Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menembus Garis Batas 13: Tojiki Medonet, Jurus Ampuh Belanja Murah di Uzbekistan

2 Oktober 2023   11:38 Diperbarui: 2 Oktober 2023   11:42 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Uzbekistan merupakan surga bagi para wisatawan Indonesia yang umumnya amat sangat hobi berbelanja.  Selain berbagai bentuk suvenir yang khas dan cantik, kita juga bisa membeli berbagai jenis pakaian dan bahkan makanan. 

Secara umum harga-harga di Uzbekistan sedikit lebih murah dibandingkan di Indonesia sehingga ada orang Uzbekistan yang berpendapat bahwa Indonesiya Ochen Darogay alias Indonesia sangat mahal bagi mereka.

Setelah perjalanan cukup panjang dan melelahkan dari Jakarta ke Tashkent yang dilanjutkan dengan baik kereta cepat Afrisiyob ke Samarkand dan kemudian langsung jalan-jalan di Samarkand hingga malam menjelang, kami pun beristirahat di hotel di kawasan Afrisiyob, di pinggiran kota Samarkand. 

Keesokan paginya, setelah kembali segar dan menikmati sarapan dengan menu yang lumayan lezat termasuk buah melon yang sangat manis, kami sudah siap untuk memulai kembali jelajah di Samarkand.  Kawasan Registan Square kembali menjadi titik awal perjalanan kami pagi itu.

Air Mancur di Samarkand: Dokpri
Air Mancur di Samarkand: Dokpri

Sebuah air mancur yang indah menyambut di pagi yang cerah. Kami berjalan di kawasan pejalan kaki yang luas dan nyaman.  Salah satu monumen yang juga wajib sejenak disambangi adalah Patung Islam Karimov. 

Kami sempat bergaya di sini. Sebuah Monumen untuk mengenang Islam Karimov, sosok pendiri negeri Uzbekistan yang menjadi presiden pertama Republik Uzbekistan setelah Merdeka menyusul runtuhnya Uni Soviet.  Uniknya beliau ini pun sebelumnya adalah tokoh Partai Komunis yang kemudian menjadi presiden selama 24 tahun hingga kematiannya pada 2016.

Islam Larimov: Dokpri
Islam Larimov: Dokpri

Uniknya Pada pedestal monumen ini tertulis Nama Islom Karimov sepertinya banyak kota Tashkent ditulis dengan Toshkent dan negeri Uzbekistan pun ditulis dengan Uzbekiston dalam bahasa Uzbek versi aksara Latin. 

Nama Islam Karimov juga diabadikan sebagai nama bandara internasional Tashkent yang lebih dikenal dengan nama Vostochny.  

Hari ini 1 September kebetulan bertepatan dengan hari kemerdekaan Uzbekistan yang diproklamirkan pada 1 September 1991 lalu dan patung yang terbuat dari marmer dan granit warna coklat tua kemerahan ini seakan-akan mempersilahkan kami untuk menjelajah kota Samarkand.

Di sini pula saya sempat melihat polisi turis yang menunggang kuda. Mas Agus segera menegur mereka dan kemudian meminta berfoto bersama.

Baliho di Islam Karimov Street: Dokpri
Baliho di Islam Karimov Street: Dokpri

Kami terus berjalan di plaza dan jalan-jalan khusus pejalan kaki yang lebar dan nyaman. Di salah satu tepi jalan ada baliho besar bertuliskan Silk Road bazaar, Festival of Tradition and Art  yang diadakan pada 1, 2 dan 3 September. 

Festival ini di adakan di Islam Karimov Street yang dulunya dan bahkan di Google Map masih bernama Ulitsa Tashkent atau Jalan Tashkent. 

Jalan yang lebar dan telah diubah menjadi pedestrian Street ini menghubungkan Registan Square dan Majid Bibi Khanum serta banyak lagi kawasan menarik di Samarkand seperti Siyob Bazaar dan Sah I Zinda.  Ke sana lah tujuan utama kami pergi pagi hingga siang hari ini.

Selamat Datang di Samarkand: Dokpri
Selamat Datang di Samarkand: Dokpri

Ada sebuah pintu gerbang bertuliskan kata Xush Kelibsiz  di sebelah kiri dan terjemahannya Welcome di sisi kanan. 

Di bagian atas bertuliskan Silk Road Bazaar.   Di kedua sisi jalan ini, banyak terdapat restoran, toko dan gerai penjual suvenir, hotel dan penginapan serta juga warung es krim atau Muzaymoq dalam Bahasa Uzbek atau Morozene dalam bahasa Rusia.  

Di gerai ini dipajang gambar berjenis-jenis es krim baik rasa cokelat, pisang, koktail, kiwi dalam berbagai ukuran dan harga, dari 3000 Sum sampai15 ribu Sum. 

Muzqaymoq: Dokpri
Muzqaymoq: Dokpri

Kami terus berjalan dan ketika melewati toko suvenir, tidak terasa kaki berhenti dan kemudian mencoba menanyakan harga barang. Akhirnya ada yang membeli T Shirt, pajangan keramik, tempelan kulkas dan juga peci khas Uzbek.  Peci ini  dalam Bahasa Rusia disebut Tubeteika dan sering juga disebut Doppa dalam Bahasa Uzbek. 

Saya pun ikutan membeli T Shirt, tempelan kulkas dan peci.  Dan peci ini pula yang kemudian menemani perjalanan saya selama di Uzbekistan dan kemudian Kazakhstan nanti.  Peci ini ternyata sangat popular baik di Uzbekistan dan kawasan Asia Tengah termasuk sering dipakai oleh etnis Uyghur di Tiongkok. 

Asyiknya saya tidak usah lagi repot tawar  menawar  harga karena mas Agus telah memulai pembicaraan dengan pemilik toko dalam Bahasa Tajik, dan harga yang diberikan sudah relatif murah.

Peci Khas Uzbek: Dokpri
Peci Khas Uzbek: Dokpri

Ada hal unik yang secara tidak sengaja tidak luput dari perhatian saya.  Setiap kali memulai pembicaraan dengan orang yang baru dijumpai di jalan atau di masa saja, Mas Agus selalu bertanya : Shumo Tojiki Medonet? Yang berarti apakah kamu  bisa berbicara bahasa Tajik.   

Ketika saya tanyakan alasannya adalah ternyata  karena di Samarkand dan Bukhara cukup banyak etnis Tajik dan Mas Agus sendiri merasa lebih lancar berbicara Bahasa Tajik dibandingkan Uzbek. 

Kebetulan Bahasa Tajik mirip dengan bahasa Farsi juga.  Saya sendiri hanya mengerti sedikit bahasa Farsi karena pernah kursus beberaoa tahun lalu dan ada beberapa kata yang saya ingat seperti Shumo yang bearti Anda dan Man yang berarti Saya.

Jika lawan bicaranya menjawab dengan positif, maka pembicaraan selanjutnya dalam bahasa Tajik akan membuat mereka berdua lebih akrab. Sementara orang tentu heran melihat turis yang lancar berbahasa Tajik. 

Akan tetapi ketika Mas Agus menjelaskan bahwa pernah tinggal lama baik di Afhganistan maupun Uzbekistan termasuk di Samarkand ini, mereka akan mengangguk-angguk mafhym. 

Asyiknya jika strategi ini diterapkan sewaktu  berbelanja, biasanya penjual langsung memberikan harga persahabatan dan tidak usah menawar lagi.  

Hasilnya sebagian besar rombongan kami pun asyik berbelanja dan saya juga sempat membeli T Shirt dengan harga 35 Ribu Sum dan tentu saja peci Tajikistan yang cantik dengan harga 90 ribu Sum. Peci ini kemudian menemai perjalanan saya selama di Uzbekistan dan juga negeri tetangga Kazakhstan. 

Kelihatannya mungkin sederhana, ada banyak penduduk yang berbahasa Tajik di Samarkand atau kota lain seperti Bukhara yang termasuk wilayah Uzbekistan.  

Namun ternyata sejarahnya memang cukup panjang dan menarik karena untuk itu kita harus kembali ke berabad-abad lampau. Ke masa belum ada negara-negara berdasarkan etnis seperti Uzbekistan, Tajikistan, Kazakhstan dan negara STAN lainnya. 

Pada masa itu ras Turki-Mongol memang sudah sejak lama mendiami kawasan Asia Tengah ini dan kota-kota seperti Samarkand dan Bukhara juga sudah menjadi semacam melting pot tempat beragam etnis bermukim.   

Samarkand sangat bangga dengan statusnya sebagai Crossroad of Civilization dimana kebudayaan timur dan barat bertemu. Bersama Bukhara dan Khiva Samarkand memang merupakan kota-kota penting yang terletak di Jalur Sutera atau Silk Road yang menghubungkan Cina dan Eropa. 

Konon sejak zaman dahulu, kota-kota in menjadi tempat bertemu para pedagang dari dua benua tersebut.  Samarkand dan Bukhara juga pernah menjadi pusat Kerajaan besar yang memiliki wilayah cukup luas di Asia Tengah sebelum wilayah ini akhirnya ditaklukkan Imperium Rusia pada abad ke 19.

Sejarah pun mencatat, ketika Uni Soviet berkuasa di kawasan Asia Tengah, pada sekitar tahun 1920-an, digambarlah garis-garis batas yang membuat kawasan Asia Tengah ini menjadi beberapa republik Soviet. 

Uzbekistan sendiri mendapatkan status sebagai Republik Soviet Uzbekistan pada 1924. Uniknya pada saat ini seluruh wilayah Tajikistan yang sekarang ini masih menjadi wilayah otonom yang bergabung ke dalam wilayah Uzbekistan.  Bahkan pada saat itu Samarkand lah yang menjadi ibukota tepublik Soviet ini sampai kemudian dipindahkan ke Tashkent pada 1930.

Baru pada 1929, terbentuk Republik Soviet Tajikistan yang terpisah dari Uzbekistan dan kawasan Samarkand dan Bukhara yang lebih dekat ke Tajik secara etnis dan budaya ternyata tetap berada di wilayah Uzbekistan.

Warisan garis batas dari zaman Soviet ini terus bertahan hingga runtuhnya komunisme dan terbentuk republik-republik eks Soviet yang kini menjadi negara Merdeka.  Maka hingga kini kita melihat banyak etnis Tajik di Samarkand dan Bukhara dan wilayah lain di Uzbekistan seperti juga mungkin ada etnis Uzbek di wilayah Tajikistan dan negara-negara tetangga lainnya. Ketika keduanya masih berada dalam kesatuan Uni Soviet, tampaknya tidak ada masalah yang besar, namun baru ketika Uni Soviet runtuh, maka garis-garis batas yang timbul dari negara-negara pecahan Soviet di Asia Tengah ini membuat kisah, romantika dan masalahnya masing-masing.

Kawasan Samarkand dan Bukhara sebenarnya cukup banyak memiliki penduduk yang berbahasa Tajik, apalagi lokasi kedua kota ini pun cukup dekat dengan perbatasan Uzbekistan dan Tajikistan.    Karena itu tidak mengherankan bila Tajikistan sendiri merasa bahwa sesungguhnya kedua kota tersebut lebih baik berada di wilayah Tajikistan.  Dan bahkan sosok yang dianggap sebagai pahlawan Tajikistan sendiri yaitu Ismail Somoni berasal dari Fergana  dan bahkan dimakamkan di mausoleum yang megah di Bukhara.

Kalau kita berkelana ke tempat-tempat belanja di Samarkand, seperti di pasar Siyob, selain bahasa Uzbek dan Rusia, kita juga masih sering dengan percakapan dalam bahasa Tajik.  Hal ini menunjukkan besarnya persentase penduduk yang berbahasa Tajik di sini.

Buat saya sendiri, hampir tidak mungkin membedakan apakah orang yang akan saya ajak bicara adalah etnis Uzbek, Tajik atau etnis lainnya, kecuali etnis Rusia yang terlihat beda.  Yang paling aman tentu saja berbahasa Uzbek, atau kalau tidak bisa sapa saja dengan Bahasa Rusia.  Namun kalau kita berbelanja, menggunakan bahasa Inggris akan menghasilkan harga yang relatif lebih mahal, karena harga langsung disebut dengan Dolar.  Harga  T-Shirt di Registan Square, misalnya  selalu ditawarkan dengan 10 USD per potong. Sedangkan bila dalam memakai Bahasa Rusia langsung berubah dalam Sum yang biasanya di bawah 90 Ribu Sum.  

Berkat kalimat sakti Shumo Tojiki Medonet, kami akhirnya dapat berbelanja lebih murah di Samarkand. Baik di sepanjang Ulitsa Tashkent yang sekarang menjadi Islam Karimov Street maupun di Pasar Siyob. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun