tuhan yang banyak sebagaimana banyaknya dewa dewi dalam Hindu.  Misalnya saja kita sering mendengar adanya Dewa Brahmana, Wisnu dan Syiwa.  Namun siang itu dikemukakan bahwa dalam Hindu hanya mengenal satu Tuhan yang dinamakan Sang Hyang Widhi Wasa. Akan tetapi Tuhan yang Esa ini bisa tampil dalam banyak nama sesuai dengan perannya yang maha segala hal.  Ketika tampil sebagai maha pencipta, maka Ia dikenal dengan nama Dewa Brahmana, ketika tampil sebagai Maha Pemelihara, Ia dikenal sebagai Dewa Wisnu, dan ketika tampil sebagai Maha Penghancur atau Pelebur, maka Ia dikenal sebagai Dewa Syiwa, 

Hal ini sejalan dengan bagian pertama dari Panca Shrada dalam Hindu yaitu Widhi Tattwa yang merupakan pengejawantahan keyakinan akan adanya sang pencipta atau Tuhan itu sendiri. Konsep ketuhanan ini diungkapkan dalam untaian kata yang indah yaitu "Ekam Evam Sadviprah Bahuda Wadhanti" (hanya ada satu Tuhan, hanya orang bijaksana menyebut dengan banyak nama).

"Dalam agama Hindu tidak ada kasta, tetapi dalam Masyarakat memang ada kasta," demikian penjelasan secara singkat ketika membahas tentang kasta. Sebagaimana diketahui dalam Masyarakat Bali dan bahkan non Bali pun sesungguhnya dikenal kasta. Ada yang tergolong kaum bangsawan, pengusaha, konglomerat, penguasa, pejabat , petani dan juga rakyat jelata. Bahkan untuk naik pesawat terbang pun kita mengenal kasta, yaitu yang naik kelas utama, kelas eksekutif atau kelas ekonomi. Dan perlakuan serta layanan pramugari tentu saja berbeda terhadap penumpang kelas utama dan kelas bisnis dibandingkan dengan kelas ekonomi.  Sontak saya teringat akan konsep Masyarakat Tanpa Kelas yang diidam-idamkan golongan Komunis.

Dalam kemasyarakatan memang dikenal adanya istilah Catur warna yang mungkin sering diidentikkan dengan kasta. Namun ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan ajaran agama.

Lalu dibahas juga mengenai ritual dalam agama Hindu yang sering berbeda baik antara Hindu Bali dan juga Hindu di India.  Ternyata agama Hindu memang ketika menyebar ke suatu tempat tidak ditujukan untuk menaklukkan dan mengubah budaya masyarakat setempat melainkan menyuburkan budaya yang sudah ada. Karena itu adat dan  budaya Hindu di Bali mungkin berbeda dengan Hindu di Jawa, India dan tempat-tempat lainnya.

Setelah puas dengan tanya jawab dan diskusi, acara selanjutnya adalah tur keliling pura. Dimulai dari mengenalkan fasilitas baik sekolah dan gedung serbaguna serta kantin yang ada di kompleks, kami kemudian memasuki halaman pura melalui pintu gerbang atau gapura yang dikawal sepasang patung Ganesha.  Di jelaskan bahwa di pura ini selain Dewa Ganesha, Dewi Saraswati juga sangat dipuja dan keduanya memang melambangkan dewa dan dewi ilmu pengetahuan.  

Kami memasuki halaman pura yang termasuk dalam area Madya Mandala dan di sini terdapat sebuah pendopo yang bisa digunakan untuk berbagai kegiatan pendukung upacara keagamaan di pura ini.

Santeng: Dokpri
Santeng: Dokpri

Di depan halaman Madya Mandala ini terdapat tiga buah gapura atau pintu gerbang untuk masuk ke Utama Mandala atau bagian paling suci dari pura, Yang paling besar adalah Gapura Agung yang pintunya tertutup sehingga kami masuk melalui pintu yang lebih kecil di sisi gapura agung.   Di samping gapura ada tempat untuk meminjam selendang atau santeng yang biasanya berwarna kuning atau putih sebagai kelengkapan beribadah dan masuk ke pura. Juga ada dupa dan bunga. 

Di dalam Utama Mandala terdapat pendopo dan juga gazebo serta juga sebuah gunungan atau padma tempat meletakan banten atau sesajen alias persembahan melakukan puja atau doa.  Ada dua orang yang kebetulan sedang khusyuk berdoa. 

Dijelaskan pula bahwa umat Hindu bebas melakukan puja kapan saja namun biasanya mereka melakukan sembahyang tiga kali dalam sehari, yaitu pagi hari ketika matahari terbit, siang hari, dan sore hari ketika matahari tenggelam. Tetapi hukumnya tidak wajib dan tidak ada konsep dosa bila tidak berdoa atau melakukan puja alias sembahyang. 

Beringin di belakang pura: Dokpri
Beringin di belakang pura: Dokpri

Biasanya mereka melakukan puja secara mandiri atau secara bersama-sama dalam hari hari besar serta setiap purnama atau bulan penuh.

Dari Utama Mandala perjalanan dilanjut ke bagian belakang pura. Di sini ada sebuah pohon beringin besar dan juga sebuah balai tempat upacara pernikahan atau pun upacara Sudhi Wadani, yaitu ketika seorang yang bukan agama Hindu berjanji akan memeluk Hindu secara sukarela tanpa paksaan. 

Juga ada tempat bermain anak-anak yang cukup nyaman karena pura ini telah dinobatkan sebagai pura yang ramah anak. 

Tiak terasa sudah lebih 3 jam kami berada di kompleks pura dan bercakap-cakap dengan penuh rasa persaudaraan. Dengan saling mengenal maka diharapkan bahwa tidak ada lagi rasa curiga dan saling mencemooh antar umat beragama. 

Lagi pula di pura ini saya juga dikenalkan dengan istilah yang sangat pas yaitu Wasudewa Kutumbhakam, Alias kita semua bersaudara, terlepas apa pun etnis dan agamanya.  Betapa Indahnya hidup dalam perdamaian.

Pura ramah anak: Dokpri
Pura ramah anak: Dokpri

Oh yah, sebelum mengakhiri cerita ini, saya juga ingin menyampaikan bahwa umat Hindu pun mengenal konsep surga dan neraka dan tentu saja reinkarnasi.  Pertama-tama adalah karena kata Swarga dan Naraka itu memang berasal dari Bahasa Sansekerta. Walaupun begitu cita-cita umat Hindu yang baik bukan lag menggapai Swarga, melainkan Moksa dimana sang atma (jiwa) telah menyatu dan melebur bersama Sang Hyang Widhi Wasa.

Terima kasih sudah membaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun