Setelah makan siang di Cafe New Batavia, rombongan HPI yang sedang berwisata dengan tema pengayaan materi tentang Kota langsung menuju ke Museum Sejarah Jakarta. Kalau tadi pagi, kami hanya melihat dan mendengarkan sekilas mengenai Sejarah gedung tua nan cantik yang dulunya dibangun sebagai Stadhuis, kali ini kami semua akan masuk ke dalam dan membedah isinya.
Sebenarnya waktu siang sehabis makan adalah waktu kritis yang sering membuat rasa kantuk datang menghantui. Namun siang itu, rasa kantuk langsung hilang menguap entah ke mana ketika kami disambut oleh Amat Kusaini Al Alexs yang lebih popular dengan sebutan Papi Alex.Â
Gaya bicaranya yang lugas dan santai dengan sekali-kali sedikit mendayu-dayu membuat kami sering tersenyum ceria ketika Papi Alex bercerita mengenai museum ini. Â Sesekali, papi Alex juga tersenyum manis sambil menanggapi candaan Bang Indra. Â
"Yuk kita ngobrol sambil ngedeprok saja di lantai," ajak Papi Alex agar kita semua duduk di lantai yang bersih mengkilat dan konon memiliki ubin yang masih asli peninggalan zaman Belanda. Â Papi Alex juga bercerita bahwa selai berprofesi sebagai Pemandu Museum yang sudah lebih tiga puluh lima tahun berkarir di dunia permuseuman, dia juga berprofesi sebagai dalang dan terkadang melantunkan potongan nyanyian dari adegan pewayangan baik dalam bahasa Jawa, Indonesia , maupun Inggris. Â Wah mengasyikkan sekali bercengkerama dengan Papi Alex di siang hari di Kota Tua Jakarta.
Sambil menikmati hidangan minuman selamat datang berupa sebotol air mineral dingin, kami mendengarkan pengantar Papi Alex tentang kisah-kisah dan ruangan yang ada di Museum Sejarah Jakarta. Diceritakan secara singkat mengenai Sejarah museum Sejarah yang dulunya berfungsi sebagai balai Kota atau Stadthuis. Â Sesekali Papi mengucapkan Stadhuis dengan pelafalan yang benar menurut coro Londo. Â
Kemudian Papi juga menjelaskan ruangan beranda dimana kami duduk yang Bernama Ruang Mural alias lukisan dinding. Ruangan ini memang dindingnya dilukis dengan indah oleh seorang pelukis kenamaan pada eranya yaitu Harijadi. Â Lukisan ini sangat menarik karena pada salah satu dinding menggambarkan perjamuan makan yang dihadiri oleh penduduk atau orang-orang yang menghuni Batavia pada akhir abad ke XIX dan permulaan abad ke XX. Selain orang Belanda, digambarkan juga orang Tionghoa, Jawa, Â Melayu dan etnis lain yang menghuni Batavia pada masa itu. Â Uniknya pada lukisan lukisan mural ini tampak adanya bagian-bagian yang belum selesai karena masih berupa sketsa saja.
Papi Alex kemudian menjelaskan sekilas Sejarah Lukisan Mural ini. Â Lukisan ini sebenarnya dibuat atas permintaan Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1974. Â Namun dalam pelaksanaannya pelukis mengalami kendala karena dinding di museum ini sangat lembab sehingga cat yang digunakan sulit menempel dan sering mengelupas. Akibatnya lukisan ini tidak pernah selesai dan akhirnya ditinggalkan begitu saja. Â Selain kendala teknis, juga mungkin ada kendala terbatasnya dana pada saat itu.Â
Selain lukisan mural Harjadi di lantai dasar, ada lagi sebuah lukisan dinding dalam ukuran besar yang ada di lantai atas. Lukisan ini adalah karya pelukis terkenal S. Sudjojono yang juga dilukis atas permintaan Bang Ali. Â Â