Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kisah di Balik Lukisan Mural dan Kejenakaan Papi Alex di Museum Sejarah Jakarta

25 September 2023   16:32 Diperbarui: 25 September 2023   16:33 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah makan siang di Cafe New Batavia, rombongan HPI yang sedang berwisata dengan tema pengayaan materi tentang Kota langsung menuju ke Museum Sejarah Jakarta. Kalau tadi pagi, kami hanya melihat dan mendengarkan sekilas mengenai Sejarah gedung tua nan cantik yang dulunya dibangun sebagai Stadhuis, kali ini kami semua akan masuk ke dalam dan membedah isinya.

Sebenarnya waktu siang sehabis makan adalah waktu kritis yang sering membuat rasa kantuk datang menghantui. Namun siang itu, rasa kantuk langsung hilang menguap entah ke mana ketika kami disambut oleh Amat Kusaini Al Alexs yang lebih popular dengan sebutan Papi Alex. 

Gaya bicaranya yang lugas dan santai dengan sekali-kali sedikit mendayu-dayu membuat kami sering tersenyum ceria ketika Papi Alex bercerita mengenai museum ini.  Sesekali, papi Alex juga tersenyum manis sambil menanggapi candaan Bang Indra.  

"Yuk kita ngobrol sambil ngedeprok saja di lantai," ajak Papi Alex agar kita semua duduk di lantai yang bersih mengkilat dan konon memiliki ubin yang masih asli peninggalan zaman Belanda.  Papi Alex juga bercerita bahwa selai berprofesi sebagai Pemandu Museum yang sudah lebih tiga puluh lima tahun berkarir di dunia permuseuman, dia juga berprofesi sebagai dalang dan terkadang melantunkan potongan nyanyian dari adegan pewayangan baik dalam bahasa Jawa, Indonesia , maupun Inggris.  Wah mengasyikkan sekali bercengkerama dengan Papi Alex di siang hari di Kota Tua Jakarta.

Papi Alex: Dokpri
Papi Alex: Dokpri

Sambil menikmati hidangan minuman selamat datang berupa sebotol air mineral dingin, kami mendengarkan pengantar Papi Alex tentang kisah-kisah dan ruangan yang ada di Museum Sejarah Jakarta. Diceritakan secara singkat mengenai Sejarah museum Sejarah yang dulunya berfungsi sebagai balai Kota atau Stadthuis.   Sesekali Papi mengucapkan Stadhuis dengan pelafalan yang benar menurut coro Londo.  

Kemudian Papi juga menjelaskan ruangan beranda dimana kami duduk yang Bernama Ruang Mural alias lukisan dinding. Ruangan ini memang dindingnya dilukis dengan indah oleh seorang pelukis kenamaan pada eranya yaitu Harijadi.   Lukisan ini sangat menarik karena pada salah satu dinding menggambarkan perjamuan makan yang dihadiri oleh penduduk atau orang-orang yang menghuni Batavia pada akhir abad ke XIX dan permulaan abad ke XX. Selain orang Belanda, digambarkan juga orang Tionghoa, Jawa,   Melayu dan etnis lain yang menghuni Batavia pada masa itu.  Uniknya pada lukisan lukisan mural ini tampak adanya bagian-bagian yang belum selesai karena masih berupa sketsa saja.

Dokpri
Dokpri

Papi Alex kemudian menjelaskan sekilas Sejarah Lukisan Mural ini.  Lukisan ini sebenarnya dibuat atas permintaan Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1974.  Namun dalam pelaksanaannya pelukis mengalami kendala karena dinding di museum ini sangat lembab sehingga cat yang digunakan sulit menempel dan sering mengelupas. Akibatnya lukisan ini tidak pernah selesai dan akhirnya ditinggalkan begitu saja.  Selain kendala teknis, juga mungkin ada kendala terbatasnya dana pada saat itu. 

Selain lukisan mural Harjadi di lantai dasar, ada lagi sebuah lukisan dinding dalam ukuran besar yang ada di lantai atas. Lukisan ini adalah karya pelukis terkenal S. Sudjojono yang juga dilukis atas permintaan Bang Ali.   

Lukisan ini bertema serangan Sultan Agung dari Mataram untuk menggambarkan kisah bersejarah pada 1828-1629.  Lukisan ini terbagi dalam 3 bagian, yaitu ketika Sultan Agung sedang berembuk dengan tim nya sebelum menyerang Batavia di sebelah kiri, lukisan Raden Rangga, yaitu utusan Mataram sedang berdiskusi bersama J.P Coen di Batavia dan lukisan utama berupa adegan pertempuran pasukan Mataram yang menyerbu Batavia. Bahkan dilukiskan juga suasana ketika Benteng Batavia sedang terbakar.

Walaupun saya sudah beberapa kali berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta, namun pada kunjungan kali ini yang ditemani oleh pemandu museum yang andal dan pandai bercerita membuat saya dan teman-teman tidak merasa bosan dan terus antusias mengunjungi ruangan-demi ruangan baik di lantai bawah, atas maupun ruang bawah tanah yang dijadikan penjara.  

Kami sempat mampir ke ruang penjara Wanita yang dulunya sempat digunakan untuk menahan Cut Nyak Dien, dan di dekatnya juga ada ruang Pangeran Diponegoro.  Selain itu juga ada lima ruangan penjara bawah tanah yang sempit dan menyeramkan.

Rasanya waktu dua jam memang tidak cukup untuk menjelajah seluruh museum. Tetapi setidaknya cukup banyak yang kami dapatkan dalam kunjungan singkat di Museum Sejarah Jakarta dan ditemani oleh Papi Alex bersama dengan timnya.

Pada akhir kunjungan, kami sempat mampir ke halaman belakang dimana ada Patung Hermes, berfoto bersama dan setelah itu sekali lagi disuguhi Farewel Drink berupa Es Selendang mayang yang segar.

Terima kasih sekali lagi buat Papi Alex dan Tim dan juga Museum Sejarah Jakarta yang telah menjamu rombongan HPI.

Sampai jumpa di lain waktu,  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun